Showing posts with label ujian. Show all posts
Showing posts with label ujian. Show all posts

Turbulensi di pikiran dan perasaan di saat yang tidak tepat terkadang bikin ngerasa kalo kita yang paling 'sengsara' sendiri. (calon) Psikolog juga manusia kok... ada saatnya juga butuh diterapi sama teman sendiri....

*I think i need a councelling :(



Ada hal-hal dalam hidup ini yang tidak bisa sama sekali dikontrol oleh manusia. Mau berusaha sekuat apapun, kalo emang belum saatnya ya gak bakal deh keturutan.

Hal-hal yang kita inginkan terkadang tidak dengan mudah didapatkan. Iri melihat kenapa dengan mudahnya orang lain memiliki sesuatu yang sudah lama kita idamkan. Bertanya-tanya kepada Tuhan, kenapa saya rasanya sulit sekali mendapatkan hal tersebut, padahal orang lain dengan mudahnya mendapatkan hal tersebut dalam waktu yang singkat.

Saya pernah iseng bertanya kepada suami saya, pernah gak sih ay iri dengan orang lain? Suami saya menjawab pernah, ya namanya juga manusia. Namun ia bilang, kalo kata umar kita cuma punya dua senjata, sabar dan syukur. Jadi mungkin saat in kita emang lagi dcoba dalam posisi sabar, tapi insya Allah ada saatnya kita berada di posisi kesyukuran.

Insya Allah saatnya akan tiba, saat dimana saya mengandung, melahirkan, dan menyusui. Saat dimana suami saya merasa bahagia dengan sambutan anak saat ia pulang kerja.

Iya, insya Allah saatnya akan tiba.


Pengin sharing tentang segala macam yang berhubungan dengan pendaftaran dan seleksi pascasarjana UGM.
Berhubung tahun ini prosedurnya beda dari tahun-tahun berikutnya, berikut akan saya jelaskan:

1. Lihat persyaratan peserta di web UM UGM. Salah satu yang paling krusial adalah IPK S1. Untuk yang akreditasi programnya A, IPK harus lebih dari 2,5; untuk yang akreditasinya B, IPK harus lebih dari 2,75; Untuk yang akreditasinya C, IPK harus lebih dari 3.

Nah akreditasi ini bisa dibuktikan dengan fotokopi sertifikal fakultas (atau program studi) yang telah dilegalisasi. Biasanya mintanya ke bagian pendidikan akademik masing-masing fakultas. Kalo saya waktu itu mintanya ke bagian dekanat, etapi karena baru aja pembaharuan akreditasi (setelah sekian lama kagak diurusin update-annya) jadinya dekanat belum punya sertifikatmya, hahaha. Akhirnya ngomong sama bagian pendidikan fakultas di UGM yang saya tuju, dan ceritain kasus saya ini. Alhamdulillah bukti fotokopinya bisa diganti dari hasil comotan di situs ban pt. hahahaha.

2. Ini syarat yang krusial lagi, yaitu harus udah punya nilai tes potensi akademik (TPA) Bappenas atau TPA yang diadain oleh psikologi UGM (yang masih berlaku), dikenal dengan PAPs. Bagi yang belum punya bisa tes jauh-jauh hari sebelum masa pendaftaran berlangsung, karena kedua sertifikat ini bisa berlaku sampai 2 tahun. Selain punya nilai TPA, pendaftar juga harus punya nilau hasil ujian tes English, bisa TOEFL ITP atau IBT (yang diakui oleh IIEF), nilai IELTS (diakui oleh IDP), atau AcEPT-nya UGM. Minimal nilainya harus setara dengan 450 pada ITP.

Jadi ga akan ada tuh tes tertulisnya lagi karena udah punya ini. Kecuali kalo program studi tujuannya mensyaratkan tes tambahan ya. Ini ada enaknya ada enggaknya. Nanti bakal diceritain lebih lanjut deh ya di postingan selanjutnya.

