One day in afternoon, a lion was sleeping in The Jungle. His big head laid on his foot.  Near from the sleeping lion, A little mouse was walking. Little mouse didn’t aware that he was walking near in front of a sleeping lion.

 Then a Little mouse aware and became frightened. He run faster but because of his fear, he run go to the sleeping lion and hat lion’s nouse. 

The Lion woke up and angry. He grabbed little mouse with his claw and said “Who had dare to disturb my sleep?”. Little mouse scared and begged to lion to let him go “Please, forgive me, Lion. I didn’t mean to disturb you. I run accidentally and hit your nouse”.
 
   A little mouse begged to lion again, “Please, Let me go, Lion. I promise one day I will help you”. The lion looked at the little mouse and laughed “Hahaha, it’s imposibble that a little mouse can help the Lion, King of  the Jungle”, he said scronfully.

  “Please, Let me go”. Finally lion said, “Ok I shall let you go, but don’t disturb my sleep again”. And the lion opened his claws and let the little mouse go free.

A little mouse said thanks to lion “Thank you, Lion. I will remember your kindness. “ Then little mouse scurried away as fast as he could.

   A few days later when the lion was seeing his victim, he was caught in a hunter snare. Struggle as he might, but he couldn't break free. Then he let out a roar of anger that shook the forest, “Auuuum, Help me!”.

A little mouse heard Lion’s roar. “I Heard the lion’s roar. He is in trouble. I must go there as soon as possible”. A little mouse run. He ran as fast as he could in the direction of the lion's roar. Then he found the lion trapped in the hunter's snare.

 Lion  saw a little mouse and Said “Oh Little mouse. I glad to see you. But, Please ask somebody to help me”. However a litlle mouse said  ”Hold still, Lion. I'll have you out of there in a jiffy! I will help you by myself”. Then little mouse began nibbling through the ropes with his sharp little teeth. Very soon the lion was free.

  The lion said thank you to little mouse “I did not believe that you could be of use to me, little mouse, but today you saved my life,” said the lion humbly. ”it was my turn to help you, Lion” answered the mouse. The lion said again “ Forgive me because yesterday I had to scorn you”.  A little mouse was smilling. Finally Lion and little mouse became best friend forever.


This is my handmade. If you want it, please contact me ^^

Membayangkan bahwa lagu ini untuk saya :D





"When I see your face
There's not a thing that I would change
'Cause you're amazing
Just the way you are

And when you smile
The whole world stops and stares for awhile
'Cause girl, you're amazing
Just the way you are"
Aku bertemu dengannya lagi. Kali ini dengan kondisi yang jauh lebih rumit dari sebelumnya. Kupandangi wajahnya lekat-lekat. Ia masih sama seperti saat pertama kali aku bertemu dengannya.

Aku bingung bagaimana memulai pembicaraan dengannya. Terakhir kali di pertemuan itu aku sangat marah kepadanya. Tapi syukurlah karena akhirnya aku mampu berdamai dengannya.

Pertemuan kedua ini sangatlah berbeda. Tak ada perasaan marah sedikitpun padanya. Hanya, selaksa lubang hati yang telah tergali perlu segera kuobati, dan aku berharap dengan diaolog kecil padanya lubang itu dapat tertutupi.

"Hei Lara, apa kabar?" aku menyapanya. Lara menyunggingkan senyumnya padaku.

Lara mendekat kepadaku. Kini kami berhadapan dengan jarak hanya setengah meter. Tangan kanannya kemudian  memegang bahuku "Luapkan segala gundahmu." katanya padaku.

Ah, Lara kau seakan tahu apa yang ingin akan aku ungkapkan padamu. Sudut mataku mulai tergenang air. Dan sedetik kemudian bulir-bulir air luruh satu persatu lewatnya. 

Aku bingung harus memulai darimana "Aku... aku..." ucapku tertahan. Aku malah terisak. Melihat itu Lara kemudian memelukku. Seakan ia ingin berbagi beban dengannku.  

"Keluarkan saja semuanya..." bisik lara ke telingaku.

Aku menarik napas panjang, mencoba mengumpulkan bait-bait kekuatan untuk mengeluarkannya "Aku merasa gagal, Lara. Gagal menjadi seorang bidadari... Padahal dahulu... hal itu yang sangat aku inginkan." ungkapku terbata-bata.

Lara mengusap punggungku lalu berkata "Tidak ada kata terlambat, Kawan" ucapnya mencoba menenangkanku.

"Ah, kau tidak mengerti, Lara. Begitu banyak lubang di hatiku. Ia terus tergali tanpa pernah bisa aku mengendalikannya. Padahal aku tahu, Lara lubang itu sangat tak pantas ada. Aku bagaikan daun kecil yang hendak menyalahkan akarnya. Aku tahu itu tak pantas. Namun seakan kicauan iblis terus saja mengibaskan hatiku untuk semakin menggali lubang itu. Ah, aku bahkan mulai benci dengan diriku sendiri, Lara...." Aku tak sanggup melanjutkannya.Bulir air mata semakin deras mengalir dari sudut mataku.

Lara mengencangkan pelukannya. Seketika damai menyelimutiku kembali. Ah Lara, kau memang malaikatku.

"Sudahkah kau adukan ini pada penciptaMu?" tanya Lara padaku.

Aku terdiam. Pikiranku mencoba mengingatnya. Iya, akhir-akhir ini aku memang jarang melakukan komunikasi intensif denganNya.

"Aku memang tak pernah tahu apa yang bergejolak pada hatimu" ucap Lara kembali sambil terus memelukku "Tapi, penciptaMu pasti tahu apa yang bisa menenangkanmu. Ia akan memberimu jalan keluar, tapi tentu saja kalau kau memintanya dengan penuh kesungguhan." 

Aku melepaskan pelukannya padaku. Kini, kutatap wajah teduhnya. "Lara, entahlah.... aku tak tahu apa yang terjadi pada diriku. Perasaanku bergejolak pada setumpuk hal. Aku tahu dunia ini tak pantas untuk dilenakan. Namun Lara, perasaan itu terus saja muncul. Rasa rindu terhadap hadirnya pucuk baru yang kemudian membuat iri terhadap rekanku yang sudah memilikinya. Rasa khawatir terhadap bilangan angka yang menari dalam hidupku, namun datangnya permitaan bakti itu terkadang membuat lubang hatiku semakin besar. Belum lagi perasaan tanpa daya yang terus saja menerpaku. Ah Lara, rasanya aku jauh...jauh... sekali dari impian untuk menjadi bidadari" aku kembali terisak didepannya.

Lara menyeka airmataku, ia menyunggingkan senyumnya yang paling damai. "Kesadaranmu itu sudah menjadi pondasi tersendiri untukmu, Kawan. Tinggal melebarkan sendi-sendi kesabaranmu, dan tentu saja menutup lubang-lubang hatimu dengan rimbunnya keikhlasanmu."

Ah Lara, kau selalu bisa mendamaikan diriku.

Aku merenung. Merenung tentang kemungkinan aku melakukan apa yang Lara ucapkan. Ah ya, rasanya aku pasti bisa melakukannya.

"Baiklah, aku akan mencobanya Lara. Bukan saja untuk diriku, terlebih ini untuk kedua orangtuaku." tekadku dalam hati. "Terima kasih, Lara karena engkau selalu bisa mendamaikan diriku."

Lara kembali menyunggingkan senyumnya. Aku yang berada dihadapnya pun seakan tersihir karena juga menyunggingkan senyuman kedamaian itu di dalam cermin.


http://craigstephens.blogspot.com/2007/10/mirror-ball-2-55x7.html

Saya sedang kalut, kalut sekalut-kalutnya. Entah mengapa seperti tidak punya pijakan dalam hidup. Sepertinya iman saya lah yang sedangcompang-camping.

Saya gamang tentang masa depan. Seperti ada beban berat yang menghimpit. Pun saya sulit mendefinisikan beban tersebut.

Jujur saya iri, iri sekali pada mereka yang sepertinya bahagia hidupnya. Punya kesibukan yang mengasyikkan, punya anak-anak yang menentramkan, dan berada di tengah mereka yang menyenangkan.

Ah, tapi kemudian saya sadar semua "kekalutan" dan "kegamangan" ini bersumber dari hati saya.  Saya yang kurang pandai bersyukur, saya yang selalu cemas, saya yang semakin menjauh dariNya, dan saya yang terkungkung oleh kecemasan yang berlebihan.

Ya, manusia memiliki cobaannya masing-masing. Belum tentu yang kita lihat bahagia, 100% hidupnya benar-benar bahagia.

