Pernah denger pepatah ini:

Kasih Ibu sepanjang masa, sedangkan kasih anak sepanjang galah....

Mudah-mudahan saya tidak termasuk anak yang melupakan kasih orangtuanya (aamiin, dan semoga saya termasuk anak yang berbakti kepada keempat orangtuanya)

Iya, jadi saya baru saja membuat FF (Flash Fiction)  ini untuk diikutkan lomba di sini. Temanya tentang rindu, karena saya sedang rindu ibu, jadinya saya nulis tentang rindu seorang ibu.

Dan.... baru saja saya selesai menuliskan FF ini, tiba-tiba ibu nelpon....

Huhu, seneng banget rasanya. Apa ini ya yang namanya ikatan batin? :)

Pokoknya, Saya Sayaaang Banget Sama Ibu.... :*





Lucuuuu kan ni bocah?
Semoga segera diamanahi oleh Allah anak yang lucu kayak gini.
Allah... Aku mau satu yang kayak gini....
*aamiin...................................
Siapapun yang membaca, mohon doanya yaaaa..........



Ada satu rasa yang menyergapku akhir-akhir ini...

Hati yang bergejolak ketika melihat setangkai bunga di masa lalunya,

Kepala yang tertunduk  rapat ketika melihat betapa banyak bintang-bintang di sekelilingnya,

dan Jiwa yang bergejolak hebat ketika melihat betapa ia sangat bersinar di dunianya....



Duhai Allah, kini aku mulai memahami rasa yang dialami oleh bunda Aisyah,
Rasa itu kini sedang menggelayutku
Berharap tidak sampai membutakanku kelak
Allah, jaga rasa ini selalu dalam bingkai takwaMu


Untuk segenap cinta yang tercurah untukmu,

Kini aku mulai merasakan

Apa itu namanya

Cemburu.
Hihihi, rasanya geli sendiri kalo inget kejadian ini.

Jadi ceritanya sodara-sodara, saya dan suami pernah "digiring" untuk disidang saat berniat memasuki kembali wilayah singapur.

Begini ceritanya, ramadhan kemarin, saya dan suami masih memakai visit pass untuk tinggal di Singapur karena kebetulan  saat itu suami berhenti kerja dan sedang dalam proses mencari kerja. Visit Pass ini cuma berlaku selama 30 hari. Jadi, waktu itu ceritanya visit pass kami habis.

Pergilah kami menuju rumah seorang family yang ada di Johor Bahru, tepatnya di daerah Sri Pulai. Kami hanya bermalam sehari di sana. Saat keluar singapur dan masuk malaysia-nya gak ada masalah. Tapi saat keesokan harinya waktu mau masuk singapur, petugas imigrasi singapur bertanya-tanya pada a' delta karena  sudah lebih dari 2 kali menggunakan visit pass. Aa' pun menjelaskan bahwa saat ini ia sedang dalam proses mencari kerja.

Ketatnya prosedur masuk dari wilayah Johor ini membuat petugas tersebut tidak serta merta memberikan cap izin tinggal selama 30 hari. Saya yang waktu itu berada di belakang A' Delta udah deg-degan gak karuan. Takut banget kalo emang ternyata kami gak boleh masuk dan diharuskan pulang ke Indo saat itu juga. Saya mikir, gimana nasib barang-barang kami yang ada di flat.

Tapi ternyata kami malah diminta untuk mengikuti salah satu petugas menuju ruang "sidang". Saya yang baru sebulan di Singapur jelas bukan main takutnya. Tiba-tiba terbersit suasana interogasi seperti di film-film itu (ahahaha, terkonstruksi sama media ini mah :p). Dan memang penjagaan super lapis membuat saya bener-bener jiper saat itu. Terlebih saya khawatir dengan kendala bahasa karena english saya yang masih amburadul.

Kami memasuki sebuah ruangan dengan keamanan berlapis. Saat masuk ke ruangan tersebut, sang petugas harus menggesek kartu acsess card terlebih dahulu, persis seperti yang saya lihat di film-film (sumpaaah, hal ini semakin menakutkan saya :D).

Ruangan tersebut lumayan "ramai". Saya dan A' Delta duduk di bangku baris kedua dari depan. "Abang tunggu di sini ya...", kata petugas tersebut.

Saya dan A' Delta pun duduk. Berkali-kali saya bertanya sama A' Delta perihal yang akan ditanyakan di dalam ruangan tersebut. Saya berusaha menghafal alasan yang akan diutarakan dengan english *maklum, english saya kan jelek.

