Juli 2011, saat itu pastinya saya sedang celingak-celinguk memahami situasi ramadhan di Singapura. Pertama kalinya puasa di negeri orang, jauh dari orangtua juga saudara. Masih kebayang gimana takutnya ketika pergi berbelanja (because of the big T that I have), bingungnya berkendara dengan transportasi umum, plus kikuknya percakapan dan pendengaran saya berkomunikasi dengan bahasa Inggris.

Alhamdulillah, setelah tiga bulan rasa-rasanya waktu itu keadaan menjadi lebih baik. Udah PD pergi-pergi sendiri, berinteraksi dengan orang lewat, dan yang lebih penting saya sudah mulai mempunyai teman, hahaha. (big thanks buat Mba Diah yang sudah menjadi pembuka pertemanan saya dengan yang lainnya :D)
Singapura kemudian menjadi begitu menyenangkan setelah saya masuk ke dalam komunitas pengajian tahsin west. Yes, mba-mbanya begituuuu baik dan menyenangkan. Ngerasa banget dapet saudara di sana. Dapet ilmu dari teacher-teachernya, dapet tapau dari mba-mbanya, sekaligus tips n trick tentang kehidupan di singapur yang diobrolkan selepas acara pengajian.

Nah, yang lebih menyenangkan dan mewarnai hari-hari saya di sana adalah murid-murid kecil yang saya cintai. Dengan tingkah polah yang of course gak bisa ditebak, mereka memberi begitu banyak pelajaran kepada saya. Mulai dari pertanyaan-pertanyaan sepele sampai kadang bikin garuk-garuk kepala mikirin jawabannya. Tawa mereka, muka cemberut  kalo udah capek, dan yang  paling gak bisa dilupain ungkapan-ungkapan sayang yang mereka berikan kepada saya.

Tapi yang namanya kehidupan pasti ada sisi positif dan negatifnya ya. Di Singapur pula pertama kalinya saya mengalami tinggal sharing dengan orang lain. Yah mirip-mirip kayak waktu nge kos-lah. Di Singapur juga saya mempelajari sistem sewa-menyewa apartemen ditambah tingkah pola owner yang bisa dibilang ajaib, hahaha -> yang tingakah polah owner ini masuknya ke kategori negatif ya, :p.

Dua kali mengalami pindahan di Singapur juga mengasah kemampuan saya dalam hal packing-packingan. Oh tentu saja itu juga mengasah ke-tega-an saya dalam membuang barang-barang yang sebenernya gak penting-penting amat. Singapur juga memberi saya banyak pelajaran tentang susahnya mencari tempat tinggal yang pas di hati dan yang lebih penting pas di kantong :D. Mantengin gumtree tiap hari, nelponin agen buat viewing, malem-malem viewing rumah, dan yang gak kalah bikin stress nyari-nyari flatmates buat sharing :D.

Nah, di Singapur pula saya pertama kali ngalamin kejadian di datangin debt collector tiap malem (yang tiap malem ini terjadi selama lima hari berturut-turut). Saya yang polos ini gak menyangka bakal ngerasain “teror” debt collector dan juga “Ah Long”. Padahal bukan kami yang berhutang ya, tapi sensasi “ngeri”nya juga kian berasa. Saya pernah tuh di datengin debt collector jam SETENGAH SEBELAS MALAM. Kebetulan suami saya saat itu belum pulang dan sulit dihubungi. Tinggal-lah saya dengan segenap kekuatan yang saya miliki (lebay :D) menghadapi orang yang malam-malam menggedor pintu rumah tersebut.

Sebenernya sih ya, mereka gak serem-serem amat. Cuma secara psikologis entah kenapa saya sudah merasa kalah, hahaha. Oh ya, selain orang yang menggedor-gedor pintu untuk menagih hutang, kami juga pernah sekali mengalami teror “Ah Long”. Seperti teror Ah Long di sana pada umumnya, pintu dan tembok apartemen kami pun dilempar cat saat kami keluar rumah di hari minggu. Yes, hal tersebutlah yang juga membuat kami pertama kali berurusan dengan polisi. Karena teror tersebut merupakan suatu tindak kejahatan, jadinya pak polisi yang ditelpon sama tetangga kami pun datang ke apartemen kami dan membuat laporan kejadian perkara. Untungnya teror “Ah Long” nya cuma terjadi sekali, fyuuuuh.

Kalo sekarang inget kejadian itu bikin ketawa. Ternyata di Singapur juga bisa terjadi tipu menipu dalam menyewa apartemen, ya (kami anggap owner kami ini menipu karena ia bersembunyi dari para penagih hutang dan menyewakan apartemennya ke orang lain). So, hati-hati ya teman-teman dalam memilih tempat tinggal dan juga owner :D.

Segini dulu deh ceritanya. Insya Allah nanti disambung lagi dengan cerita lainnya.

Salam hangat,
Puti Ayu Setiani



NewerStories OlderStories Home