Assalamu’alaikum Wr Wb,
Hei Nak, apa kabar? Ini surat kedua yang aku tuliskan
untukmu. Kutulis sebagai penawar atas dahaga rindu padamu. Entahlah Nak, aku
hanya bisa lega ketika bisa menuliskan segala sesak di dada ini. Aih, Ibumu ini
terlalu cengeng ya Nak? Tapi apalah daya, sesak ini makin berasa tak
menyenangkan hinggap di hati ini.
Nak, berapa kali harus kuungkapkan bahwa aku rindu. Tapi
sampai detik ini Allah masih belum memperkenankan kita untuk bertemu. Ah, Nak
keadaan ini terkadang membuatku berputus asa dari rahmatNya. Astagfirullah… aku
tau, Nak itu tak boleh. Apalah daya, setan seperti tau saja ketika sendi
pertahananku mulai rapuh.
Terkadang aku takut Nak bahwa Allah tidak memperkenankan
kita untuk bertemu (semoga tidak). Aku pernah membaca bahwa takdir bisa berubah
dengan terus berusaha dan berdoa memohon padaNya. Ya, Nak aku akan terus
berusaha melakukan keduanya, dengan lebih giat dan lebih khusyuk lagi agar kita
segera bertemu.
Setiap periode menstruasi itu datang, aku selalu galau Nak. Seakan hal itu diperparah
dengan “ramalan” seorang senior yang kala itu melihat bulan sabit terbalik yang
sangat sedikit berada di tanganku. Ia berkata bahwa aku akan sulit memilikimu.
Mulanya aku tida percaya Nak. Kucari referensi-referensi tentang hal tersebut,
dan banyak yang bilang bahwa itu bukan merupakan indikatornya. Lalu aku pun
penasaran, tiap kali ada teman yang sudah memilikimu, kulihat bulan sabit
terbalik di ibu jarinya. Dan Alhamdulillah, ada beberapa kawan yang memiliki
sedikit bulan sabit itu tapi mereka tertakdirkan memiliki teman-temanmu. Akan
tetapi Nak biarpun fakta itu kutemui, tetap saja aku terngiang-ngiang akan “ramalan”
itu.
Nak, doakan aku agar terus menguatkan kesabaran ya. Karena
terkadang aku bisa menjadi sangat-sangat sensitif jika tersentil tentang belum
hadirnya dirimu sampai saat ini. Aku hanya bisa terus berdoa dan berupaya Nak
untuk memintamu segera hadir di rahimku kepada sang Pemilik kehidupan.
Semoga segala kegundahan dan ketakutan ini segera terobati
dengan hadirnya dirimu. Semoga ya Nak, semoga kita bisa segera bertemu.
Untuk kedua kalinya surat ini kubuat bersamaan denga
derasnya air mata yang mengalir,
Salam,
Ibumu.