Assalamu'alaikum, calon anakku sayang.

Wah, sudah lama rasanya ibu gak menulis catatan padamu lagi ya. Yap, kali ini ibu ingin bercerita mengenai sebuah sejarah kehidupan. Sejarah kehidupan dari sahabat terkasih Rasulullah SAW, yaitu Abu bakar Ash-Shiddiq.

Nak, Abu bakar ash-shiddiq merupakan sepuluh sahabat nabi yang dijamin masuk surga. Ia termasuk ke dalam golongan Ashabiqunal Awwalun, orang-orang yang pertama masuk Islam. Ia pula yang selalu membenarkan perkataan Nabi, karena itulah ia bergelar Ash-Shiddiq. Gelarnya ini semakin terkenal setelah perjalanan Isra Miraj Nabi Muhammad SAW.

Banyak keutamaan dari Abu Bakar yang bisa kau contoh, Nak

Ia merupakan orang yang muraaaah sekali dalam berderma. Sampai-sampai pada satu peristiwa yang tercatat, Umar pun "kalah" ketika mencoba beradu derma dengannya. Dari Umar bin Khatab: "Rasulullah Saw menyuruh kami bersedekah, dan saat itu aku memiliki sejumlah harta. Aku pun berata 'Aku akan mengalahkan Abu Bakar jika hari ini aku meyedekahkan harta yang dimiliki.' Kemudian aku menyedekahkan setengah hartaku. Rasulullah bertanya padaku, 'Apa yang kamu sisakan untuk keluargamu? Aku menjawab: 'Setengahnya lagi'. Tidak lama kemudian, Abu Bakar datang dengan membawa seluruh harta yang dimilikinya. Rasulullah bertanya kepadanya.: 'Apa yang kamu sisakan untuk keluargamu?' Abu Bakar menjawab 'Allah dan RasulNya'. Maka aku berkata kepada Abu Bakar 'Selamanya aku tidak akan pernah bisa mengalahkanmu'.

Masya Allah. Nak. Siapa kiranya yang bisa menandingi jiwa berderma Abu Bakar. Peristiwa seperti di ataspun tak hanya tercatat sekali. Saat membersamai Rasul berhijrahpun, Abu Bakar membawa semua harta yang dimilikinya. Sampai-sampai Asma harus "membohongi" kakeknya Abu Quhafah yang buta dengan menaruh batu-batu di dinding tempat Abu Bakar biasa menyimpan harta. Abu Quhafah begitu khawatir bahwa Abu Bakar menyia-nyiakan keluarga yang ditinggalkannya. Dan memang benar ternyata bahwa Abu Bakar hanya meninggalkan Allah dan RasulNya untuk keluarganya.

Oh ya, Nak, Abu Bakar juga tercatat telah memerdekan tujuh orang budak termasuk diantaranya Bilal dan Amir bin Fukairah. Bahkan Nak, di saat sakaratul maut menjemputnya, tak lupa pula ia berpesan kepada Aisyah untuk menyerahka harta-harta jabatannya sebagai Khalifah kepada Umar bin Khatab.

Nak, selain muraah berderma, Abu Bakar dikenal sebagai sosok yang lemah lembut. Tentu ia berbeda sekali dengan Umar yang terkenal keras sifatnya. Tapi tahukah kau, Nak, di saat memerangi orang-orang murtad dan orang-orang yang enggan membayar zakat, Abu Bakar bersikap lebih keras dari Umar.Tercatat dalam suatu percakapan antara Umar dan Abu Bakar, Umar berkata " Bersikap lunaklah terhadap orang-orang itu, dan sayangilah mereka. Karena sekarang, mereka seperti binatang liar." Abu Bakar menanggapi perkataan Umar tersebut dengan rona yang berapi-api. Sampai-sampai ia berkata kepada Umar "Aku amat mengharapkan bantuanmu, tetapi engkau malah mengecewakanku. Pada masa jahiliyah kamu begitu kuat, namun setelah masuk Islam kamu menajdi begitu lemah. Dengan alasan apa aku harus bersikap lunak terhadap mereka? Apakah dengan sya'ir yang dibuat-buat atau sihir yang diada-adakan? Itu sama sekali tidak mungkin akan terjadi."