Dan kini saya mencoba mendefinisikan kebahagiaan (kesyukuran) saya:
1. Punya orangtua yang sangat cinta dan kasih kepada saya
2. Punya suami yang baik dan luar biasa sabar menghadapi saya
3. Bisa merasakan tinggal di luar negeri yang banyak orang mungkin menginginkan itu
4. Bisa pacaran tiap weekend sama suami
5. Bisa belajar renang tiap minggu meskipun gak maju-maju keahliannya
6. Bisa bikin aneka masakan semau yang saya mau.
7. Bisa sering naik pesawat tiap bulan (wkwkwk)
Dan masih banyak lagi bisa-bisa lainnya.


Ya, saya hanya perlu mengulang definisi kebahagiaan saya. Kalo kata orang, bahagia itu letaknya di dalam hati. Ya, saya bahagia, dan akan lebih bahagia lagi kalo Allah ridho akan kebahagiaan saya.

Masalah masa depan itu urusan Allah. Toh kalo emang Allah belum jua berkehendak, mau protes kayak gimanapun gak bakalan bisa. Kini yang bisa dilakukan untuk "mempercepat" datangnya amanah indah itu ya dengan ikhtiar dan "rayuan" agar Allah segera berkenan mempercayakannya kepada kami. Dan kembali meneguhkan diri kalo Allah akan segera memberinya (karena prasangka Allah menurut prasangka hambaNya).

Ya Allah, bantu hamba untuk berprasangka baik pada  diri hamba sendiri. pada orang-orang di sekitar hamba, dan juga tentunya berprasangka baik padaMu.
Salam, Guys.

This is my first time writing the article in this blog with english. So, i'm so sorry if  the grammar is wrong. But i really pleasant if you are correction the grammar in this article :).

I will write short story. It's about my fear. I don't know, i always fear before do something new. I think my husband already dissapointed with my fear :(. But he's still be patient to encourage me to do something better. Ah, i am really grateful coz Allah sent him for me.

Ok, that's all that i want to share with you for the first english time. Hope the next friday i will tell you more than this :D
Assalamu’alaikum, Calon Anakku.
Apa kabar, Nak kamu di sana?  Kutulis surat ini untuk menggambarkan betapa rindunya aku akan hadirnya dirimu. Kita mungkin belum pernah saling tatap, apalagi bersentuhan. Akan tetapi, Nak aku yakin suatu saat nanti kita akan menjemput takdirNya dalam pertemuan itu. Dan izinkan aku menumpahkan bait-bait rinduku ini dalam secarik tulisan agar kelapangan terus menghampiriku dalam penantian menjemput hadirmu.

Jundi
Kusebut kau demikian, Nak karena kuingin dirimu kelak akan menjadi salah satu tentaraNya. Tak muluk-muluk Nak, cukup jadilah seorang Jundi yang tidak pernah mempersekutukanNya dengan sesuatu apapun.

Jun,
Dahulu sebelum aku menikah dengan ayahmu, aku membayangkan kau akan hadir tidak lama setelah masa pernikahan kami. Ah Jun, itu mauku tentu, tapi Allah punya rencana lain untuk kita. Sembilan bulan bilangan waktu bersama ayahmu telah berlalu. Allah masih menyimpanmu dalam rentang waktu yang tak pernah kami ketahui.

Jun,
Sembilan bulan telah aku lewati bersama ayahmu. Kini Aku merindumu, Nak. Merindu karena kelak engkaulah yang akan menemani hari-hariku untuk mendampingi ayahmu. Merindumu karena aku ingin engkau yang memecahkan keheningan dan kesepian saat ayahmu tengah berjuang menjemput rezekiNya.

Jun,
Dari sebelum menikah pun aku telah merindumu. Maka Jun, di bilangan bulan ini betapa besar rasa rinduku padamu. Bukan hanya aku yang merindukanmu. Sudah banyak pula orang-orang di sekitarku yang menanyakan keberadaanmu dalam rahimku.

Ah, Jun mungkin pertanyaan kehadiranmu pada awalnya kuanggap sebagai pertanyaan wajar bagi pasangan yang baru saja melewati beberapa bulan umur pernikahan. Akan tetapi, aku merasakan akhir-akhir ini pertanyaan itu justru menjadi “tekanan” tersendiri untukku. Aku tahu, Jun bukan maksud mereka seperti itu. Akan tetapi entahlah, Jun. Kuakui aku mungkin terlalu lemah sehingga pertanyaan-pertanyaan tentang kehadiranmu justru  semakin membuat  relung hatiku menjerit.

Lalu kuadukan perasaan-perasaan itu pada ayahmu, Jun. Lelaki terbaik yang Allah sandingkan untukku. Bersykurlah aku karena ia dengan segala kesabaran dan kebijaksanaannya berhasil menenangkanku untuk  terus bersabar dalam penantian akan hadirnya dirimu.

Ah Jun, tapi rupanya kata-kata ayahmu itu belum bisa sepenuhnya benar menenangkanku. Kecemasan itu masih ada, Jun. Kecemasan yang perlahan-lahan membuatku berprasangka buruk denga takdirNya. Namun tahukah, Jun, Allah rupanya masih sangat sayang pada bundamu ini. Rasa sayangnya tertuang lewat untaian tausiyah orang-orang pilihannya.

Pertama, dari seorang ibu yang bijaksana di Singapura. Saat itu dia bertemu denganku. Dan seperti biasa orang-orang yang bertemu denganku, pertanyaan tentang hadirmu terucap juga lewat lisannya. Mendengarnya aku langsung tertunduk, Jun dan dengan perlahan kubilang “Tau nih, belum Bu”. Melihat itu Ibu tersebut seolah tahu perasaanku, lalu ia berucap, “Atuh jangan gitu bilangnya. Harusnya bilang, doain aja ya Bu, semoga segera”.

Seketika aku tersadar, Jun. Ya, aku terlalu lemah sampai-sampai menganggap pertanyaan tentang hadirnya dirimu merupakan suatu beban untukku. Harusnya aku mengubah sudut pandangku, Jun. Ya, dengan menganggapnya sebagai suatu lantunan doa untuk menyegeranya kehadiranmu. Seperti  kata salah seorang sahabatku, Jun bahwa kita tak pernah tahu doa siapa yang akan dikabulkan. Dan bisa jadi doa-doa orang yang tulus bertanya itulah yang menghantarkan hadirmu untuk segera berada dalam dekapan kami.

Tak hanya itu, Jun. Aku juga mengambil banyak pelajaran dari teman-teman yang telah berbilang tahun menanti kehadiran jundiNya. Setahun, dua tahun, tiga tahun, bahkan tujuh tahun, Jun. Penantianku padamu jelas masih tak ada apa-apanya dibanding mereka. Satu kunci yang tak pernah mereka lupakan, Jun yaitu berbaik sangka dan benar-benar pasrah kepada Allah, sang pemilik para jundi.

Dan kasih sayang yang paling aku rasakan kedahsyatannya tercurah melalui lisan seorang ustadz yang aku dengar di kajian kampus kemarin. Ya, seakan Allah memang menakdirkanku untuk kembali sejenak ke tanah air. Ia menuntunku bertemu dengan nasihat indah dari lisan ustadz itu. Beliau berucap, ada empat hal yang bisa diusahakan seorang hamba untuk menjemput takdirnya. Pertama dengan sebaik-baik rencana. Kedua dengan sebaik-baik prasangka kepadaNya, ketiga dengan sebaik-baik ikhtiar, dan yang menjadi pamungkasnya adalah dengan sebaik-baik doa. Dan, Jun. aku sadar sama sekali aku belum mengusahakan yang terbaik bagi keempat hal tersebut. Aku bermimpi untuk menjadikanmu seorang yang bertaqwa kepadanya, ah jun tapi perilaku ibadahku masih belum mencerminkan sisi kehambaanku padaNya. Aku ingin menjadikanmu seorang hamba yang bergantung pada firmanNya, tapi Jun membaca firmanNya saja masih aku tempatkan dalam sisa waktu tiap harinya. Aku bermimpi Jun ingin menjadi ibu yang terbaik untukmu. Namun melihat persiapanku sekarang kuyakin mimpi itu hanya sekedar omong kosong belaka.

Kini aku sadar, Jun. Aku akan berusaha melayakkan diriku agar menjadi salah satu hambaNya yang pantas dititipkan dirimu. Ya Jun, aku akan belajar dari ketauhid-an bunda Hajar bahwa Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan seorang hamba yang beriman padaNya.

Dan pada saatnya kelak, Jun saat dimana tanda-tanda kehidupanmu mulai terlihat dalam diriku, aku sudah siap menjadi seseorang yang mampu membesarkan calon pemimpin seperti dirimu. Dan kuyakin waktunya akan berbanding lurus dengan persiapanku (dan tentunya ayahmu), Jun dalam mempersiapkan hadirnya dirimu. Aku berazzam, Jun tidak lama lagi. Ya, takdir terindahNya kelak akan mempertemukan kita di waktu yang tepat dan di saat yang pantas. Dan sampai saat itu, Nak semoga aku selalu menjadi seorang yang sabar dalam rentang takdirNya.

