Rasanya pengin deh setiap hari nulis tentang pelajaran apa saja yang saya dapatkan saat saya mengajar murid-murid saya mengaji. Jelas pengalaman-pengalaman ini akan menjadi bekal saat saya mendidik anak-anak saya nanti Insya Allah. Berikut beberapa hal yang kemarin-kemarin ini terjadi.

* F tadinya sangat sulit untuk "diajak" belajar sesuai dengan jadwal yang sudah saya tentukan. Ia masih berpikir bahwa saat saya artinya adalah saatnya kita main bersama, haha. Wajar mungkin karena di awal saat pendekatan dengannya, terlebih dahulu saya akan bermain sekitar sepuluh menit bersamanya, tapi seringnya sih lebih dari sepuluh menit :p. Walhasil saat saya datang, Ia selalu berujar "Can we play just 10 minutes?".

Nah, untuk tahun ini saya ingin sedikit merubah kebiasaan tersebut. Mainnya tetep, tapi saya ingin menaruhnya di akhir saja setelah pelajaran usai. Karena jika ditaruh di awal maka saat mengaji pun ia tetiba bisa saja mengambil boneka angry birdnya dan melanjutkan permainan pretend play-nya. Awal merubah ini terasa sulit memang. Ia cenderung tipe yang "sensitif". Jadi kalo dia tiba-tiba gak suka sama perlakuan saya, langsung ngambek deh gak mau ngelanjutin baca qiraatinya. Pernah suatu waktu selama satu jam saya dibuat senewen, membujuknya untuk membaca qiraati selesai satu halaman saja :D. Biasanya dia mengeluarkan kata-kata "I don't like you, tante Puti". Kalau sudah begini wih saya harus pintar-pintar membujuknya.

Alhamdulillah tapi sekarang perlahan ia mulai berubah. Di awal tahun ini saya mencoba bersikap agak "keras" untuk tidak memberinya waktu main bersama sebelum ia selesai membaca qiraati. Berhasil memang dengan sikap "keras" saya ini, tapi yaitu saya masih harus menghadapi fase-fase ngambeknya dia.

Saya kemudian mencoba menerapkan cara lain. Saya memberinya timing dua puluh menit untuk menyelesaikan membaca satu halaman. Jika dia berhasil melakukannya, maka saya akan memberikan satu "Smiley Star" untuknya. Dan, ternyata itu berhasil saudara-saudara. Total waktu yang ia perlukan untuk membaca hanya sekitar 9-11 menit sahaja :D.


* K, murid baru Saya. Murid perempuan saya satu-satunya untuk saat ini. Jelas, sangat berbeda pendekatan mengajarnya dengan dua murid saya yang lain. Cenderung "nurut" dan mudah diatur. Akan tetapi kemarin akhirnya saya menghadapi saat dimana ia "mogok" tidak mau belajar mengaji, haha. Ceritanya sebelum ngaji Ia sedang menonton film kartun Mr.Bean. Saya memintanya untuk mem-Pause film tersebut dan boleh dilanjutkan setelah selesai ngaji. Ternyata di lima belas menit terakhir, saat saya sedang menjelaskan etika makan dengan bahasa Inggris, tiba-tiba adiknya tanpa sengaja mematikan laptop yang memuat film Mr.Bean tadi. Apa yang terjadi?  Ya tentunya si Kaka ngamuk ke adiknya, dan pada akhirnya ngambek dipojokkan.

Huff, padahal sebelumnya saya sudah prepare menjelaskan penjelasan ini dengan Bahasa Inggris. Saya sudah cukup PD bisa menarik perhatiannya dengan penjelasan saya. Tapi e... gak taunya ada kejadian semacam ini. Saya gak pernah ngebayangin akan seperti ini. Meskipun presentasi menggunakan bahasa Inggris saya kurang begitu berhasil, tapi saya jadi belajar bagaimana cara membujuk Kakak yang ngambek agar mau balik belajar lagi.