A' Delta menyuruh saya tenang, "Mendingan Al-Matsuratan aja, Sayang... biar gak deg-degan", begitu katanya. Saya pun nurut dan mulai melafalkan Al-Matsurat.

Dan tibalah giliran A' Delta dipanggil untuk masuk ruang interogasi. Saya menunggu di luar dengan perasaan was-was dan deg-degan yang menghebat.

Tak berapa lama kemudian, A' Delta pun keluar, dan seorang petugas wanita chinese memanggil nama saya, "Puti Ayu Setiani".

A' Delta menatap saya, "Tenang dek, pake bahasa Indonesia aja, ada yang bisa bahasa melayu ko".

Degup jantung saya menghebat. Saya pun memasuki sebuah ruangan kecil. Ruangan itu terdiri dari satu lemari, meja, komputer dan dua kursi, satu kursi penginterogasi, dan satu lagi kursi "terdakwa".

Seorang petugas yang duduk di kursi menanyakan nama saya, "Puti Ayu Setiani?". "Yes", jawab saya singkat.

"Ini sapa?", tanyanya sambil menunjukkan paspor A' Delta.

"My Husband", jawab saya dalam english (jieee).

Lalu petugas perempuan yang mengantar saya tadi ikut bertanya dengan nada ramah, "Lihat KTP". Sayapun mengeluarkan KTP saya dari dalam dompet. Ia pun lalu melihat berapa sgd uang yang saya miliki. Saya lalu mempersilahkannya melihat isi dompet saya. "Oh, 100 SGD, Ok", katanya.

Lalu petugas yang di kursi kembali bertanya kepada saya, "Suami lalu kerja di singapuur?", "Yes at Accenture", kata saya. "Ok, Finish".

Saya sempat bengong, eh udah gini doank? (ahahaha, belagu!). Dan saya pun diminta kembali mengikuti nona chinese ke luar ruangan.

Betapa leganya saya ketika bertemu Aa' di luar ruangan. "Gak susah kan?", tanya suami saya. Saya cuma nyengir kuda.

Saya dan suami masih deg-degan akan hasil keputusannya, apakah kami dibolehkan masuk singapur atau justru kami harus balik ke Indo saat itu juga. Tak berapa lama kemudian paspor kami pun tengah di proses di terlihat seperti  bagian receptionist di ruangan itu. A' Delta pun kemudian dipanggil. Dan tak berapa lama kemudian saya juga ikut dipanggil.

Saya pikir acara interogasinya sudah selesai, tapi ternyata di bagian tsb (yang terlihat seperti receptionist, red), saya kembali ditanya (sebelumnya A' Delta juga sudah diinterogasi sebelum petugas tersebut memanggil saya). Di bagian itu saya ditanya tanggal lahir dengan menggunakan english. Alhamdulillah saya bisa menjawabnya. Tapi begitu ditanya alamat tinggal, saya betul-betul lupa. Alhasil karena emang deket sama Pioneer MRT, maka saya bilang aja "At Pioneer", dan seketika saya lupa mengucap dengan english, maka keluarlah bahasa tarsan (:D), 6 (jari angka 6), 5 (jari angka 5), 0 (jari angka 0) B, storey 9 ....", baru mau melanjutkan, tiba tiba sang petugas bilang, "Ok, that's enough" (si petugas bilang itu sambil nyengir pula)

Alhamdulillllah............. Saya bersyukur dalam hati karena sebenernya saya lupa nomer flat kami, hihihi (harusnya saya bilang 650 B #9 260).

Beberapa detik kemudian sang petugas membubuhkan cap izin tinggal selama 30 hari. Alhamdulillah....................

Dan kami pun keluar ruangan tersebut dengan perasaan lega luar biasaaaaaaaa. Saat keluar ruangan itu, juga ada 2 orang abang lainnya. Yang satu diperbolehkan masuk singapur, tapi yang satu lagi harus balik pulang ke Johor.

Kejadian itu betul-betul pengalaman yang tidak akan terlupakan. Hehehe. Dan ternyata, ruang interogasi imigrasi singapur gak seseram apa yang saya bayangin. Kalo kata A' Delta, niat kita kan baik (untuk kerja di singapur), jadi gak usah takut.