Sampai bertemu, Nak dalam batas waktu itu.

Seseorang yang selalu merindumu,
Ibumu.






“Oke, nanti jam 9 malam di jalan mawar ya? Noted!”

Kulirik jam dinding di kamar kosanku. Masih ada empat jam lagi sebelum jam 9. Kutatap wajahku di cermin, ah cantik seperti biasanya. Tinggal dipoles sedikit pasti lebih cerah.

Tak terasa sudah satu jam aku mematut diri di depan cermin. “Hmm, oke waktunya berangkat sekarang biar gak terlambat.”

Jakarta di malam hari masih sama seperti siangnya. Sahut-menyahut klakson menjadi polusi tersendiri di ibukota ini. Ah, aku jadi rindu suasana kampung tempat kecilku di besarkan. Damai, tenteram, dan pastinya tidak seganas seperti kehidupan di Jakarta saat ini.

Jl.Mawar no 7, ini dia rumahnya. Kupencet bel yang tersembunyi di sela antara pagar dan tembok. Tak berapa lama seorang lelaki keluar. Ya, ini dia calon produserku. Produser yang berjanji akan memberiku pekerjaan jika aku mau memenuhi permintaannya malam ini.

"Wah, Saya enggak nyangka kamu beneran datang. Saya kira kamu artis baik-baik. Enggak taunya sama aja kayak artis yang lain."

Aku tertunduk mendengar ucapannya. Hati kecilku semakin kuat mendorongku pergi dari tempat ini.

"Ayo, ayo masuk. Kasihan cantik-cantik dibiarkan dianggurin di luar. Nanti bisa-bisa calon bintang film saya ini sakit lagi, kan gawat.", lelaki itu membuka pintu rumahnya lebar-lebar. Mulutnya menyeringai menunjukkan sisi belangnya.

Aku masih tak bergeming. Pikiranku melayang pada sosok wanita tua yang bergantung padaku di suatu pelosok. Emak, apa yang harus aku lakukan? Marahkah kau, Mak jika kau tau aku berbuat sehina ini?


***

“Cantik pisan anak emak. Udah gede mau jadi apa?”

“Mau jadi artis, Mak. Biar masuk TV!” Gadis kecil itu masih berlenggak-lenggok di halaman rumahnya. Sang Emak tersenyum, menerawang masa depan anaknya yang mungkin akan berubah ketika ia menjadi artis di ibukota nanti.


*bermaksud ingin ikut lomba ini tapi keknya belum PD aja dengan ceritanya. Yaudah deh, di post di Blog aja. ^^



Bismillah....

Sobat pembaca yang budiman, kali ini saya mau cuap-cuap soal media. Errr... ini sebenernya hasil pengetahuan yang saya dapet dari kuliah psikologi media. Kenapa tiba-tiba saya mau nulis ini? Alkisah saya melihat bahwa akhir-akhir ini terjadi banyaknya pemberitaan yang sangat-sangat menjurus ke jalur fitnah. Judul yang disimpulkan tidak cukup sesuai dengan isi yang ditampilkan. Atau terkadang pemberitaan tidak sesuai dengan apa yang katanya terjadi sebenarnya. Dan karena saya udah pernah ngikut kuliah media, jadi saya mah gak kaget-kaget amatlah kalo nemu yang kayak gitu.Cuma ya itu, terkadang saya kasihan sama orang-orang yang "gampang" percaya sama media dan akhirnya malah jadi ikut-ikutan buruk sangka.

Baiklah, cukup intronya. Sekarang kita mulai ya....

Menurut McQuail (dalam Lorimer & Scannell, 1994), media massa adalah:

1. Sekumpulan berita yang berbeda-beda

2. Melibatkan penggunaan teknologi tertentu sebagai sistem pendukung

3. Berhubungan dengan Institusi hukum yang formal atau tempat pemasaran media

4. Berjalan mengacu pada hukum, peraturan, serta kode etik tertentu.

5. Diproduksi oleh orang yang memiliki peran tertentu, misalnya pemilik

6. Menyampaikan informasi, hiburan, gambar, serta hiburan kepada khalayak ramai

Pada dasarnya media massa berfungsi untuk menjembatani antara individu dengan apa yang terjadi pada dunia luar. Media juga berfungsi untuk membahasakan berita sedemikian rupa sehingga individu dapat memperoleh sensasi dari berita tersebut ( ini yang namanya fungsi Interperts). Media juga dapat berfungsi sebagai platforms, yaitu sebagai penyampai informasi kepada publik (biasanya ini yang digunakan pemerintah kalo ada pengumuman-pengumuman sesuatu). Media juga terkadang berfungsi sebagai barriers, sesuatu yang justru menghalangi tersampainya informasi mengenai kejadian yang sesungguhnya.

Dari macam-macam fungsi media tersebut, tentunya media mempunyai efek, berikut beberapa efek dari media:
1. efek cepat dan relatif sama, mungkin ini bisa diambil contoh dari peristiwa yang terjadi di Amerika pada tahun 1938. Terjadi kepanikan yang luar biasa pada masyarakat. Setelah ditelusuri,  ternyata kepanikan tersebut bermula dari sebuah sandiwara yang disiarkan salah satu stasiun radio. Sandiwara tersebut mengisahkan tentang penyerbuan makhluk Mars ke bumi yang sedang berlangsung. Tingginya tingkat popularitas stasiun radio tersebut serta begitu hidupnya pelakonan sandiwara, berhasil membuat masyarakat Amerika berpikir bahwa hal yang disiarkan bukanlah sandiwara, melainkan laporan langsung dari tempat kejadian (www.dirgantara.icdx.org).

2. efek kondisi, tergantung pada kondisi dan siapa/bagaimana audiensnya. (contohnya mungkin saat peristiwa kerusuhan mei 1998 kali ya?)

3. efek kumulatif, exposure berulang-ulang. contohnya pencitraan bahwa yang cantik itu yang putih. Diiklankan terus dan terus, lama-lama terstandar  bahwa yang cantik itu yang putih.

Terdapat beberapa macam lagi mengenai efek dari media, yaitu:
a. efek terhadap perilaku,  contohnya meniru selebritis, dsb.
b. efek terhadap sikap; kognitif : ketika mendengar pemboman secara otomatis berpikir bahwa yang melakukan adalah kelompok agama tertentu; afektif: akibat dari efek kognitif di atas, bisa berpengaruh kepada kebencian pada kelompok tersebut -> akhirnya menghasilkan sikap.; Clasical conditioning: asosiasi sebuah produk dengan model seksi.
c.  efek terhadap kognitif, berpengaruh pada pengetahuan dan pemikiran. Baca media yang berbeda juga akan memiliki dampak yang berbeda. kenapa bisa begitu? nantikan penjelasannya.
d. efek secara psikologis; sexual arousal, adrenalin, reflex, denyut jantung.

Bermacam-macam efek yang dijelaskan ini terntunya akan membuat kita semakin hati-hati dan waspada dalam menyikapi berita di media. Di dalam berita sendiri, pencitraan yang dilakukan bergantung paada editor dan afiliasi dari media tersebut. Jadi benar adanya ungkapan yang bilang bahwa "Jika kamu ingin menguasai dunia, maka kuasailah media." Contoh peristiwa ini terjadi dalam rencana penggulingan Hugo cavez yang saya lihat dari sisi film dokumenter. Pihak oposisi di sana (swasta) menguasai 100% media sehingga ketika ada bentrok yang terjadi digambarkan seolah-olah pihak Chavezlah yang menembaki demonstran. Akan tetapi karena rakyat lebih memilih chavez maka kudeta tersebut akhirnya dapat digagalkan.

Ya, sebegitu dahsyatnya memang efek media. Media bisa membuat seorang wanita rela berusaha memutihkan kulitnya dengan berbagai cara. Media bisa juga mendorong wanita mengalami anorexia. Media bisa membuat massa membenci satu organisasi tertentu sesuai dengan keinginannya. Maka dari itu teman-teman, yuk cerdas dalam menelaah media. Jangan termakan mentah-mentah suatu berita dan jangan sampai kita menjadi salah satu korban dari media.
Tadinya bermaksud menulis ini di perpus  Jurong West, tapi berhubung hujan tak apalah ya nulisnya di rumah aja. :D

Kali ini saya akan berbagi tentang kisah Nabi Yusuf a.s. Apa yang anda pikirkan ketika nama Yusuf a.s disebutkan? Ketampanan, Kisah cinta (yang sebenernya saya masih mencari-cari ke-valid-an jodohnya Yusuf dan Zulaikha), pengirisan tangan yang dilakukan oleh perempuan yang menatap yusuf sangking takjubnya, atau tafsir mimpinya?