Haha, iya mengajar itu memang selalu dipenuhi ketidak-terdugaan :D


*B, Si Abang yang satu ini sebenarnya termasuk ke dalam tipe "penurut". Cuma ternyata ditengah-tengah ngaji dia suka tetiba loncat-loncat atau jalan ke sana kemari :D. Sama sepeti F, saya menerapkan metode timing untuknya. Karena umurnya yang memang lebih tua dua tahun dari yang lainnya, maka saya hanya memberi waktu 15 menit saja untuk membaca satu halaman qiraati. Nah, kalo giliran pas hafalan, saya membiarkannya loncat ke sana kemari deh, yang penting dia mengikuti dan mencoba mengingat apa yang saya katakan. Karena nampaknya si Abang termasuk ke dalam tipe kinestetik :D


Tentunya hal-hal tersebut hanya sebagian kecil dari apa yang terjadi saat mengajar. Saya bersyukur dengan keputusan saya tepat setahun yang lalu untuk mengikuti ujian menjadi Guru Qiraati (di sini untuk menjadi guru ngaji saja harus bersertifikat soalnya). Padahal awalnya saya takut mengikuti ujian ini. Di satu sisi takut karena ternyata banyak term-term tajwid dan juga perbedaan rule penulisan Al-Qur'an rasm Utsmani dan Imla'i (karena yang kita baca di Indo adalah Imla'i, sedangkan Singapur memakai rasm Utsmani). Di sisi lain saya yang baru berada di Singapur selama beberapa bulan dan pada saat itu belum mempunyai izin tinggal tetap, jelas saja takut dan tidak percaya diri menghadapi lingkungan dan orang-orang baru. Karena untuk mengikuti ujian ini, saya harus mengikuti kursus selama dua minggu. Untung saja ada beberapa orang indo yang juga ikutan, jadinya saya gak merasa "sendiri". Dan terlebih untung saja bahasa pengantarnya menggunakan bahasa Malay :D.

Andai saja pada saat itu saya kalah oleh ketakutan itu, tentu saja pengalaman belajar dari F, K, dan B tidak akan pernah saya alami. Terima kasih Allah atas semua kesempatan ini. Dan jelas sekali saya belajar dari sebuah quotes ini:

"Kamu yang sekarang adalah keputusan kamu di masa lalu"

Yes, mulai sekarang saya akan mencoba belajar menaklukan ketakutan-ketakutan saya. Karena jikalau saya takut duluan, terntulah saya tidak akan pernah bisa belajar dan tidak akan pernah mengalami pengalaman-pengalaman yang selalu membuat saya lebih matang.

Terima kasih Allah atas segala kesempatan yang diberikan :)








Manusia, kadang susah ditebak maunya apa. Dikasih satu kondisi, mengeluh, dikasih yang berlawanannya bisa-bisa tambah mengeluh. Manusiawi? jelas, namanya juga manusia. Kondisi mengeluh-mengeluh itulah yang bisa dinamakan menjadi kurang bersyukur.

Apakah saya termasuk salah satunya? Ya, tentu pasti ada satu keadaan dimana kemudian saya menjadi kurang bersyukur. Sunatullah hidup itu seperti roda, kadang di atas, kadang di bawah. Kadang saat di atas kita menjadi kurang bersyukur, pun saat di bawah pun bisa jadi lebih-lebih tidak bersyukur.

Apa-apa yang terjadi dengan hidup kita pastilah merupakan takdir yang telah digariskannya. Akan tetapi tentunya hal ini juga berkaitan dengan perilaku yang kita lakukan sehari-hari. Saya percaya hukum sebab-akibat, meskipun tetap Allah lah yang selalu memberi keputusan akhir dalam setiap perkara.

Berusaha itu memang sebuah keharusan, tapi tetap Allah jualah Sang Pemegang Keputusan. Kita tentu bisa mengiba-ngiba kepada Allah tentang segala keinginan kita, namun bukan lantas "memerintah" Allah untuk memenuhi keinginan kita lewat doa.