"Demi Allah, aku akan tetap memerangi orang yang membeda-bedakan antara kewajiban shalat dan zakat. Sebab sesungguhnya zakat adalah hak harta...."

Dan ketika menjelaskan penjelasan Abu Bakar yang demikian itu, Umar pun menjadi lapang hatinya, Nak. Ah ya, Nak mereka adalah sahabat rasul yang tetaplah manusia. Perselisihan juga terjadi di antara mereka.

Ah, Nak aku jadi ingat ketika membaca perselisihan antara Abu Bakar dan Umar. Karena peristiwa inipun kita menjadi tahu bahwa Abu Bakar merupakan sahabat yang teramat dicinta oleh Rasulullah. Pada suatu ketika Abu Bakar dan Umar berselisih, Abu Bakar yang bersalah meminta maaf kepada Umar. Namun, Umar masih enggan memaafkannya. Abu Bakarpun mengadukan ini kepada Rasulullah. Umar pun yang menyesal karena tidak memaafkan Abu Bakar rupanya bergegas menemui Abu Bakar dirumahnya. Karena tidak menemui Abu Bakar di rumahnya, Umar pun kemudian menemui Rasulullah. Melihat Umar, muka Rasulullah pun berkerut menandakan kemarahan. Sedangkan Abu Bakar (yang berada di dekat beliau) tampak begitu khawatir. Karena kekhawatiran itu Abu Bakat beringsut ke paha Rasulullah sambil berkata sebanyak dua kali: 'Wahai Rasulullah, demi Allah, aku merasa telah berbuat zalim.' Namun Rasulullah malah bersabda " Sesungguhnya Allah mengutusku sebagai seorang Rasul kepada kalian, tetapi kalian justru berteriak: 'Kamu bohong!' sedangkan Abu Bakar menyerukan: 'Muhammad berkata benar'. Abu Bakar telah membantuku dengan segenap jiwa dan hartanya. Maka, tidak bisakah kalian membiarkan sahabatku ini (tidak menyakitinya) demi aku?'"

MasyaAllah Nak, begitu indah ya persahabat di antara mereka. Abu Bakar yang berselisih dengan Umar, Umar yang awalnya tidak mau memaafkan, Abu Bakar yang mengadu kepada Rasulullah, Umar yang menyesal karena tidak memaafkan, Rasul yang marah kepada Umar karena tidak mau memaafkan Abu Bakar, Abu Bakar yang menahan agar Rasul tidak marah kepada Umar. Itulah persahabatan sejati, Nak. Ada saat-saat berbagi, ada saat-saat pula berselisih, namun selalu ada hati yang lapang dalam memaafkan.

Itulah Nak, sedikit cerita mengenai sahabat Nabi yang bernama Abu Bakar. Masih banyak catatan yang sebenarnya ingin aku ceritakan. Insya Allah di lain kesempatan ya, Nak.

Ya, kelak saat Allah mengizinkanmu untuk berada pada rahimku, dan disaat engkau bertumbuh di dunia ini, jangan lupa untuk selalu membaca sejarah kehidupan Nabi dan Sahabat-sahabatnya, Nak. Karena dengan membaca kisah mereka kita insya Allah akan selalu terarah untuk menuju tujuan sesungguhnya dari hidup ini. Karena dengan membaca kisah mereka, dunia ini ibarat permainan yang harus dimainkan dengan kesederhanaan dalam setiap lakon kehidupan. Ah, Nak. Mungkin kita tidak bisa meneladani mereka bahkan seujung kuku sekalipun. Namun Ibu berharap, kita akan selalu berazzam untuk meneladani mereka dalam setiap langkah perjalanan hidup kita.

Semoga ya, Nak Allah mengizinkanmu mendengarkan sirah bacaan Ayah dan Ibu secara langsung. Sambil menunggu tibanya waktu itu, izinkan aku menuliskannya agar hikmah-hikmah membaca sirah tersebut tak terlindas dimakan jejak memori lainnya.