Hampir semua orang mengasosiasikan hal-hal di atas dengan Yusuf a.s. Ketampanan Yusuf a.s memang sudah terkenal sebanding dengan ketampanan setengah penduduk dunia (inilah yang kemudian berhasil menggoda imroatul Aziz). Selain itu Yusuf juga diberi mukjizat oleh Allah SWT menafsirkan mimpi, dan mukjizat  inilah yang kemudian yang menghantarkan Yusuf keluar dari penjara dan menjadi pembesar.

Itulah sebagian hal yang kita kenal atau banyak diceritakan tentang Yusuf a.s. Akan tetapi tahukah bahwa ternyata kisah Nabi Yusuf a.s merupakan satu-satunya kisah nabi yang di dalam Al-Qur’an dikisahkan secara lengkap oleh Allah SWT. Yusuf secara lengkap dikisahkan mulai dari masa kecil hingga dewasa, dan menjadi raja. Di sini  Allah ingin memberi pengajaran kepada kita bahwa roda kehidupan manusia terus berputar.

Semasa kecil, Yusuf (dan benyamin) menjadi anak kesayangan orangtuanya. Saudara-saudaranya pun merasa iri akan hal ini. Yusuf pun kemudian dimasukkan ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya. Ia lalu ditemukan oleh musafir dan Yusuf pun dijual sebagai budak kepada salah seorang pembesar mesir. Yusuf  kemudian diangkat sebagai anak oleh pembesar itu. Saat dewasa Yusuf pun tertimpa fitnah dengan istri dari pembesar mesir tersebut (Imroatul Aziz). Peristiwa itu kemudian menghantarkan Yusuf ke penjara (karena ia lebih memilih dimasukkan ke dalam penjara). Di penjara inilah ia kemudian memperoleh mukjizat mampu menafsirkan mimpi. Singkat cerita berkat tafsir mimpinya ini Yusuf kemudian menjadi seorang pembesar (raja) di Mesir.

Alur kisah Yusuf ini mengajarkan kepada kita tentang naik-turunnya kehidupan (nasib) seorang manusia. Hikmah dari kisah yusuf adalah bahwa kenikmatan yang kita peroleh saat ini bisa saja dengan cepat tercerabut jika Allah menghendakinya. Sebagai seorang mukmin kita diperintahkan untuk mengibaratkan hidup di dunia seperti seorang pengembara. Sabda Rasulullah SAW:

Dari Ibnu Umar radhiallahuanhuma berkata: Rasulullah SAW memegang pundak kedua pundak saya seraya bersabda:” Jadilah engkau di dunia seakan-akan orang asing atau pengembara.” Ibnu Umar berkata: “Jika kamu berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari jangan tunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk (persiapan saat) sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu” (H.R Bukhari).

Oleh karena itu ketika seorang mukmin sedang diuji oleh Allah SWT dengan kesulitan maka tidak sepatutnya kita kecewa dan merasa berkecil hati karena memang semua yang dimiliki saat ini merupakan “pinjaman” dari Allah SWT. Sebaliknya, jika seorang mukmin sedang diuji dengan kenikmatan sudah sepatutnya bersyukur dan tidak boleh merasa sombong dengan apa yang sedang diperolehnya. Nabi Yusuf a.s mengajarkan kepada kita untuk selalu sabar dan taqwa di dalam kondisi apapun. Seperti yang diterangkan di dalam surah Yusuf: 90

"Mereka berkata: “Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?” Yusuf menjawab: “Akulah Yusuf dan ini saudaraku. Sesungguhnya Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami”. Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik”. 

Kunci kesuksesan yang dilakukan Yusuf di alur naik dan turun hidupnya adalah dengan bersabar dan bertaqwa. Dan dua kunci kesuksesan ini  dapat diperoleh oleh seorang mukmin salah satunya melalui P U A S A. Semoga kita bisa meneladani Nabi Yusuf a.s dan menjadikan sabar dan taqwa sebagai kunci dalam mengarungi hidup ini. Aamiin.







*tulisan ini merupakan hasil obrolan bersama suami yang merupakan materi ceramah seorang ustadz di KBRI kala Ramadhan


** Subahanakallahumma wabihamdik, Asyhaduanla ilaha illa ant, Astaghfiruka, waatubu ilaik.

Bersinggungan dengan orang lain adalah suatu keniscayaan yang akan terjadi dalam hidup. Interaksi pada masa ini tidak hanya terjadi secara langsung, tetapi juga pasti terjadi di dunia maya. Jika singgungan yang di dunia nyata dapat terjadi secara fisik (co: menyenggol) dan verbal, singgungan di dunia maya terjadi melalui tulisan. Terlebih di dunia maya tulisan sangat mudah diinterpretasi dengan bermacam-macam rasa, tergantung dari suasana dan kondisi si pembaca. Tak ayal singgungan di dunia maya ini terkadang berpengaruh terhadap jalinan yang terjadi di dunia nyata.

Contoh terbesar dari singgungan di dunia maya adalah melalui Facebook. Facebook menyediakan berbagai macam sarana kepada para pengguna untuk berbagi seperti status, foto, tulisan, dan juga video. Aplikasi-aplikasi di Facebook jelas memudahkan seseorang untuk terasa lebih dekat dengan orang lain (secara bersama-sama) dalam ratusan atau bahkan ribuan kilometer yang membentang. Bagi yang menjalani Long Distance Relationship, Facebook menjadi sarana murah untuk berkomunikasi karena penggunaan facebook yang memang mudah dan luas.

Kemudahan yang diberikan facebook untuk berbagi membuat semakin banyak celah singgungan antara teman yang satu dengan teman yang lain. Contohnya sepasang suami-istri yang menjalani LDR. Mereka berbagi afeksi serta kenangan untuk mengatasi jarak yang membentang di Facebook. Terdapat dua kemungkinan yang akan terjadi dengan teman-teman di lingkaran pertemanan mereka. Bagi teman yang memang “tidak terpengaruh” (karena status yang memang sudah double atau karena mereka orang yang super cuek) dengan hal-hal PDA semacam itu tentunya tidak akan ambil pusing. Akan tetapi di sisi lain bagi orang-orang yang masih belum menemukan pasangan hidup, hal-hal seperti itu bisa jadi akan membuat “luka” dan cemburu. Tidak ada yang salah dengan dua sisi tersebut. 

Penyikapan-penyikapan itu memang bergantung pada kondisi dan situasi yang ada dari “pembaca”. Akan tetapi alangkah baiknya bila kedua belah pihak (dalam hal ini si pembagi dan si pembica) menyikapi pula dengan kelapangan hati. Si pembagi memang memiliki hak untuk berbagi di dinding facebooknya. Akan tetapi membagi sesuatu yang berlebihan bukanlah merupakan sesuatu yang baik. Si pembaca juga jangan asal menjudge si pembagi sengaja memamerkan atau apapun itu. Karena bisa jadi status, foto makanan, atau apapun itu bukan benar-benar dimaksudkan hanya kepada pasangannya. Bisa jadi itu merupakan salah satu cara untuk memberitahukan kepada handai taulan bahwa mereka baik-baik saja.

Kedua belah pihak (si pembagi dan pembaca) memang harus memiliki kelapangan hati yang luas karena inilah resiko hidup di dunia maya (dalam hal ini perFacebookan). Saya sendiri masih belajar melapangkan hati atas apa yang silih berganti terjadi di newsfeed yang saya terima ketika membuka Facebook. Saya tidak  bisa serta merta menjudge atau apapun itu ketika teman saya berbagi di sana karena memang inilah resikonya. Saya sendiri sedang belajar, termasuk ketika ada status seorang kawan yang menyatakan bahwa bisa jadi upload-an foto-foto makanan yang ada di Facebook dari seorang wanita, berpotensi menjadi semacam godaan buat pria. Sebagai seorang yang suka meng-upload foto itu, saya merasa “sakit” dengan kritikan ini. Tujuan mengupload foto "itu" menurut saya bukan hanya sekedar untuk “pamer” namun bisa jadi sebagai salah satu cara memberikan kabar kepada kerabat (misalnya orangtua) bahwa anaknya baik-baik saja hidup jauh dari mereka.