Berdoa tentu ada adabnya, merengek tapi tidak memaksa. Saya semakin menyadari akan hal ini setelah membaca sebuah status yang membahas tulisan Ibnu 'Athailah:

* ETIKA BERDOA' - ALHIKAM *

Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary:

“Janganlah pencarianmu (doa- doamu) sebagai sebab untuk diberi sesuatu dari Allah Swt, maka pemahamanmu kepadaNya menjadi sempit. Hendaknya pencarianmu (doa-doamu) semata untuk menampakkan wujud kehambaan dan menegakkan Hak-hak KetuhananNya.”

Pencarian merupakan arah yang menjadi sebab terwujudnya kehendak yang harus ada. Pencarian, usaha, doa, ikhtiar merupakan rangkaian sebab- sebab menuju apa yang ingin di raih. Termasuk disini adalah BERDOA. Umumnya orang berdoa agar terwujud apa yang diinginkan. Berikhtiar agar tercapai apa yang dicita-citakan. Padahal dimaksud Allah Swt memerintahkan kita berdoa dan berupaya, semata-mata agar eksistensi kehambaan kita yang serta fakir, serba hina, serba tak berdaya dan lemah muncul terus menerus di hadapanNya. Bukan, agar kita bisa mewujudkan apa yang kita kehendaki, karena hal demikian bisa memaksa Allah Swt menuruti kehendak kita.
Pemahaman yang sempit tentang Allah Swt, akan terus menerus berkutat pada sikap seakan-akan Allah-lah yang mengikuti selera kita, bukan kehendak kita ini akibat kehendakNya, perwujudan yang ada karena kehendakNya, bukan disebabkan oleh kemauan kita. Ketika manusia berdoa seluruh kehinaan dirinya, kebutuhan dirinya dan kelemahannya serta ketakberdayaannya muncul. Itulah hikmah utama dibalik berdoa. Ketika kita berikhtiar, pada saat yang sama kita menyadari betapa tak berdayanya kita. Sebab kalau kita berdaya, pasti tidak perlu lagi ikhtiar dan berjuang. 
Di sisi lain, kita dituntut untuk terus menerus menegakkan Hak- hak KetuhananNya, bahwa Allah berhak disembah, berhak dimohoni pertolongan, berhak dijadikan andalan dan gantungan, tempat penyerahan diri, berhak dipuji dan dipatuhi, berhak dengan segala sifat Rububiyahnya yang Maha Mencukupi, Maha Mulia, Maha Kuasa dan Maha Kuat. Semua harus terus tegak di hadapan kita. Dan itu semua bisa terjadi manakala kehambaan kita hadir.
Ironi-ironi dalam ikhtiar dan doa kita sering terjadi. Kita lebih memposisikan sebagai “tuhan”, dengan banyak memerintah Tuhan agar menuruti kehendak kita, kemauan kita, proyeksi-proyeksi kita. Diam-diam kita menciptakan tuhan dan berhala dalam jiwa kita, agar dipatuhi oleh Allah Sang Pencipta. Inilah piciknya iman kita kepadaNya, yang sering memaksaNya sesuai dengan pilihan-pilihan kita, bukan pilihanNya. Karena itu hakikatnya, menjalankan perintah doa itu lebih utama dibanding terwujudnya doa kita (ijabah).

Ikhtiar kita hakikatnya lebih utama daripada hasil yang kita inginkan. Perjuangan kita hakikatnya lebih utama dibanding kemangan dan kesuksesannya. Ibadah lebih utama dibading balasan- balasanNya. Karena taat, doa, ikhtiar itu menjalankan perintahNya. Sedangkan balasan, ijabah, sukses, kemenangan, bukan urusan manusia dan tidak diperintah olehNya. Banyak orang berdoa, beribadah, berikhtiar, tetapi bertambah stress dan gelisah. Itu semua disebabkan oleh niat dan cara pandangnya kepada Allah Swt yang sempit. Sehingga, bukan qalbunya yang menghadap Allah Swt, tetapi nafsunya.

Syeikh Abul Hasan asy-Syadzily, ra berkata:
“Janganlah bagian yang membuatmu senang ketika berdoa, adalah hajat-hajatmu terpenuhi, bukan kesenangan bermunajat kepada Tuhanmu. Hal demikian bisa menyebabkan anda termasuk orang yang terhijab.”