Nah, kalo udah punya itu semua, tinggal daftar deh. Oh ya jangan lupa sih syarat berkas-berkas lanjutan kayak surat rekomendasi dari dua orang dosen atau atasan, surat keterangan sehat dari puskemas atau RS, plus rencana pendaftar pasca lulus. Info lebih lanjut bisa kunjungi situs um.ugm.ac.id ya...

Oke, sekian dulu. Akan berlanjut di cerita berbagai kerempongan saya dalam menyiapkan semua persyaratan tersebu, hihihi.

Sampai jumpa......!




Dulu, ketika employment pass aa' di-reject sama MOM (Ministry of Manpower) Singapura, saya sempat bertanya-tanya kenapa. Namun setelahnya saya sadar, itu cara Allah memberi tahu kami bahwa kami mempunyai teman-teman yang luar biasa di sana (Singapura), yang mau dimintai tolong, meminjamkan hartanya untuk biaya hidup kami sampai aa' apply kerja dan di-approve EP-nya. Yap, dan benar saja dipenghujung kepasrahan saya tiba-tiba saja aa' dapet panggilan kerja lagi, dan setelah melewati drama sempat dimarahin sama pihak imigrasi karena terlalu lama berada di Singapur dengan visit pass, toh akhirnya masalah peng-approve-an EP beres juga (dan Alhamdulillah kami juga berhasil mengembalikan semua yang kami pinjam kepada saudara-saudara kami itu sedikit demi sedikit).

Dulu, ketika kena 'teror' sama loan shark gegara utang yang dimiliki owner HDB yang kami tempatin, saya sempat ngebatin, ko ada-ada aja ya? :D, tapi sekarang saya menyadari Allah tuh mau nunjukin pembelajaran berharga sama kami bahwa terlibat dengan yang namanya rentenir itu gak pernah enak sama sekali, bikin strees, dan bikin senewen, hahaha (padahal itu bukan kami yang berutang, tapi tetep senewennya sama).

Dulu, ketika gagal (belum diterima) kerja di salah satu sekolah bergengsi di Jakarta saya sempet kecewa, bahkan jadi merendah, emang gw sejelek ini ye ampe gak keterima di itu sekolah? Namun, kemudian saya sadar kalo Allah tuh emang nyurus saya buat ga LDR-an sama suami. Biar bisa ngedampingin suami membangun usahanya di Jogja; Biar saya semakin belajar memperbaiki bahasa Inggris saya; dan juga biar saya gak stress menghadapi kemacetan di Jakarta :p.

Dan ketika sampai saat ini kami masih belum dikarunia keturunan, kini saya sadar, mungkin Allah emang ngasih waktu buat kami fokus dulu di cita-cita kami. Biar usahanya aa' (dan teman-teman founder lainnya) itu besar dulu, biar kami semakin banyak menambah bekal kami untuk menjadi orangtua, dan juga biar saya bisa nempuh pendidikan psikolog dulu. Insya Allah ini cuma penundaan Allah saja. Kelak pada saatnya, di waktu yang tepat dan terbaik kami bisa memiliki keturunan yang shalih dan shalihah. Yang penting ikhtiarnya dan juga doanya jalan teruuuuus.

DO YOUR BEST AND LET GOD DO THE REST 

Mohon doanya supaya kuliah saya berjalan lancar dan usaha suami saya (dan kawan-kawannya) juga semakin barakah dan berjaya :)



Do you know when your friend in a whatsapp group talking about her pregnancy (that you also really want to be like her so long), then everybody gave a congratulation for her, then you try to give (also)  a congratulation for her, although you felt was like a heartbreaking? It's really hard you know, really...really hard.

*Semoga kesabaran dan kesyukuran tidak pernah lepas dari diri, bahkan selalu bertambah dan ditambah-tambah....

Selalu ada masa di mana sepertinya:
hati buncah kesal gak karuan
rasanya pengin ngeluarin air mata tapi ga tau juga kenapa sebabnya
jiwa yang sesak, ngerasa diri paling menderita

Semoga kalo mereka lagi datang, saya bisa mengatasinya dengan baik.
Selalu, semoga....