Akan tetapi setelah saya memikirkannya, saya kemudian bisa menerima kritikan ini dengan hati yang lapang. Ya, bisa jadi memang status, foto, atau apapun itu yang kita bagi secara tidak sengaja melukai atau membuat ketidaknyamanan pada orang lain. Jika saya tidak lapang hati dengan status tersebut maka saya sama saja dengan orang yang tidak menyadari adanya resiko berbuat kesalahan di jejaring sosial. Alhamdulillah, dengan kejadian ini saya akan lebih berhati-hati untuk berbagi di Facebook. Atau mungkin karena saya yang tidak mau mengambil resiko sakit hati, saya perlahan-lahan akan menarik diri dari jejaring sosial ini. 

Oleh karena itu saya ingin meminta maaf apabila ada status, foto, komentar, atau apapun itu yang secara tidak sengaja melukai hati teman-teman. Saya hanyalah insan yang berbuat khilaf. Maka maaf dari teman-teman semua sangatlah saya harapkan agar menjadi pengurang timbangan keburukan saya di akhirat nanti.

Ya, manusia memang tak pernah punya kebebasan sepenuhnya karena kebebasannya dibatasi oleh kebebasan orang lain. Pandai-pandailah berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain karena kita tidak akan pernah bisa hidup tanpa orang lain.

فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (An-Nisa`: 19)


ini bisa jadi ini neraka atau surga kita, tergantung bagaimana kita men"jadi"kannya





Di usia galau, yah kira-kira di usia setelah lulus SMA di kala itu, aku sangat senang berburu untuk datang di seminar pra nikah. Maklumlah, dulu waktu SMA cuma bisa dapet ilmu lewat buku. Sekarag pas kuliah, saat dimana banyak bertebaran seminar pranikah (gratis), otomatis aku tidak mau begitu saja melewatkannya. Inilah salah satu momen dan ilmu yang aku rekam saat mengikuti seminar pranikah yang diselenggarakan di fakultasku.

“Bagaimana cara membedakan menyegera dalam menikah dengan tegesa-gesa dalam menikah…?” 
Aku memecah kesunyian auditorium psiko kala itu dengan pertanyaan pembukaan yang dahsyat (hehe, itu sih menurutku). Ya, abis bingung sih membedakan menyegera dengan tergesa-gesa. Pasalnya, akhir-akhir ini aku lagi membicarakan pernikahan dini (saat kuliah) dengan beberapa orang. Seperti biasalah, ada yang pro ada juga yang kontra.

Yang pro bilang “Kenapa mau melaksanakan kebaikan mesti ditunda?”. Hehe, aku sih sepakat bahwa yang namanya kebaikan gak boleh ditunda.

Tapi coba denger pendapat yang kontra “Realistis aja deh, mau hidup pake apa nanti, zaman lagi sulit begini…” Huff, aku juga tak menampik pendapat ini. Iya, juga ya, kalo dua-duanya sama-sama lagi kuliah ataupun si laki-laki udah kerja, tetep aja dia mesti nanggung hidup + biaya kuliah mereka berdua/ istrinya. Kan otomatis orangtua udah lepas tanggung jawab. Ah, jadi bingung…Eh, ko malah ngalor ngidul begini sih???

Lanjut ya ke pertanyaan yang aku ajuin ke Akh Salim. Taukah kawan, dia menjawab apa? Ukuran tergesa-gesa atau menyegera itu subjektif. Hehehe, yaiyalah…karena persepsi orang kan berbeda-beda ya?
Hmm, tapi Akh Salim menjelaskan bahwa perlu ada beberapa persiapan menuju pernikahan, yaitu:

1. Persiapan Ruhiyah
Meliputi kesiapan mengubah sikap mental menjadi lebih bertanggungjawab, bersedia berbagi, meluntur ego, dan berlapang dada coz kan kalo udah nikah udah hidup berdua dengan orang lain (istri/suami). Sabar dan Syukur serta menerima segala ketentuan Allah yang mengatur hidup kita seutuhnya

2. Persiapan Ilmu
Bersiap menata rumah tangga. Bagi akhwat, harus menjadi seorang manajer handal, coz dialah yang akan mengelola keuangan rumah tangga. Ilmu tentang komunikasi, ilmu tentang Ad-diin, ilmu tentang menjadi orangtua yang baik (parenting). Hehe, Akh Salim sendiri katanya mempelajari ilmu Parenting sejak SMA. (bagi kami anak Psikologi, ini mah udah jadi makanan sehari-hari, hehehe).

3. Persiapan jasadiyah
Yang punya penyakit2, harus segera diobati 

4. Persiapan Maadiyah (material)
Komitmen untuk segera mandiri

5. Persiapan Ijtima’iyyah (sosial)
Hmm, ini nih gak kalah penting, coz pasti kita juga akan terjun ke masyarakat bukan? Dan yang pasti harus memiliki visi dan misi kebaikan di lingkungan masyarakat kelak.

Nah, itu tuh persiapan-persiapan yang harus dilakukan. Tapi, yang namanya persiapan, artinya sebuah proses yang tiada henti. Maka, ukuran sampai mana harus dicapai sebelum menikah adalah juga relative. Hualah…dari tadi relative mulu? Hehehe, tapi ada satu parameter yang jelas dari Rasul, lohh…

“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa diantara kalian telah bermampu Ba’ah, maka hendaklah ia menikah, karena pernikahan lebih dapat menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan farj. Dan barangsiapa belum mampu, hendaklah ia berpuasa, sungguh puasa itu benteng baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Makna ba’ah di sini menurut sebagian besar ulama adalah kemampuan biologis. Adapun makna tambahannya,menurut Imam Asy Syaukani adalah al-mahru wan nafaqah, mahar dan nafkah. Sedang menurut ulama lainnya adalah penyediaan tempat tinggal. Tetapi, makna utamanya adalah yang pertama.

Jelas kan yang diperintah adalah bagi mereka yang mampu, kalo belum mampu… ya Puasa aja. Tapi, bagi mereka yang mampu, maka janganlah menunda-nunda! 

Huaa…udah ah. Sebenernya masih banyak lagi yang mau di share, tapi nanti2 aja ya…! Oh, iya, gara-gara pertanyaan ini, aku dapet buku gratis dari panitia loh! (Si Tami juga, karena kita berdua emang udah niat banget nanya biar dapet bukunya, hihihi. Alhamdulillah, Allah mendengar keinginan kami….). Hadiah Bukunya merupakan bukunya Salim A Fillah tentunya, yang judulnya “Bahagianya Merayakan Cinta”. Hehehe. Lumayan, jadinya tak usah merogoh kocek buat melengkapi koleksi buku-bukuku J

Itulah sebagian peristiwa dan hikmah yang kurekam saat berburu ilmu di semiar pranikah. Nampak sekali betapa sangat menggebu-gebunya keinginanku menikah di usia dini kala itu. Akan tetapi, tak semua teman-teman seusiaku saat itu, menggalau di usia ini. Ada beberapa teman yang selalu mengingatkan bahwa antusias di topik yang seperti ini bisa jadi menurunkan semangat kerja di urusan-urusan yang lain. Ada juga yang sepakat bahwa topik seperti ini memang harus dikaji sedini mungkin karena untuk sebuah kehidupan pernikahan yang akan kita habiskan hampir diseparuh umur kita kelak. Prokastinasi dalam hal ini bukan menjadi suatu pilihan untuk mempersiapkan sebaik-baik bekal. Ilmu tentang pernikahan bukan melulu yang Nampak indah dimata, tapi juga mencakup ilmu sebagai orangtua. Di tengah argumen dua kubu tersebut, ada satu sahabatku, Tery Marlita, yang dengan bijak menuliskan tentang antusiasme menikah di usia galau ini,

Pernikahan...
sebuah kata yang begitu sarat mengikat segalanya, menyatukan dan mendinamiskan...

Beruntunglah kita yang terlahir dan hidup dalam berislam, karena Alloh begitu ramah mempersilahkan kita untuk dapat mengenggamnya tanpa merasa bersalah,  bahkan segalanya menjadi ibadah...

Benar, pernikahan tak hanya sekedar berijab qabul...
ada banyak hal yang kita harus perhitungkan belajar... dan terus belajar...

Tak perlu merasa malu...
meski
tak perlu pula mengungkapnya lebih jauh saat kita baru mampu hanya sebatas shaum...