Bahwa kita ditakdirkan bisa bermunajat kepadaNya, seharusnya menjadi puncak kebahagiaan kita. Bukan pada tercapainya hajat kebutuhan kita. Kenapa kita bisa terhijab? Karena kita kehilangan Allah Swt, ketika berdoa, karena yang tampak adalah kebutuhan dan hajat kita, bukan Allah Tempat bermunajat kita.


Karena itu mulai sekarang saya akan mencoba merubah cara pandang saya terhadap doa. Saya tentu tak akan pernah berhenti meminta, tapi saya juga tidak mau berada dalam posisi seakan-akan memaksa Allah menuruti segala keinginan saya. Saya jelas manusia hina yang akan selalu bergantung padaNya. Saya akan terus dan terus meminta, khususnya tentang rezeki untuk mempunyai anak. Semoga Allah berkenan mempertemukan sel telur dan sperma di rahim saya. Meskipun sang sperma harus berusaha keras dalam keadaannya yang lemah, toh jikalau Allah berkenan maka pastilah sang sperma akan memiliki kekuatan menembus sel telur dengan izinNya. Tentu dengan tidak melupakan berbagai ikhtiar dengan memperkuat sang sperma dan tentunya dengan lantunan doa dari kami dan juga dari teman-teman semua.

Ya, jikalau Allah berkehendak, tiada yang tidak mungkin di dunia ini. Tugas insan tentunya hanya berikhtiar dan berdoa, biarlah selebihnya Allah saja yang bekerja menentukan semuanya.




Ini sebenernya banyak yang mau saya ceritain. Tentang les conversation yang sudah berjalan dua bulan, tentang flat baru, murid-murid baru, semangat baru, tantangan-tantangan baru, dan juga tentang target-targetan baru. Pengin nulis semua-muanya pokoknya.

Tapi apadaya, sekarang karena jadwal super padat (gaya :p), makannya kalo malem suka udah tepar kayak sekarang ini. Apa daya pagi-pagi harus masak, bebersih, dan juga mempersiapkan segala macam hal-hal berbau laundry. Siang hari biasanya nyiap-nyiapin buat ngajar, dan siang menjelang sore udah harus cap cus ngajar karena tempatnya jauh-jauh, haha.

Walhasil biasanya sampe rumah sudah malam dan sudah tepar :D.

Padahal ya bulan ini jadwal saya boleh dibilang masih bolong tiga, karena bulan depan insya Allah akan terisi dua atau tiga slot waktu lagi buat ngajar (Alhamdulillah masih diberi kesibukkan).

Seneng sekaligus deg-degan. Pasalnya semakin banyak murid, maka tentunya kapasitas membaca Al-Qur'an saya mesti ditingkatkan. Insya Allah makannya nanti mau ikutan Talaqqi di sebuah lembaga yang nantinya insya Allah akan dapet sertifikat ketika sudah khatam :).

Mudah-mudahan saya bisa istiqomah nih mengajar dan diajarkan Al-Qur'an.

Seneng plus capek juga. Seneng karena bisa ketemu murid-murid yang kadang perilakunya buat senyum-senyum dan buat ketawa (Ah, you made my day, dear). Tapi kadang bisa mesem juga kalo lagi keluar "jeleknya". Seneng yang lain adalah Alhamdulillah dapet titipan rezeki dari Allah melalui para orangtua muridnya (Alhamdulillah :D). Capeknya ya karena lebih banyak keluar aja tiap hari. Sehari bisa di dua tempat di pagi dan sore (karena saya masih harus les bahasa Inggris tiap selasa dan kamis :D).

Semoga tetep semangat dan istiqomah ya dalan ajar-mengajar Al-Qur'an ini. Semangat selalu semuanya....

Al Insan adalah surah kedua yang saya hafal dengan "hanya" mendengarkan lantunan Mishari Rasyid pada awalnya (surah pertama adalah surah As-Shaff). Yakin bisa hafal cuma dari mendengar saja? Hehe, ya gak lah. Makannya saya bilang kan pada awalnya :p.