Baca postingan ini di page Gamis Syar'i Makkah langsung mberes mili:


Aku sudah lulus dari kuliah dan sudah mendapatkan pekerjaan yang bagus.
Lamaran kepada diriku untuk menikah juga mulai berdatangan, akan tetapi aku tidak mendapatkan seorangpun yang bisa membuatku tertarik.
Kemudian kesibukan kerja dan karir memalingkan aku dari segala hal yang lain. Hingga aku sampai berumur 34 tahun.
Ketika itulah aku baru menyadari bagaimana susahnya terlambat menikah.
Pada suatu hari datang seorang pemuda meminangku. Usianya lebih tua dariku 2 tahun. Dia berasal dari keluarga yang kurang mampu. Tapi aku ikhlas menerima dirinya apa adanya.
Kami mulai menghitung rencana pernikahan. Dia meminta kepadaku photo copy KTP untuk pengurusan surat-surat pernikahan. Aku segera menyerahkan itu kepadanya.
Setelah berlalu dua hari ibunya menghubungiku melalui telepon. Beliau memintaku untuk bertemu secepat mungkin.
Aku segera menemuinya. Tiba-tiba ia mengeluarkan photo copyan KTPku. Dia bertanya kepadaku apakah tanggal lahirku yang ada di KTP itu benar?
Aku menjawab: Benar.
Lalu ia berkata: Jadi umurmu sudah mendekati usia 40 tahun?!
Aku menjawab: Usiaku sekarang tepatnya 34 tahun.
Ibunya berkata lagi: Iya, sama saja. Usiamu sudah lewat 30 tahun. Itu artinya kesempatanmu untuk memiliki anak sudah semakin tipis. Sementara aku ingin sekali menimang cucu.
Dia tidak mau diam sampai ia mengakhiri proses pinangan antara diriku dengan anaknya.
Masa-masa sulit itu berlalu sampai 6 bulan. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi melaksanakan ibadah umrah bersama ayahku, supaya aku bisa menyiram kesedihan dan kekecewaanku di Baitullah.
Akupun pergi ke Mekah. Aku duduk menangis, berlutut di depan Ka'bah. Aku memohon kepada Allah supaya diberi jalan terbaik.
Setelah selesai shalat, aku melihat seorang perempuan membaca al Qur'an dengan suara yang sangat merdu. Aku mendengarnya lagi mengulang-ulang ayat:
(وكان فضل الله عليك عظيما)
"Dan karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu itu sangat besar". (An Nisa': 113)
Air mataku menetes dengan derasnya mendengar lantunan ayat itu.
Tiba-tiba perempuan itu merangkulku ke pangkuannya. Dan ia mulai mengulang-ulang firman Allah:
(ولسوف يعطيك ربك فترضي)
"Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas". (Adh Dhuha: 5)
Demi Allah, seolah-olah aku baru kali itu mendengar ayat itu seumur hidupku. Pengaruhnya luar biasa, jiwaku menjadi tenang.
Setelah seluruh ritual umrah selesai, aku kembali ke Cairo. Di pesawat aku duduk di sebelah kiri ayahku, sementara disebelah kanan beliau duduk seorang pemuda.
Sesampainya pesawat di bandara, akupun turun. Di ruang tunggu aku bertemu suami salah seorang temanku.
Kami bertanya kepadanya, dalam rangka apa ia datang ke bandara? Dia menjawab bahwa ia lagi menunggu kedatangan temannya yang kembali dengan pesawat yang sama dengan yang aku tompangi.
Hanya beberapa saat, tiba-tiba temannya itu datang. Ternyata ia adalah pemuda yang duduk di kursi sebelah kanan ayahku tadi.
Selanjutnya aku berlalu dengan ayahku.....
Baru saja aku sampai di rumah dan ganti pakaian, lagi asik-asik istirahat, temanku yang suaminya tadi aku temui di bandara menelphonku. Langsung saja ia mengatakan bahwa teman suaminya yang tadi satu pesawat denganku sangat tertarik kepada diriku. Dia ingin bertemu denganku di rumah temanku tersebut malam itu juga. Alasannya, kebaikan itu perlu disegerakan.
Jantungku berdenyut sangat kencang akibat kejutan yang tidak pernah aku bayangkan ini.
Lalu aku meminta pertimbangan ayahku terhadap tawaran suami temanku itu. Beliau menyemangatiku untuk mendatanginya. Boleh jadi dengan cara itu Allah memberiku jalan keluar.