Poin penting yang bisa aku ambil dari kegalauan tentang menikah di usia itu adalah manfaatkan waktu dan kesempatan mendapatkan ilmu untuk mempersiapkan sebaik-baik bekal. Akan tetapi jangan sampai kita terlalu berlebihan mengumbar keinginan kita untuk menikah dini. Meskipun mungkin salah satu maksud “memperlihatkan” keinginan menikah muda di jejaring sosial, misalnya adalah untuk menjaring peng-aminan sebanyak-banyaknya dari teman, namun sepertinya akan lebih baik jika kita meminta secara sembunyi-sembunyi kepada sang Maha Cinta untuk mengabulkan doa-doa itu. Semoga dengan pinta yang melangit di tengah malam, Allah menyegera mengabulkan doa tersebut sesuai dengan apa yang kita mau. Dan ketika masa (menikah) itu tiba, tentunya mengabari saudara/i kita tentang hari indah itu akan terasa lebih membahagiakan dibanding menambah pikiran mereka tentang status-status galau kita di jejaring sosial.

wallahua'lam




27 Oktober 2011

Dahulu aku tak pernah menyangka akan menikah di usia 21 tahun. Pun sebenarnya bayangan nikah muda itu telah ada semenjak aku remaja. Saat booming-boomingnya buku Salim A. Fillah yang bercerita tentang romantisme indahnya pernikahan usia muda, aku pun juga bermimpi akan menikah di usia muda, bahkan jikalau bisa menikah saat masih berstatus sebagai mahasiswa. Alhamdulillah, Allah pun kemudian mengabulkan pintaku. Aku disandingkan dengan jodohku di usia 21 tahun, tepat 2 bulan sebelum genap berusia 22 tahun, dan juga masih berstatus sebagai mahasiswa .

Usia 21 tahun masih dipandang sebagai usia yang amat muda untuk menikah. Orang pun kadang masih menyangsikan kesanggupanku menikah. Aku tak ambil pusing. Toh yang tau diri ini siap atau tidak itu diriku sendiri, buat apa mendengar kata orang lain, begitu pikirku.

Entah karena begitu percaya diri aku bisa mengemban amanah ini, atau karena aku terpapar oleh teman-teman yang menikah muda, akhirnya aku pun mengambil keputusan itu. Tentu saja hal ini tak terlepas dari campur tangan Allah yang turut aku libatkan. Ya, dewasa itu memang sebuah pilihan. Teman-temanku yang menikah muda terlebih dahulu cuma berpesan bahwa keyakinan merupakan modal utama. Toh yang namanya belajar menjadi seorang istri akan terus berjalan sepanjang masa, bukan?

Peranku pun kemudian bertambah. Aku kini mempunyai status sebagai seorang anak, sebagai seorang mahasiswa, dan juga sebagai seorang istri yang ber-LDR (long distance marriage) dengan suaminya. Awalnya aku cukup shock membagi waktu antara tugas kuliah, bersilaturahmi dengan DUA orangtua, dan tentunya menjadi seseorang yang ada untuk suamiku. Untungnya dua orang temanku yang juga menikah muda (dan menjalani LDR) selalu setia berbagi keluh kesah denganku. Alhamdulillah semua dapat diatasi sampai pada waktu aku bisa hidup seatap dengan suamiku (di negeri orang).

Akan tetapi ternyata Allah telah mempersiapkan ujian lain dalam kondisi ideal (tinggal seatap dengan suami) ini. Ya, ujian yang benar-benar menguji kesabaran dan rasa kesyukuran kami. Tantangan demi tantangan yang harus hadapi di negeri orang ini semakin membuatku menginsyafi betapa tidak mudahnya menjadi seorang istri. Siapa yang sangka bahwa Allah akan menempaku di usia awal pernikahan kami dengan ujian seperti ini. 

Untungnya aku memiliki suami yang sabar membimbingku. Ya, Allah memang tau yang terbaik untukku. Dan lembaran-lembaran kisah penuh hikmah yang terserak itu kini akan ku coba rangkai menjadi kumpulan catatan kecil di sini. Semoga ini ternilai sebagai salah satu beban yang akan memberatkan timbangan kebaikanku


Alfizahra




Yaa... keknya bakal terancam LDR-an lagi. Berhubung izin tinggal saya di Sg masih belum jelas, mau gak mau terpaksa LDR-an lagi deh sampai statusnya jelas.

Mudah-mudahan bisa cepet beres ya. (aamiin)
Akan selalu ada
Masalah yang menghampirimu

Tak mungkin ia tak ada
karena ia sendiri berfungsi
sebagai jembatan yang lebih mendekatkan
antara kau dan Tuhan

Tak..tak...tak...tak...

Suara itu masih saja terddengar jelas di telingaku. Kulirik jam yang tegantung di tembok. Aih sudah lewat jam 2 pagi, masih saja kamar ini dipenuhi suara-suara itu.

Aku beranjak, tak enak juga rasanya mendengar suara tak-tak-tak itu, sementara aku lelap tertidur. Kubuka kamar, lalu melangkah  menuju dapur. Kuintip senyapnya kota lewat jendela dapur. Sepertinya hanya sedikit perbedaan suasana antara siang dan dini hari. Sangat berbeda dengan perbedaan suasana Jakarta di siang dan dini hari, batinku dalam hati. 

Aku bergegas mengisi air dalam ceret listrikku. Hanya mengisinya setengah penuh lalu meletakkannya di atas besi berbentuk lingkaran. Kutekan tombol on pada ceret listrikku itu.

Brsss....brsss..... suara air mulai menunjukkan titik didihnya. Kubuka lemari dekat kulkas, mengambil sesachet kopi lalu menuangnya ke dalam cangkir hijau bergagang. Tak lama kemudian tombol di ceret listrik berbunyi, tanda sang air sudah sampai pada puncak titik didihnya.

Kutuang air mendidih tersebut ke dalam cangkir, mengaduknya dan langsung membawanya kamar.

"Sudah hampir seminggu seperti ini"

"Maaf ya sayang, namanya juga kuli di negeri orang, jadi harus perform yang bagus", kata laki-laki dihadapanku, "Makasih ya karena udah selalu support aku, hehe", sambungnya nyengir, tangannya lalu meraih cangkir yang aku sodorkan.

Kutatap laki-laki di hadapanku ini. Ah ya...  yang namanya hidup, baik di negeri sendiri maupun di negeri orang memang butuh perjuangan. Dan salah satu bentuk kecil perjuanganku adalah dengan membuatkan secangkir kopi kepada laki-laki di hadapanku, yang tengah berjuang ini. 

Huhu... entah kenapa saya selalu deg-degan kalo lagi ngomong english sama siapapun. Meskipun singapur pake bahasa melayu juga, tapi tetep aja yang namanya english itu dominan di mari.

Allah, mudahkan saya untuk dapat lancar berbahasa yang satu itu...
*aamiin
Pernah denger pepatah ini:

Kasih Ibu sepanjang masa, sedangkan kasih anak sepanjang galah....

Mudah-mudahan saya tidak termasuk anak yang melupakan kasih orangtuanya (aamiin, dan semoga saya termasuk anak yang berbakti kepada keempat orangtuanya)

Iya, jadi saya baru saja membuat FF (Flash Fiction)  ini untuk diikutkan lomba di sini. Temanya tentang rindu, karena saya sedang rindu ibu, jadinya saya nulis tentang rindu seorang ibu.

Dan.... baru saja saya selesai menuliskan FF ini, tiba-tiba ibu nelpon....

Huhu, seneng banget rasanya. Apa ini ya yang namanya ikatan batin? :)

Pokoknya, Saya Sayaaang Banget Sama Ibu.... :*





Lucuuuu kan ni bocah?
Semoga segera diamanahi oleh Allah anak yang lucu kayak gini.
Allah... Aku mau satu yang kayak gini....
*aamiin...................................
Siapapun yang membaca, mohon doanya yaaaa..........



Ada satu rasa yang menyergapku akhir-akhir ini...

Hati yang bergejolak ketika melihat setangkai bunga di masa lalunya,

Kepala yang tertunduk  rapat ketika melihat betapa banyak bintang-bintang di sekelilingnya,

dan Jiwa yang bergejolak hebat ketika melihat betapa ia sangat bersinar di dunianya....



Duhai Allah, kini aku mulai memahami rasa yang dialami oleh bunda Aisyah,
Rasa itu kini sedang menggelayutku
Berharap tidak sampai membutakanku kelak
Allah, jaga rasa ini selalu dalam bingkai takwaMu


Untuk segenap cinta yang tercurah untukmu,

Kini aku mulai merasakan

Apa itu namanya

Cemburu.
Hihihi, rasanya geli sendiri kalo inget kejadian ini.

Jadi ceritanya sodara-sodara, saya dan suami pernah "digiring" untuk disidang saat berniat memasuki kembali wilayah singapur.

Begini ceritanya, ramadhan kemarin, saya dan suami masih memakai visit pass untuk tinggal di Singapur karena kebetulan  saat itu suami berhenti kerja dan sedang dalam proses mencari kerja. Visit Pass ini cuma berlaku selama 30 hari. Jadi, waktu itu ceritanya visit pass kami habis.