Yaa...betul.Selama niat kita baik dan di jalur yang benar, maka pikiran negatif bagaikan benalu di dalam hati, cuma bikin cemas luar biasa aja maksudnya :D.

kantor imigrasinya namanya Woodlands Check Point

Menikah, kata yang mulai ramai jadi perbincangan antara saya dan teman-teman (rohis) sewaktu SMA. Entah karena factor usia yang memang akan memasuki dewasa muda, pokoknya tema itu sering menjadi tema perbincangan kami (di mushala) J.

Dahulu, saya termasuk yang ‘teracuni’ oleh buku ‘nikmatnya pacaran setelah pernikahan’. Saya dulu membayangkan betapa bahagianya menikah di usia muda. Betapa bahagianya mencintai sesorang tanpa pernah ada terbersit perasaan bersalah. Kala itu saya hanya berpikir bahwa menikah menjanjikan madu yang tiada terkira.

Saat menjadi mahasiswa, tema menikah muda masih juga kuat di dalam benak saya. Terlebih ketika ada seorang teman yang menikah saat memasuki semester 4, menikah muda menjadi hal yang semakin saya impikan.

Beruntunglah saya karena Allah memberikan apa yang saya minta saat memasuki semester 8 perkuliahan. Allah mempertemukan saya dengan seorang laki-laki yang MAU menerima saya apa adanya. Seorang laki-laki yang dengan sabar menghadapi segala sifat kekanak-kanakan saya.

Sebelum menikah, saya berpikir semuanya akan mudah saya lakukan dengan cara learning by doing. Tapi ternyata saya masih harus sangat banyaaak..banyaaak belajar. Bahkan setelah menjalani pernikahan selama kurang lebih 7 bulan ini, saya merasa belum sepenuhnya bisa menjalankan peran sebagai seorang istri.

Ya, menikah memang bukan hanya merasakan manisnya madu, tapi juga harus bersiap menghadapi segala kerikil bahkan badai yang dahsyat. Ego yang harus ditengahi, mental yang harus siap mengabdi, kerelaan berkorban, ruhani yang tenang, pokoknya semuanya harus dipersiapkan dengan ‘matang’.

Lagi-lagi beruntung karena suami saya termasuk tipe penyabar dalam memberi tahu istrinya. Karena jujur saya saat ini merasa belum menjadi seorang istri yang baik bagi suaminya.


You must study hard, Puti! Fighting! J
Hiyaaaa........ saya sedang menjalani hukuman sekarang ini.

Terhitung sejak hari senin kemarin sampai rabu ini saya gak boleh sama sekali buka FACEBOOK.

Yup, sesuai dengan kesepakatan yang saya dan suami buat, ada beberapa macam hukuman yang harus dijalankan kalo kita gak berhasil memenuhi target yang dibuat.

Karena saya belum terlalu lancar ketika menyetor bacaan surah Al-Mulk 1-15, saya pun terkena hukuman "Jika tidak bisa menghafal sampai ayat 15, maka gak boleh facebookan selama 3 hari".

Daaan, saya sedang menjalani hukuman itu saat ini. Sebelnya suami tiba-tiba suka baca berita di FB dan langsung menutupnya ketika saya mencoba untuk mengintip. Uh, Beteee gak sih? :(

*sabar-sabar, Put. Tinggal besok ko :D


Tapi karena saya orang yang menepati janji, maka saya harus bersabar menjalani hukuman ini.

Ayooo Puti, tetap semangat ya menghafalnya ... :)
Cerita ini terjadi saat bulan ramadhan kemarin. Suami dari dulu udah ngedorong agar saya membuat tulisan untuk mendokumentasikan peristiwa ini. Alhamdulillah, sekarang hatinya  jarinya udah mulai tergerak, :D.

Berawal dari riwehnya persiapan acara buka puasa bersama IMAS di An-Nahdah, saya dan suami Alhamdulillah kebagian begadang (bersama Pakde Rahman dan Mba Yantinya Pakle Ainun) untuk membuat dekorasi (lebih tepatnya spanduk HandMade :D). Alhasil di pagi hari  masih agak-agak "melayang" ketika berangkat menuju masjid An-Nahdah. 

Saya berangkat bertiga bareng suami dan ka Damarnya Mba Dew :D. Kami naik taksi TransCab yang supirnya ternyata orang melayu, namanya Abdul Malik. Abang ini sangat ramah sekali. Kami mengobrol tentang banyak hal, mulai dari kerasnya hidup di Singapur sampai kepada masalah agama. Abang Abdul Malik juga sempat bertanya tentang acara yang kami akan datangi, yaitu buka puasa bersama Indonesian Muslim Association in Singapore (IMAS).