Salam Rindu, Jundi


Ibumu



Mau bisa gaya kayak gini? Jilbabnya bisa dibeli di aku looh. Boleh cek di sini
gambar dari akuberceritahari.blogspot.com


tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu



Sapardi Djoko Darmono-1989
Assalamu'alaikum, Nak. Pagi ini ibu mau cerita tentang gemar membaca. Eh, mungkin juga gak terlalu spesifik tentang itu. Hanya sekedar ingin berbagi denganmu tentang sebuah fenomena library di negeri Singapore ini.

Ini tentang PERPUSTAKAAN. Ya, tempat ini jadi salah satu agenda wajib rutinitasku bulan ini. Ini karena doorongan ayahmu yang melihat penurunan berpikir ibumu :p. Enggak denk, ayahmu itu kan mau ibumu ini biar semakin pintar mempersiapkan hadirmu, makannya ibumu ini disuruh ngulak-ngulik lagi buku tentang psikologi.

Maka...Tara... Jadilah ibumu ini punya agenda rutin sebelum pergi mengajar ngaji, yaitu menyambangi library di Jurong East.

Awalnya sempet ragu karena betapapun itu bukan daerah jajahan ibumu. Tapi, karena paksaan dukungan yang begitu kuat dari ayahmu, jadinya semangat dalam melangkah. Tadinya rutinitas ini mau diagendakan bersamaan dengan waktu berangkatnya ayahmu ke kantor. Berhubung si Librarynya buka jam 10, jadi kuputuskan untuk pergi ke sana bada dzuhur dan langsung lanjut ngajar.

Kupikir ya, Nak karena lagi holiday ,library bakalan sepi. Tapi ternyata Nak penilaian ibu salah. Librarynya tetap rameeeeee. Sampai-sampai ibumu ini gak kebagian kursi yang ada mejanya. Maka jadilah ibu menduduki kursi di luar ruang. Ya,tempat ibu jatuh pada sofa yang menghadap ke jendela. Jadi Nak, selain tempat duduk seperti layaknya di sebuah library, di sini terdapat jajaran sofa yang ada di sepanjang tembok. Juga ada deretan sofa yang menghadap ke jendela.

Lumayan nyaman sih, Nak. Mirip kayak belajar di rumah aja. Buku-buku yang ada di sini juga lumayan banyak. Oh ya, selain itu suasananya juga ngedukung kita buat tetep baca. Ibu belum pernah melihat orang yang ngobrol keras-keras. Semua pada asyik masyuk dengan bacaannya. Meskipun ada juga yang bukan ya baca tapi malah internetan. Suasana kayak gitu ngedorong ibu untuk terus baca. Sumber distraksinya sedikit, makannya kalo terdistrak kayak ngerasa bersalah gitu. Alhamdulillah, kemarin ibu dapet catatan lumayan banyak dari buku yang dibaca :).

Karena waktunya bertepatan dengan liburan, Library juga dihias layaknya tempat pesta. Ada balon-balon yang bergelantungan di lantai 1. Juga ada pameran gambar hasil karya anak-anak primary. Hihi, emang ya fasilitas itu menentukan banget jumlah kunjungan ke library. Tapi Nak, meskipun dekorasinya gak kayak tempat pesta ataupun gak meriah, membaca itu penting ya bagi masa diri. Selain sebagai santapan otak, membaca juga akan membuatmu lebih bijak memandang masalah.

Ibu juga masih harus terus menumbuhkan semangat membaca nih. Pokoknya kelak pada masanya nanti kami diberikan kesempatan untuk menemanimu pergi ke library setiap minggunya (atau minimal dua minggu sekali :p).

Oke, Nak segitu dulu ya cerita-ceritanya. Udah menjelang siang, ibu harus nyiapin worksheet buat murid ibu nanti.

Salam rindu,

Ibumu


tempat baca yang tadi diceritakan :)

Assalamu'alaikum, Jundiku sayang.