Akhirnya.....aku pun datang berkunjung ke rumah temanku itu.
Hanya beberapa hari setelah itu pemuda tadi sudah datang melamarku secara resmi. Dan hanya satu bulan setengah setelah pertemuan itu kami betul-betul sudah menjadi pasangan suami-istri. Jantungku betul-betul mendenyutkan harapan kebahagiaan.
Kehidupanku berkeluarga dimulai dengan keoptimisan dan kebahagiaan. Aku mendapatkan seorang suami yang betul-betul sesuai dengan harapanku.
Dia seorang yang sangat baik, penuh cinta, lembut, dermawan, punya akhlak yang subhanallah, ditambah lagi keluarganya yang sangat baik dan terhormat.
Namun sudah beberapa bulan berlalu belum juga ada tanda-tanda kehamilan pada diriku. Perasaanku mulai diliputi kecemasan. Apalagi usiaku waktu itu sudah memasuki 36 tahun.
Aku minta kepada suamiku untuk membawaku memeriksakan diri kepada dokter ahli kandungan. Aku khawatir kalau-kalau aku tidak bisa hamil.
Kami pergi untuk periksa ke seorang dokter yang sudah terkenal dan berpengalaman. Dia minta kepadaku untuk cek darah.
Ketika kami menerima hasil cek darah, ia berkata bahwa tidak ada perlunya aku melanjutkan pemeriksaan berikitnya, karena hasilnya sudah jelas. Langsung saja ia mengucapkan "Selamat, anda hamil!"
Hari-hari kehamilanku pun berlalu dengan selamat, sekalipun aku mengalami kesusahan yang lebih dari orang biasanya. Barangkali karena aku hamil di usia yang sudah agak berumur.
Sepanjang kehamilanku, aku tidak punya keinginan mengetahui jenis kelamin anak yang aku kandung. Karena apapun yang dikaruniakan Allah kepadaku semua adalah nikmat dan karunia-Nya.
Setiap kali aku mengadukan bahwa rasanya kandunganku ini terlalu besar, dokter itu menjawab: Itu karena kamu hamil di usia sudah sampai 36 tahun.
Selanjutnya datanglah hari-hari yang ditunggu, hari saatnya melahirkan.
Proses persalinan secara caesar berjalan dengan lancar. Setelah aku sadar, dokter masuk ke kamarku dengan senyuman mengambang di wajahnya sambil bertanya tentang jenis kelamin anak yang aku harapkan.
Aku menjawab bahwa aku hanya mendambakan karunia Allah. Tidak penting bagiku jenis kelaminnya. Laki-laki atau perempuan akan aku sambut dengan beribu syukur.
Aku dikagetkan dengan pernyataannya: "Jadi bagaimana pendapatmu kalau kamu memperoleh Hasan, Husen dan Fatimah sekaligus?
Aku tidak paham apa gerangan yang ia bicarakan. Dengan penuh penasaran aku bertanya apa yang ia maksudkan?
Lalu ia menjawab sambil menenangkan ku supaya jangan kaget dan histeris bahwa Allah telah mengaruniaku 3 orang anak sekaligus. 2 orang laki-laki dan 1 orang perempuan.
Seolah-olah Allah berkeinginan memberiku 3 orang anak sekaligus untuk mengejar ketinggalanku dan ketuaan umurku.
Sebenarnya dokter itu tahu kalau aku mengandung anak kembar 3, tapi ia tidak ingin menyampaikan hal itu kepadaku supaya aku tidak merasa cemas menjalani masa-masa kehamilanku.
Lantas aku menangis sambil mengulang-ulang ayat Allah:
(ولسوف يعطيك ربك فترضى)
"Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas". (Adh Dhuha: 5)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
(وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا )
"Dan bersabarlah menunggu ketetapan Tuhanmu, karena sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan Kami..." (Ath Thur: 48)
Bacalah ayat ini penuh tadabbur dan penghayatan, terus berdoalah dengan hati penuh yakin bahwa Allah tidak pernah diam tidak akan pernah menelantarkanmu.
Repost dari group sebelah, diambil dari kisah nyata. Bila ada manfaatnya silahkan di-share. Jazakumullahu khairan.