Pergilah kami menuju rumah seorang family yang ada di Johor Bahru, tepatnya di daerah Sri Pulai. Kami hanya bermalam sehari di sana. Saat keluar singapur dan masuk malaysia-nya gak ada masalah. Tapi saat keesokan harinya waktu mau masuk singapur, petugas imigrasi singapur bertanya-tanya pada a' delta karena  sudah lebih dari 2 kali menggunakan visit pass. Aa' pun menjelaskan bahwa saat ini ia sedang dalam proses mencari kerja.

Ketatnya prosedur masuk dari wilayah Johor ini membuat petugas tersebut tidak serta merta memberikan cap izin tinggal selama 30 hari. Saya yang waktu itu berada di belakang A' Delta udah deg-degan gak karuan. Takut banget kalo emang ternyata kami gak boleh masuk dan diharuskan pulang ke Indo saat itu juga. Saya mikir, gimana nasib barang-barang kami yang ada di flat.

Tapi ternyata kami malah diminta untuk mengikuti salah satu petugas menuju ruang "sidang". Saya yang baru sebulan di Singapur jelas bukan main takutnya. Tiba-tiba terbersit suasana interogasi seperti di film-film itu (ahahaha, terkonstruksi sama media ini mah :p). Dan memang penjagaan super lapis membuat saya bener-bener jiper saat itu. Terlebih saya khawatir dengan kendala bahasa karena english saya yang masih amburadul.

Kami memasuki sebuah ruangan dengan keamanan berlapis. Saat masuk ke ruangan tersebut, sang petugas harus menggesek kartu acsess card terlebih dahulu, persis seperti yang saya lihat di film-film (sumpaaah, hal ini semakin menakutkan saya :D).

Ruangan tersebut lumayan "ramai". Saya dan A' Delta duduk di bangku baris kedua dari depan. "Abang tunggu di sini ya...", kata petugas tersebut.

Saya dan A' Delta pun duduk. Berkali-kali saya bertanya sama A' Delta perihal yang akan ditanyakan di dalam ruangan tersebut. Saya berusaha menghafal alasan yang akan diutarakan dengan english *maklum, english saya kan jelek.

A' Delta menyuruh saya tenang, "Mendingan Al-Matsuratan aja, Sayang... biar gak deg-degan", begitu katanya. Saya pun nurut dan mulai melafalkan Al-Matsurat.

Dan tibalah giliran A' Delta dipanggil untuk masuk ruang interogasi. Saya menunggu di luar dengan perasaan was-was dan deg-degan yang menghebat.

Tak berapa lama kemudian, A' Delta pun keluar, dan seorang petugas wanita chinese memanggil nama saya, "Puti Ayu Setiani".

A' Delta menatap saya, "Tenang dek, pake bahasa Indonesia aja, ada yang bisa bahasa melayu ko".

Degup jantung saya menghebat. Saya pun memasuki sebuah ruangan kecil. Ruangan itu terdiri dari satu lemari, meja, komputer dan dua kursi, satu kursi penginterogasi, dan satu lagi kursi "terdakwa".

Seorang petugas yang duduk di kursi menanyakan nama saya, "Puti Ayu Setiani?". "Yes", jawab saya singkat.

"Ini sapa?", tanyanya sambil menunjukkan paspor A' Delta.

"My Husband", jawab saya dalam english (jieee).

Lalu petugas perempuan yang mengantar saya tadi ikut bertanya dengan nada ramah, "Lihat KTP". Sayapun mengeluarkan KTP saya dari dalam dompet. Ia pun lalu melihat berapa sgd uang yang saya miliki. Saya lalu mempersilahkannya melihat isi dompet saya. "Oh, 100 SGD, Ok", katanya.

Lalu petugas yang di kursi kembali bertanya kepada saya, "Suami lalu kerja di singapuur?", "Yes at Accenture", kata saya. "Ok, Finish".

Saya sempat bengong, eh udah gini doank? (ahahaha, belagu!). Dan saya pun diminta kembali mengikuti nona chinese ke luar ruangan.

Betapa leganya saya ketika bertemu Aa' di luar ruangan. "Gak susah kan?", tanya suami saya. Saya cuma nyengir kuda.

Saya dan suami masih deg-degan akan hasil keputusannya, apakah kami dibolehkan masuk singapur atau justru kami harus balik ke Indo saat itu juga. Tak berapa lama kemudian paspor kami pun tengah di proses di terlihat seperti  bagian receptionist di ruangan itu. A' Delta pun kemudian dipanggil. Dan tak berapa lama kemudian saya juga ikut dipanggil.

Saya pikir acara interogasinya sudah selesai, tapi ternyata di bagian tsb (yang terlihat seperti receptionist, red), saya kembali ditanya (sebelumnya A' Delta juga sudah diinterogasi sebelum petugas tersebut memanggil saya). Di bagian itu saya ditanya tanggal lahir dengan menggunakan english. Alhamdulillah saya bisa menjawabnya. Tapi begitu ditanya alamat tinggal, saya betul-betul lupa. Alhasil karena emang deket sama Pioneer MRT, maka saya bilang aja "At Pioneer", dan seketika saya lupa mengucap dengan english, maka keluarlah bahasa tarsan (:D), 6 (jari angka 6), 5 (jari angka 5), 0 (jari angka 0) B, storey 9 ....", baru mau melanjutkan, tiba tiba sang petugas bilang, "Ok, that's enough" (si petugas bilang itu sambil nyengir pula)

Alhamdulillllah............. Saya bersyukur dalam hati karena sebenernya saya lupa nomer flat kami, hihihi (harusnya saya bilang 650 B #9 260).

Beberapa detik kemudian sang petugas membubuhkan cap izin tinggal selama 30 hari. Alhamdulillah....................

Dan kami pun keluar ruangan tersebut dengan perasaan lega luar biasaaaaaaaa. Saat keluar ruangan itu, juga ada 2 orang abang lainnya. Yang satu diperbolehkan masuk singapur, tapi yang satu lagi harus balik pulang ke Johor.

Kejadian itu betul-betul pengalaman yang tidak akan terlupakan. Hehehe. Dan ternyata, ruang interogasi imigrasi singapur gak seseram apa yang saya bayangin. Kalo kata A' Delta, niat kita kan baik (untuk kerja di singapur), jadi gak usah takut.

Yaa...betul.Selama niat kita baik dan di jalur yang benar, maka pikiran negatif bagaikan benalu di dalam hati, cuma bikin cemas luar biasa aja maksudnya :D.

kantor imigrasinya namanya Woodlands Check Point

Menikah, kata yang mulai ramai jadi perbincangan antara saya dan teman-teman (rohis) sewaktu SMA. Entah karena factor usia yang memang akan memasuki dewasa muda, pokoknya tema itu sering menjadi tema perbincangan kami (di mushala) J.

Dahulu, saya termasuk yang ‘teracuni’ oleh buku ‘nikmatnya pacaran setelah pernikahan’. Saya dulu membayangkan betapa bahagianya menikah di usia muda. Betapa bahagianya mencintai sesorang tanpa pernah ada terbersit perasaan bersalah. Kala itu saya hanya berpikir bahwa menikah menjanjikan madu yang tiada terkira.

Saat menjadi mahasiswa, tema menikah muda masih juga kuat di dalam benak saya. Terlebih ketika ada seorang teman yang menikah saat memasuki semester 4, menikah muda menjadi hal yang semakin saya impikan.

Beruntunglah saya karena Allah memberikan apa yang saya minta saat memasuki semester 8 perkuliahan. Allah mempertemukan saya dengan seorang laki-laki yang MAU menerima saya apa adanya. Seorang laki-laki yang dengan sabar menghadapi segala sifat kekanak-kanakan saya.

Sebelum menikah, saya berpikir semuanya akan mudah saya lakukan dengan cara learning by doing. Tapi ternyata saya masih harus sangat banyaaak..banyaaak belajar. Bahkan setelah menjalani pernikahan selama kurang lebih 7 bulan ini, saya merasa belum sepenuhnya bisa menjalankan peran sebagai seorang istri.

Ya, menikah memang bukan hanya merasakan manisnya madu, tapi juga harus bersiap menghadapi segala kerikil bahkan badai yang dahsyat. Ego yang harus ditengahi, mental yang harus siap mengabdi, kerelaan berkorban, ruhani yang tenang, pokoknya semuanya harus dipersiapkan dengan ‘matang’.

Lagi-lagi beruntung karena suami saya termasuk tipe penyabar dalam memberi tahu istrinya. Karena jujur saya saat ini merasa belum menjadi seorang istri yang baik bagi suaminya.


You must study hard, Puti! Fighting! J
Hiyaaaa........ saya sedang menjalani hukuman sekarang ini.

Terhitung sejak hari senin kemarin sampai rabu ini saya gak boleh sama sekali buka FACEBOOK.