Sebelum ke An-Nahdah, terlebih dahulu kami mampir untuk mengambil barang ke Bukit Batok, rumah Pakle Ainun. Satu komputer Imac yang super besar untuk memutar video pun sudah menunggu untuk diangkut. Selain itu ada beberapa kantong plastik yang berisi barang-barang lainnya. A' Delta dan Ka Damar pun membawa Imac tersebut dengan hati-hati.

Tepat waktu Zuhur kami sampai di An-Nahdah. Langsung saja Aa' dan Ka Damar mengangkut imac yang super besar itu. Sedangkan saya? cuma menenteng satu plastik kecil.

Setelah beres mengantarkan barang-barang tersebut ke markas (sebuah ruangan di lantai 2 masjid), kami langsung menunaikan shalat dzuhur. Setelah itu kami kembali ke markas untuk membantu persiapan dekorasi, teknis, dan membungkus hadiah untuk saung anak. Kebetulan, saat itu saya diminta untuk meng-handle acara Imas Got Talent (lomba untuk anak usia 7 tahun ke atas).

Di tengah asyik masyuknya mendandani hadiah, tiba-tiba Pak Bagus menanyakan perihal kantong plastik merah yang berisi SD Card, kabel IMAC, serta peralatan teknis lainnya yang akan digunakan untuk acara. Suami saya langsung menanyakan perihal tas itu. Saya sama sekali tidak melihat ada tas plastik berwarna merah yang dimaksud. Ka Damar juga sama sekali tidak melihat. Dan ternyata memang cuma suami saya yang melihat saat Pakle Ainun memasukkan tas plastik merah itu ke belakang mobil TransCab.

Mendengar itu saya jelas panik (suami saya juga sih, tapi kadarnya masih lebih kecil dibanding saya :D). Hmm, kalo ini sampai hilang, berarti mesti gantiin barang-barang tersebut donk, kata saya dalam hati. Saya lalu menanyakan berapa kira-kira harga barang-barang tersebut kepada suami saya. Mendengar nominalnya yang cukup lumayan (disandingkan dengan kondisi kami waktu itu), walhasil jantung saya pun semakin berdegup kencang. Hal tersebut pun dengan sukses menyita semua perhatian saya, sampai-sampai saya tak terlalu fokus lagi ke acara ImasGot Talent.

Suami saya berusaha menelpon call center TransCab. Setelah telepon yang entah keberapa kali, akhirnya suami saya berhasil menelpon operator taksi tersebut. Laporan kehilangan  katanya  langsung di broadcast saat itu juga kepada seluruh taksi transcab. Oh ya, pada saat ini suami saya bener-bener lupa siapa nama supir taksi tersebut (padahal sudah sempat kenalan).

Sejam berlalu, saya meminta suami untuk menanyakan perkembangan laporan kehilangan tersebut. Dan ternyata belum ada tanda-tanda ditemukannya tas plastik merah itu. Sampai acara Imas Got talent selesai pun belum ada perkembangan gembira mengenai tas plastik merah tersebut. Terlebih saya mendengar kata seseorang yang baru saja datang naik TransCab, tidak ada pengumuman di taksi yang ia naiki.

Saya menatap suami saya dengan tatapan khawatir, dan ia cuma bilang "Pasrah aja sayang, nanti kalo masih rezeki pasti ketemu".

Setelah berbuka puasa tiba-tiba kabar bahagia itu datang. Seorang supir taksi menelpon Pak Lailus, Bendahara  Imas. Ia memberi tahu bahwa ada barang dari anggota Imas yang tertinggal di taksinya. Seketika itu juga pak Lailus langsung memforward nomor Abang Abdul Malik untuk dihubungi. Suami saya pun langsung menghubungi Abang tersebut.Alhamdulillah, Abang ini bersedia mengantar plastik tersebut ke An-Nahdah jam 10 malam nanti. 

Saya mengucapkan syukur tiada terkira kala itu. Alhamdulillah Allah masih mengizinkan barang umat tersebut kembali. Saya lalu menanyakan perihal bagaimana akhirnya Abang Abdul Malik dapat menelpon pak Lailus.

Ternyata informasi tentang kehilangan barang tersebut diperoleh si Abang bukan dari pengumuman broadcast. Abang tersebut menyadari sendiri bahwa ada barang yang tertinggal di belakang taksinya. Melihat ini si Abang langsung mengamankan barang tersebut ke rumahnya karena khawatir tercampur dengan barang-barang milik penumpang lain yang menaiki taksinya.