Iya, insya Allah semua ada waktunya, ada jalannya, ada kesempatannya.... 

Diulang dan dipatri lagi di hati dalem-dalem:
(ولسوف يعطيك ربك فترضى)
"Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas". (Adh Dhuha: 5)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
(وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا )
"Dan bersabarlah menunggu ketetapan Tuhanmu, karena sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan Kami..." (Ath Thur: 48)


Setelah episode kegalauan geje kemarin akhirnya saya udah mulai bisa lebih rileks, hehe. Kenapa gitu tiba-tiba? Ini buah dari silaturahim ke blog orang (tuuuh, bahkan silaturahim di rumah dumay juga ada rezekinya tersendiri).

Sekarang pengin coba lebih pasrah, lebih ikhlas, dan lebih ikhtiar agar saya bisa memutuskan segala keputusan yang terbaik. Cita-cita pengin diriin enrichment centre, entah itu buat bayi, toddler, atau children sekalian alhamdulillah semakin mantap. Tinggal cari ilmuya, ngumpulin modalnya, rencanain, dan eksekusi. Insya Allah semoga di jarak kurang atau sama dengan dari lima tahun bisa terwujud semuanya.

Terus juga mulai mikirin tentang kelanjutan berkunjung ke dokter buat program hamil. Sepertinya orangtua sudah mulai gemes sama kami yang keknya masih nyantai-nyantai aja (padahal mah ya.... (isi sendiri).

Oke, Bismillah. Semoga semuanya berjalan lancaaarrr.... aamiin. :)

Hari ini kami sudah motoran keluar rumah, lengkap dengan masker, jaket, dan helm yang tertutup. Terlihat masyarakat sudah mulai membersihkan debu dari hujan abu vulkanik kemarin. Karena ketebalan debunya maka membersihkannya pun harus menggunakan sekop.

Jalan raya sebagian besar sudah mulai dibersihkan. Tapi tumpukkan debu abu vulkanik masih ada di sisi kiri dan kanan jalan. Genteng-genteng bangunan juga masih berselimut debu tebal, pun padi dan pepohonan.

Udara di jalanan jelas masih membuat sesak. Debu-debu berterbangan berbanding lurus dengan kecepatan kendaraan yang melewatinya. Jika ada mobil berkecepatan tinggi maka wuss..wuss, seketika suasana jadi mirip di film "Silent Hill".

Saya yang baru pertama kali mengalami suasana ini tiba-tiba saja meneteskan air mata. Allah, betapa kuasaMu sungguh besar. Baru satu gunung yang menunaikan hajatnya di Pulau Jawa ini, dan dampaknya bisa seperti ini. Sungguh, manusia itu kecil gak ada apa-apanya.

"Rabbana; atas segala musibah, sesak dada, airmata, jangan halangi alir pahalanya. Ganti tuk kami dari perbendaharaanMu duhai Dzat Maha Kaya.

Kita insyaaLlah lebih mampu bersabar; dengan melatih kesyukuran. Sebagaimana musibah menjadi ringan; ketika besarnya nikmat direnungkan..

Segala puji bagi Allah yang dengan musibah ini menerbitkan harap tinggi; bahwa bangsa & ummat ini kukuh saling mencintai." -Salim A Fillah-

Semoga para penyintas di sekitaran, baik di Gn. Kelud maupun di Gn.Sinabung selalu diberikan pundak yang kuat olehNya.




sumber: 

Holla, hari ini masuk kerja lagi setelah 5 hari libur. Masih suasana liburan, makannya biar gak ngantuk aye mau nulis blog dulu bentar.