Yup, sesuai dengan kesepakatan yang saya dan suami buat, ada beberapa macam hukuman yang harus dijalankan kalo kita gak berhasil memenuhi target yang dibuat.

Karena saya belum terlalu lancar ketika menyetor bacaan surah Al-Mulk 1-15, saya pun terkena hukuman "Jika tidak bisa menghafal sampai ayat 15, maka gak boleh facebookan selama 3 hari".

Daaan, saya sedang menjalani hukuman itu saat ini. Sebelnya suami tiba-tiba suka baca berita di FB dan langsung menutupnya ketika saya mencoba untuk mengintip. Uh, Beteee gak sih? :(

*sabar-sabar, Put. Tinggal besok ko :D


Tapi karena saya orang yang menepati janji, maka saya harus bersabar menjalani hukuman ini.

Ayooo Puti, tetap semangat ya menghafalnya ... :)
Cerita ini terjadi saat bulan ramadhan kemarin. Suami dari dulu udah ngedorong agar saya membuat tulisan untuk mendokumentasikan peristiwa ini. Alhamdulillah, sekarang hatinya  jarinya udah mulai tergerak, :D.

Berawal dari riwehnya persiapan acara buka puasa bersama IMAS di An-Nahdah, saya dan suami Alhamdulillah kebagian begadang (bersama Pakde Rahman dan Mba Yantinya Pakle Ainun) untuk membuat dekorasi (lebih tepatnya spanduk HandMade :D). Alhasil di pagi hari  masih agak-agak "melayang" ketika berangkat menuju masjid An-Nahdah. 

Saya berangkat bertiga bareng suami dan ka Damarnya Mba Dew :D. Kami naik taksi TransCab yang supirnya ternyata orang melayu, namanya Abdul Malik. Abang ini sangat ramah sekali. Kami mengobrol tentang banyak hal, mulai dari kerasnya hidup di Singapur sampai kepada masalah agama. Abang Abdul Malik juga sempat bertanya tentang acara yang kami akan datangi, yaitu buka puasa bersama Indonesian Muslim Association in Singapore (IMAS).

Sebelum ke An-Nahdah, terlebih dahulu kami mampir untuk mengambil barang ke Bukit Batok, rumah Pakle Ainun. Satu komputer Imac yang super besar untuk memutar video pun sudah menunggu untuk diangkut. Selain itu ada beberapa kantong plastik yang berisi barang-barang lainnya. A' Delta dan Ka Damar pun membawa Imac tersebut dengan hati-hati.

Tepat waktu Zuhur kami sampai di An-Nahdah. Langsung saja Aa' dan Ka Damar mengangkut imac yang super besar itu. Sedangkan saya? cuma menenteng satu plastik kecil.

Setelah beres mengantarkan barang-barang tersebut ke markas (sebuah ruangan di lantai 2 masjid), kami langsung menunaikan shalat dzuhur. Setelah itu kami kembali ke markas untuk membantu persiapan dekorasi, teknis, dan membungkus hadiah untuk saung anak. Kebetulan, saat itu saya diminta untuk meng-handle acara Imas Got Talent (lomba untuk anak usia 7 tahun ke atas).

Di tengah asyik masyuknya mendandani hadiah, tiba-tiba Pak Bagus menanyakan perihal kantong plastik merah yang berisi SD Card, kabel IMAC, serta peralatan teknis lainnya yang akan digunakan untuk acara. Suami saya langsung menanyakan perihal tas itu. Saya sama sekali tidak melihat ada tas plastik berwarna merah yang dimaksud. Ka Damar juga sama sekali tidak melihat. Dan ternyata memang cuma suami saya yang melihat saat Pakle Ainun memasukkan tas plastik merah itu ke belakang mobil TransCab.

Mendengar itu saya jelas panik (suami saya juga sih, tapi kadarnya masih lebih kecil dibanding saya :D). Hmm, kalo ini sampai hilang, berarti mesti gantiin barang-barang tersebut donk, kata saya dalam hati. Saya lalu menanyakan berapa kira-kira harga barang-barang tersebut kepada suami saya. Mendengar nominalnya yang cukup lumayan (disandingkan dengan kondisi kami waktu itu), walhasil jantung saya pun semakin berdegup kencang. Hal tersebut pun dengan sukses menyita semua perhatian saya, sampai-sampai saya tak terlalu fokus lagi ke acara ImasGot Talent.

Suami saya berusaha menelpon call center TransCab. Setelah telepon yang entah keberapa kali, akhirnya suami saya berhasil menelpon operator taksi tersebut. Laporan kehilangan  katanya  langsung di broadcast saat itu juga kepada seluruh taksi transcab. Oh ya, pada saat ini suami saya bener-bener lupa siapa nama supir taksi tersebut (padahal sudah sempat kenalan).

Sejam berlalu, saya meminta suami untuk menanyakan perkembangan laporan kehilangan tersebut. Dan ternyata belum ada tanda-tanda ditemukannya tas plastik merah itu. Sampai acara Imas Got talent selesai pun belum ada perkembangan gembira mengenai tas plastik merah tersebut. Terlebih saya mendengar kata seseorang yang baru saja datang naik TransCab, tidak ada pengumuman di taksi yang ia naiki.

Saya menatap suami saya dengan tatapan khawatir, dan ia cuma bilang "Pasrah aja sayang, nanti kalo masih rezeki pasti ketemu".

Setelah berbuka puasa tiba-tiba kabar bahagia itu datang. Seorang supir taksi menelpon Pak Lailus, Bendahara  Imas. Ia memberi tahu bahwa ada barang dari anggota Imas yang tertinggal di taksinya. Seketika itu juga pak Lailus langsung memforward nomor Abang Abdul Malik untuk dihubungi. Suami saya pun langsung menghubungi Abang tersebut.Alhamdulillah, Abang ini bersedia mengantar plastik tersebut ke An-Nahdah jam 10 malam nanti. 

Saya mengucapkan syukur tiada terkira kala itu. Alhamdulillah Allah masih mengizinkan barang umat tersebut kembali. Saya lalu menanyakan perihal bagaimana akhirnya Abang Abdul Malik dapat menelpon pak Lailus.

Ternyata informasi tentang kehilangan barang tersebut diperoleh si Abang bukan dari pengumuman broadcast. Abang tersebut menyadari sendiri bahwa ada barang yang tertinggal di belakang taksinya. Melihat ini si Abang langsung mengamankan barang tersebut ke rumahnya karena khawatir tercampur dengan barang-barang milik penumpang lain yang menaiki taksinya.

Ia lalu ingat bahwa plastik merah ini ada setelah mengantar kami, penumpangnya ke masjid An-Nahdah. Langsung saja si Abang ini meng-Googling tentang Imas, mencari nomer kontak yang bisa dihubungi, dan akhirnya menghubungi Pak Lailus (kebetulan nomer HP bendahara tertera di blog Imas).

Mendengar ini saya takjub. Sungguh, sebenarnya bukanlah kewajibannya untuk "mengembalikan" barang tersebut, karena ini terjadi akibat kelailaian kami. Tapi karena integritasnya sebagai seorang penyedia jasa, dan integritasnya sebagai seorang muslim tentunya, ia pun mau bersusah payah untuk mengembalikan barang tersebut kepada pemiliknya.

Akhirnya pada jam 10 malam itu....jadilah si Abang datang ke An-Nahdah untuk mengantarkan barang ini. Kedatangannya langsung disambut hangat oleh rekan-rekan yang kebetulan juga sedang menunggu taksi (dan menunggu kami) di halte bus. Dengan penuh rasa terima kasih, Aa', suami saya, langsung menyalami si Abang ini. Beberapa ikhwan di sana juga turut menyalami dan menerima kartu nama si Abang ini.

Betul-betul pengalaman yang sangaaaat berkesan. Dalam perjalanan menuju MRT, saya dan suami berdiskusi. "Sepertinya Allah menegur sekaligus memberi barokahNya. menegur akibat kelalaian ibadah kita dengan peristiwa ini (sempat kehilangan amanah yang dititipkan), memberi barokahNya karena rezeki yang dikembalikan dengan hal yang tidak disangka-sangka sekaligus mempertemukan dengan seorang saudara seiman lainnya", kata suami saya menyimpulkan seluruh kejadian yang dialami hari ini. 

Saya cuma bisa tersenyum mendengat perkataan suami saya. Aih... Allah betapa zalim nya kami terhadap diri kami sendiri, namun betapa rahmatMu selalu menanungi diri kami yang lemah ini. :)



ga ada foto Abang taksinya,jadinya foto taksinya aja yang dipasang ^^


Singapura, 19 September 2011
*Mengingat kejadian sebulan yang lalu ^^
NewerStories OlderStories Home