Hafal yang saya maksud adalah otak saya bisa merekam lagu yang dilantunkan oleh Misyari pada saat membaca surat ini. Tentunya untuk masalah makhrajnya saya masih harus menghafal lewat "membaca". Biar gak salah tentu saja sebenernya bunyinya seperti apa.

Saya merasa bahwa dengan mengetahui nada otak saya jadi bisa merekam jikalau saya salah melantunkan ayat selanjutnya (soalnya nadanya jadi gak enak di dengar :p). Itu kelebihan menghafal dengan mendengar menurut saya. Tapi tetep aja sisi buruknya adalah ketika menyetor hafalan, sisi tajwid saya tentu saja kacau balau :D.

Gara-gara saya suka banget sama surat ini (suka karena lantunannya dan artinya tentu saja), saya meminta a' Delta menjadikannya hadiah di hari pernikahan kami.

Al-Qur'an bukan saja untuk dihafal, tapi untuk dijaga. Makannya sebutan yang hafal qur'an adalah hafidz/ah yang artinya penjaga. Nah, hafalan ini ternyata bisa hilang sodara-sodara, kalau tidak kita ulang-ulang. Dan itupun terjadi pada hafalan Al-Insan saya :(.

Karena itu kemarin mencoba mengembalikan total hafalan saya, sembari gosok (karena gak ada TV juga), jadilah saya memurajaah hafalan saya ini. Meskipun penyelesaian gosoknya jadi agak tersendat (karena tiap saya lupa, saya selalu ngecek Al-Qur'an), tapi Alhamdulillah hal ini cukup efektif bagi saya karena mau gak mau saya mesti me-recall ingatan saya supaya gosokannya cepet kelar, haha.

Di lain hari, sembari bebersih rumah, sepanjang aksi itu saya puter nih muratalnya mishari rasyid hanya pada 3 surah saja yaitu: Abasa, As-Shaff, dan Al-Insan. Alhamdulillah sejak dua hari itu hafalan saya pun sudah kembali kepada posisi yang seharusnya. Hehe.

Begitu saja sih cerita tentang hafalan Al-Insan saya ini. Semoga saya juga bisa konsisten menjaga surah yang telah saya hafal dan juga konsisten untuk menambah surah yang saya jaga :D. Mohon doanya ya teman-teman ;).





Mungkin pengalaman menjadi minoritas (bener-bener cuma muslim sendiri) sudah banyak dialami oleh teman-teman semua, tapi ini benar-benar hal pertama kali dan sangat "menantang" bagi saya. Sekedar ingin berbagi. Siapa tau ada hikmah yang bisa dipetik dari membaca kisah saya ini.

Mengikuti les Bahasa Inggris di sini merupakan kunci dari pengalaman-pengalaman berharga yang saya dapatkan. Lingkungan baru, suasana baru, guru-guru baru, serta memiliki teman-teman baru yang berasal dari beberapa negara diantaranya Korea, Jepang, Mongol, Vietnam, RRC, Peru, Chili, dsb.

Menjadi muslimah diantara yang lain jelas membuat saya menjadi "sorotan". Hijab yang saya kenakan merupakan pemandangan unik tersendiri bagi teman-teman saya. Ya, mungkin ini pertama kali bagi mereka memiliki teman seorang muslimah. Saat pertama kali melihat, mereka mungkin penasaran dengan saya, sampai pada akhirnya pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan seorang muslim pun terlontar dari mulut mereka.

1. Mengapa kamu menggunakan hijab, Puti? Panaskah? Siapa saja yang bisa melihat rambut, tangan, dan kaki kamu?
Pertanyaan ini sering saya dapatkan dari teman-teman saya. Saya mengatakan bahwa berhijab adalah pilihan, tapi tentu mempunyai konsekuensinya tersendiri. Saya lalu bercerita tentang "reward" dan "punishment" yang akan didapatkan di kehidupan setelah mati. Lalu salah satu teman saya bertanya "Apakah kamu mempercayai semua itu, Puti?" :)

Mengenai adaptasi berhijab, saya katakan wajar jika terasa "sulit" pada awalnya. Akan tetapi lama-kelamaan kami terbiasa dengan pakaian ini. Saya juga mengatakan bahwa pemilihan bahan pakaian juga bisa menjadi solusi dari masalah "panas-panasan" ini. Saya menjelaskan bahwa jilbab tidak pernah membatasi gerak saya. Mau naik gunung, hayu, sekolah, hayu. Pokoknya hijab bukan jadi alasan deh :).