Yap, kali ini mau cerita hal yang berkaitan dengan husnudzon. Jadi gini, waktu saya di Singapur, saya punya guru ngaji, sebut saja Uni. Nah Uni ini nih ternyata dalam masa pernikahannya hampir selama 12 tahun menanti keturunan. Saya gak tau ya permasalahan beliau apa (apa ada masalah di pihak istri maupun suami), tapi yang jelas selama masa penantiannya ini beliau tetap optimis dan semakin mencemerlangkan diri di tahun-tahun penantiannya.

Selama masa penantiannya ini, dimana saat mereka harus tinggal di Singapur (dan pernah juga di Jerman), Uni ini menimba ilmu Al-Qur'an. Ngambil sertifikasi, belajar ilmu tajwid, dan juga dapet sanad langsung yang bersambung ke Rasulullah (tentang bacaan Al-Qur'an). Jangan tanya bacaannya ya, Masya Allah bagus banget. Saya nih yang ngerasa bacaannya udah lumayan aja, kalo pas sparing partner hafalan pastiiii banyaak salahnya, makhrojnya ga bener lah, bacaannya kurang panjang lah. Padahal saya di sana juga udah dapet satu sertifikat loh, jadi guru ngaji, haha.

Suaranya juga merdu, dan beliau nampaknya orangnya sabar sekali. Dan saya pikir pasti tingkat kepasrahan Uni dan kehusnudzonannya sama Allah itu udah baaaiiiik sekali. Makannya setelah proses panjang penantian (cek ini-itu, dua kali inseminasi), akhirnya pada proses bayi tabung yang dilakukan di KK (kandang Kerbau) Hospital, dengan izin Allah, beliau saat ini sudah memiliki sepasang malaikat kecil, yaitu shalih dan shalihah. Sekarang umur shalih dan shalihah sudah satu tahun lebih, dan baru-baru ini saya juga dapet kabar kalo si Uni tengah hamil lagi, Masya Allah kan.... :")

Semoga saya bisa mencontoh Uni untuk selalu bersabar, berhusnudzon, dan mencemerlangkan diri dalam proses penantian dan perjuangan mendapatkan buah hati (kami).

Entah kenapa ya perasaan iri atau sedih karena belum mendapatkan buah hati itu selalu menyelesap dan parah di waktu-waktu tertentu. Manusiawi kan ya? tapi semoga saya (kami lebih tepatnya), bisa melalui dan mencapai (mendapatkan buah hati) ini dengan "khusnul khotimah".

Semangat mencemerlangkan diri di tahun 2014!


Mohon doa selalu ya teman-teman :")
Baru tadi pagi ngepost tentang kacaunya periode menstruasi, siang ini "dianya" udah keluar (artinya kami masih harus berjuang dan berikhtiar lagi agar saya bisa hamil). Kecewa? Jelas, ini malah rasanya jadi galau penging nangis, huhuhuhuhu.

Kalo kata sahabat saya, Dea Adhicita, gak apa nangis gegulingan, jambak-jambak rambut, teriak-teriak gak karuan, ASAL balik tangguh dan waras lagi, hehe.

Oke saya mau bermelow-melow dulu, biar nanti pas kumpul keluarga besar (suami) di acara ulang tahun mamah mertua di Jogja dan Solo, saya biar bisa lebih siap dan tangguh (yakin lo, Put?). Eh bisa ga ya? Aaaaaah jadi tambah galaaaaaauuuuu.......... T_T
Duluuuuu sebelum menikah rasa-rasanya periode menstruasi saya itu selalu tepat 28-29 hari. Sekarang kacaunya ampun-ampunan. Rangenya bisa dibilang jauh, periode tercepat 27 hari, sedangkan terlama bisa 32 hari. Gak tau apa karena stress atau kenapa, tapi pas cek ke dokter sih Alhamdulillah belum gak ditemukan masalah yang berarti.