Ia lalu ingat bahwa plastik merah ini ada setelah mengantar kami, penumpangnya ke masjid An-Nahdah. Langsung saja si Abang ini meng-Googling tentang Imas, mencari nomer kontak yang bisa dihubungi, dan akhirnya menghubungi Pak Lailus (kebetulan nomer HP bendahara tertera di blog Imas).

Mendengar ini saya takjub. Sungguh, sebenarnya bukanlah kewajibannya untuk "mengembalikan" barang tersebut, karena ini terjadi akibat kelailaian kami. Tapi karena integritasnya sebagai seorang penyedia jasa, dan integritasnya sebagai seorang muslim tentunya, ia pun mau bersusah payah untuk mengembalikan barang tersebut kepada pemiliknya.

Akhirnya pada jam 10 malam itu....jadilah si Abang datang ke An-Nahdah untuk mengantarkan barang ini. Kedatangannya langsung disambut hangat oleh rekan-rekan yang kebetulan juga sedang menunggu taksi (dan menunggu kami) di halte bus. Dengan penuh rasa terima kasih, Aa', suami saya, langsung menyalami si Abang ini. Beberapa ikhwan di sana juga turut menyalami dan menerima kartu nama si Abang ini.

Betul-betul pengalaman yang sangaaaat berkesan. Dalam perjalanan menuju MRT, saya dan suami berdiskusi. "Sepertinya Allah menegur sekaligus memberi barokahNya. menegur akibat kelalaian ibadah kita dengan peristiwa ini (sempat kehilangan amanah yang dititipkan), memberi barokahNya karena rezeki yang dikembalikan dengan hal yang tidak disangka-sangka sekaligus mempertemukan dengan seorang saudara seiman lainnya", kata suami saya menyimpulkan seluruh kejadian yang dialami hari ini. 

Saya cuma bisa tersenyum mendengat perkataan suami saya. Aih... Allah betapa zalim nya kami terhadap diri kami sendiri, namun betapa rahmatMu selalu menanungi diri kami yang lemah ini. :)



ga ada foto Abang taksinya,jadinya foto taksinya aja yang dipasang ^^


Singapura, 19 September 2011
*Mengingat kejadian sebulan yang lalu ^^
Rebenernya ini resep bukan aseli dari saya (yaiyalah gak mungkin juga kali put...dirimu emang orang mana?). Resep ini pemberian dari tetangga saya yang aseli orang palembang, hehe. Gak ada aturan yang pas, intinya sih make ilmu kirologi aja :D. Yang berpengaruh adalah step by step dari langkah-langkahnya. Berikut resepnya.

Pertama kita buat adonan dari tepung terigu, kalo di blog2 lain namanya adonan biang.

1. tepung terigu (karena dari awal pake ilmu kirologi, jadi saya cuma pake 4 sdm saja)
2. air (gak usah banyak2. kira-kira segelas)
3. garam secukupnya
4. gula dikit aja (-/+1sdt)
5. penyedap rasa (dikit aja)
6. 3-4 bawang putih dihaluskan
*ada yang bilang pake sedikit minyak goreng biar lembut, tapi saya belum pernah coba

Adonan 2
1. daging ikan tengiri atau gabus (tapi kemarin saya bikin pake ikan batang) *makin banyak daging ikan, makin berasa. kalo waktu itu di rumah saya pake 1/2 kg ikan tengiri, kemarin karena coba bikin dikit cuma sekitar 200 gr-an
2. tepung sagu tani atau bisa diganti dengan tepung tapioka

Cara membuatnya:
pertama untuk adonan biang, campur semua bahan jadi satu, terus aduk-aduk biar rata. Masak di atas api (sedang aja) sampai mengental seperti lem. Kalau sudah, tunggu sampai dingin (boleh di taruh di lemari pendingin dulu kalo bikin empek-empeknya entaran).


Untuk adonan 2, pisahan daging ikan dengan durinya. Lalu hancurkan daging ikan, bisa pake pirikan ikan, gilingan, ataupun blender *eh sebelumnya ikannya dicuci dulu ya :p. simpan

Nah kalo dah pengin bikin empek-empeknya nih, siapkan adonan biang lalu campurkan dengan adonan ikan. Tambahkan sedikit demi sedikit tepung sagu tani atau tepung tapioka. Ini di kira-kira aja, semakin banyak tepung sagu atau tepung tapioka, akan semakin keras empek-empeknya dan ikannya juga gak berasa. Jangan di tambah air lagi.