Izinkan bundamu ini menulis surat lagi untuk yang kesekian kalinya. Surat ini bukan surat rengekan. Insya Allah kini aku berniat mengalihkannya menjadi semacam renungan. Berharap, kelak nanti kau akan membacanya dan meresapinya dalam laku hidupmu. Aku ingin bercerita padamu tentang keluh. Keluh itu kadang bergun bagi orang macam ibumu ini. Dengan keluh yang disertai air mata, setidaknya aku bisa meng-coping stress emosiku. Meskipun kadang memang tak menyelesaikan masalah, tapi setidaknya keluhku yang terucap bersamaan dengan air mata ini membuat hatiku tak sesak lagi.

Haiss, tapi bukan ini yang mau aku ceritakan padamu, Nak. Anggaplah ini hanya sekedar intermezzo mengenai kepribadian ibumu yang kadang ajaib ini :p.

Ya, belakangan ini aku belajar banyak tentang keluh dari sahabat-sahabatku. Pertama dari Tery. Aku sudah menganggapnya seperti kakakku sendiri. Sampai-sampai aku mengira bahwa ia orang yang sangat amat kuat. Aku sering "mengeluh" tentang kegalaunku akan dirimu yang tak kunjung hadir. Ia, seperti biasa menerima setiap aliran keluhku dengan tangan terbuka. Sampai kemudian ia berkata, "berat-an mana, Put liku hidupmu dibanding denganku? ;)". 

Aih, Nak. Seketika itu pula aku tersadar. Apa yang aku alami saat ini tidak seberat apa yang sedang ia alami sekarang. Ia pun kemudian mengatakan hal ini kepadaku "apa yang kamu liat di jejaring sosial itu terkadang bukan realita yang sesungguhnya. Tapi kita terlanjur membandingkan apa yang dilihat, sehingga kita hanya berfokus pada hal yang belum dimiliki, namun sudah dimiliki oleh orang lain."

Ah, Nak seberat apapun hal yang ia hadapi, nyatanya ia masih bisa lebih bijak dihadapanku :). Kata-katanya pun kini membuatku sadar tentang kurangnya sisi kesyukuran yang aku miliki :(. Ya, keluh itu tetap ada bahkan semenjak Tery menasihatiku demikian. Entahlah, Nak seakan ibumu ini masih harus terus menerima diberitahu tentang hikmah menjalani kesyukuran tersebut.

Lalu, rasa inferioritas yang baru-baru ini melandaku (lagi). Maka kuceritakan hal ini pada sahabatku yang lain, Tami namanya. Ku BBM dia, dengan sedikit pembuka lalu kutumpahkan segala keluhku padanya. Ia pun menyoroti hal yang sama yang telah diucapkan Tery. Bahwa terkadang sisi pendengaran dan penglihatan kepada orang lain yang justru merusak sendi-sendi pertahanan kita. Lagi-lagi mungkin karena kita terlalu "mendengarkan" dan "melihat" orang lain, membuat bahagia kian menjadi sulit dieja.

Ah, Nak ibumu ini memang masih harus banyak belajar. Belajar bahwa bahagia itu tak kan bisa diraih jika pembandingnya adalah keadaan orang lain. Pelan-pelan ibumu ini akan belajar mendefinisikan kebahagiaan dengan sebenar-benar definisi dan menaruhnya di hati. Belajar bahwa keluh justru membuat bahagia menjadi begitu sulit dieja. Belajar bahwa kesyukuran itu merupakan kunci bahagia. Dan belajar bahwa Allah, Tuhan yang menguasai seluruh alam ini mentakdirkan takdir terbaik bagi hambaNya.

Doakan ya, Nak semoga ibumu ini selalu mampu meneguk hikmah di setiap langkah hidupnya. Ya, tak hanya aku, ibumu, tentulah semoga ayahmu pun demikian.

Salam rindu,

Ibumu
Entahlah, saya merasa akhir-akhir ini inferioritas saya sedang meningkat :(.

Apa karena mungkin saya banyak mendengarkan omongan atau melihat orang lain, seperti kata sahabat saya.

Yang jelas rasanya ini sudah sangat menganggu, M E N G A N G G U

Mau teriak sekenceng-kencengnya.....

Mau menghilang untuk sementara waktu umrah ke Mekkah.

Hiks, Allah.....................
NewerStories OlderStories Home