Hijab memang hal yang menarik bagi teman-teman saya ini. Sampai-sampai seorang teman saya yang berasal dari Vietnam datang dan berbicara empat mata dengan saya usai kelas. Hihi, dia amat penasaran sama temen barunya ini. Salah satu pertanyaan yang Ia tanyakan adalah tentang siapa saja yang bisa melihat rambut saya. Di akhir perbincangan kami pun, Ia kemudian berkata "Wah, Puti saya sangat menghargai usaha kamu yang mengenakan hijab" :)

2. Makanan apa saja yang boleh kamu makan, Puti?
Pertanyaan mengenai halal dan haram makanan (dan tentu saja minuman) adalah pertanyaan kedua yang paling sering ditanyakan. Pasalnya di tempat les saya ini sering ada acara makan bersama. Kejadian pertama adalah ketika guru saya yang habis berlibur ke Italia. Ia membawakan makanan khas dari sana. Saat semua mengambil makanan, saya terdiam dan berpikir 'bagaimana saya harus menanyakan komposisinya dalam bahasa inggris' . Maklum bahasa Inggris saya masih pas-pasan (maka dari itu saya les bahasa Inggris :D). Akhirnya saya memberanikan diri bertanya, dan Alhamdulillah guru saya dengan sigap mengambil bungkusan utama makanan tersebut untuk memastikan bahwa Ingredientnya aman bagi saya. 

Akan tetapi saat ada event makan kue2 bersama (seluruh kelas) jujur saya agak bingung menanyakan ingredientnya. Mungkin karena biasanya kelas besar, jadi saya agak sungkan untuk nanya-nanya. Saya mensiasatinya dengan membawa snack sendiri. Jadi saya tetap bisa bersama-sama dengan mereka tanpa mereka sendiri harus merasa tidak enak dengan makanan "syubhat" yang disediakan :D.

3. Pemakaian tangan dalam aktivitas
Salah satu guru saya menanyakan kepada saya tentang aturan penggunaan tangan bagi muslim ketika beraktivitas. Maka saya menjelaskan tentang penggunaan tangan kanan dan kiri. Pada suatu hari di akhir kelas salah satu teman saya yang berasal dari Jepang (perempuan) bertanya kepada saya, "Puti boleh aku menyentuhmu? Bolehnya pake tangan apa, kanan atau kiri?". Saya tersenyum kemudian berusaha menjelaskan kepadanya soal aturan sentuhan dalam Islam.

4. Apakah kamu masih boleh melanjutkan sekolah Puti? Bagaimana dengan berkarir?
Pertanyaan ini dilontarkan oleh teman saya (laki-laki) yang berasal dari Mongolia. Dia cukup terkejut ketika saya menjelaskan bahwa justru suami saya sangat mendorong saya menuntut ilmu bahkan berkarir sekalipun. Mengapa Ia terkejut? Pasalnya ia berpikir bahwa para muslimah ini tidak diperbolehkan untuk menuntut ilmu ke jenjang yang tinggi. Terlebih ketika muslimah tersebut sudah menikah dan memiliki anak. 


Masih banyak hal seru yang saya alami di sana. Ya, dulu mungkin saya takut memikirkan bagaimana saya harus berlaku sebagai seorang minoritas di sana. Akan tetapi lama kelamaan saya justru menikmatinya. Saya jadi banyak belajar melalui mereka. Menikmati berkenalan dengan mereka dan bertukar pikiran menganai kebudayaan dari negeri asal masing-masing. Alhamdulillah, terima kasih Allah atas anugerah ini :)




NewerStories OlderStories Home