Kalo dah bisa dibentuk yaudah deh, bentuk sesuai selera. Bisa lenjer, kapal selam, dsb.

Rebus dalam air mendidih, angkat bila sudah mengapung. Sebenernya bisa juga langsung di makan, tapi lebih enak digoreng lagi...hehe.

Untuk cukanya, bahannya:
gula merah atau gula aren (di Sg saya pakenya black sugar)
asam jawa
air
*perbandingan gula merah: asam jawa: air= 100 (gr): 10 (gr) : 1 (gelas) **tapi sekali lagi, saya pake ilmu kirologi
bawang putih 5-8 siung, dihaluskan
ebi (jangan kebanyakan dan juga jangan kedikitan, 3 sendok makan aja) dihaluskan
cabe rawit (sesuai selera)
garam

caranya: campur gula merah, asem dan air, masak sampai gula larut, saring.
Lalu masukkan bawang putih, ebi dan cabe rawit. Tambahkan garam, masak hingga mendidih.

Nah, itu step by stepnya. tapi sekali lagi saya masaknya pake ilmu kirologi, hehe. Maaf ya kalo gak jelas. Selamat mencoba... ^^



ini foto empek-empek yang dibuat di Indo tapinya, hehe
Hiyaaa..... gara-gara ngeliat foto-foto bento yang lucu di sini saya jadi termotivasi buat bikin bento. Entah mengapa saya suka sama taglinenya, "Para pecinta Bento yang meluangkan waktu untuk menambah nilai sebuah 'bekal'".


Hihi, kebetulan memang suami minta dibawain bekel ke kantor, selain karena alasan penghematan (maklum kantornya di daerah Orchard jadinya harga makanannya lumayan mahal), dengan membawa bekal ia jadi bisa lebih mengefisienkan waktu istirahat (pasalnya untuk sholat ia harus pergi ke masjid, eh bisa juga sih sebenernya sholat di tangga :D)


Maka...jeng..jeng..jeng...jadilah saya berburu peralatan bento. Awalnya saya cari tau dulu kisaran harganya. Hmm ternyata peralatannya macem-macem. ada yang namanya nori puncher, kayak gini nih 


ini untuk memotong nori bentuk mata dan mulut

Terus ada juga cetakan nasi, cetakan telur, dsb. Nah karena ternyata harganya lumayan mahal kalo beli online maka saya coba nanya-nanya siapa tau di sini (singapur maksudnya) ada toko japan yang ngejual peralatan bento ini dengan harga yang murmer alias murah meriah. 

Dan setelah bertanya-tanya sama yang udah lama tinggal di singapur, jadilah satu referensi toko yang saya kunjungi, yaitu DAISO JAPAN. Langsung deh kemarin bada silaturahim saya dan suami meluncur ke sana. 

Saya dan suami pergi ke toko DAISO JAPAN di Jurong East. Cukup senang juga ternyata semua barang di sana dipatok harganya 2 SGD saja (kalo di rupiah-in kira-kira 14ribuan). Hampir kalap, tapi akhirnya saya tersadar dengan kondisi kantong yang harus dicukup-cukupi sampai akhir bulan (maklum ini kan awal bulan, masih lama jo akhir bulannya, hihi). Dan taraa..... inilah hasil perburuan saya kemarin 


Ada 5 macam barang terdiri dari cetakan nasi love, cetakan bintang, nori puncher, cetakan telur ceplok bentuk ayam dan terakhir cetakan telur. Murah meriah-lah dibanding kalo saya beli secara online. Sebenernya ini bisa dibilang peralatan dasar. Kalo mau lebih cantik lagi bentonya ada tuh hiasan (pembatas lauk gitu deh) bentuknya kaya rumput-rumputan, dan masih banyak lagi deh pernak-pernik ngebuat bento yang masuk daftar list saya (sabar puti...sabar ya... *ini a' delta udah ngelus-ngelus kantong :D).


Hihi, moga bermanfaat dan membuat suami saya makin cinta sama masakan saya. *aamiin.............

So, inilah kreasi bento pertama saya (terdiri dari nasi, rendang dan tumis taugeJamur)

mungkin saya kasih nama "Bento Centil" kali ya, wkwkwk

* Singapura, 5 September 2011

NewerStories OlderStories Home