Kalo kayak gini jadi bingung, mau GR duluan, hahaha ya tapi ga bisa juga. Jadilah ini setiap bulan si periode ini suka PHP-in saya.

Mana ya kalo lagi mau PMS, saya ini suka pusing, mual, dan muntah. Ini macam kayak hamil palsu gitu deh sindromnya, huhu (maunya yang beneran ya Allah ;) ).

Oke deh sekian curahan pagi ini soal periode menstruasi.

Oh ya kalo pun saya insya Allah diberikan kesempatan untuk hamil, saya maunya ngupdate kabarnya di blog aja ah, biar lebih senang dan tenang.

Mari kembali bekerja (padahal bos juga gak masuk jadi kerja santaiiiiii bangeeet, maklum besok kan pada mau natalan ini *tapi saya gak natalan yeee)

Pengin numpahin semua yang lagi ada di pikiran. Gak apa ya, toh ini blog pribadi saya kan ya?

Yep, ceritanya saya sedang berpikir tentang masa depan karir saya. Lagi merasakan yang namanya susahnya cari pekerjaan yang sesuai, terlebih di tempat baru yang saya belum ada pengetahuan tentangnya. Sudah hampir satu setengah bulan saya tinggal di Jogja. Saya masih belum memiliki teman dan komunits, huhu sediih. Kalo dulu di Singapur, suami sudah lebih dulu mengenal medan dan terkenal di sana, jadinya saya tinggal mengikuti saja. Di sini, ketika semuanya serba baru bagi kami, jelas tingkat kesulitannya meningkat berlipat meskipun hidup di negara sendiri.

Sebenernya lebih ke bingung saya harus bertindak apa. Ngirim lamaran lewat  email sudah, tapi sejauh ini belum ada yang manggil saya buat interview, huhu. Apa karena saya kurang pengalaman ya, atau karena sebenarnya saya memang terlalu tinggi memenuhi kualifikasi sebagai guru pre-school di sini -> ini jumawa sekaligus positif thinking :D

Sedih rasanya. Ini ternyata tidak semudah yang saya pikirkan. Terlebih rata-rata peluang karir untuk menjadi guru di bulan-bulan ini memang terlampau sedikit dibuka. Saya harus menunggu minimal sampai tahun depan saat rekrutmen guru di buka lagi.

Sempet ngerasa "kecil" sih, apa emang saya ga memenuhi syarat ya buat jadi seorang guru? A' Delta mah santai aja sih ngeliat saya belum dapet kerjaan, malah beliau nyaranin mendingan saya bantuin TK di deket tempat kost aja tuh, gak digaji gak apa, yang penting belajar.

Saya jelas, maunya kerja, ada aktivitas, sekaligus dapat reward dari kerjaan saya. Selain karena dorongan ibu yang nyuruh saya berpenghasilan sendiri, terlebih ternyata pilihan menjadi entrepreneur itu butuh ngorbanin "tabungan" dulu di masa-masa awal. So, saya jadi lebih merasa "tertekan" karena saya mau menbantu pemasukan RT yang masih belum stabil ini.

Jobless dan Hopeless semoga segera berakhir ya.

Ya, mungkin saja saya kurang doa, kurang ikhtiar, kurang amal, kurang bersyukur, dan mungkin juga kurang ikhlas.

So, siapapun yang membaca, saya mohon doa ya semoga Allah membuka jalan buat saya untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dan berkah. Biar kondisi emosi bisa stabil, kondisi keungan RT juga bisa stabil, dan terlebih semoga program kami buat punya baby bisa segera dimulai. Aamiin


Juli 2011, saat itu pastinya saya sedang celingak-celinguk memahami situasi ramadhan di Singapura. Pertama kalinya puasa di negeri orang, jauh dari orangtua juga saudara. Masih kebayang gimana takutnya ketika pergi berbelanja (because of the big T that I have), bingungnya berkendara dengan transportasi umum, plus kikuknya percakapan dan pendengaran saya berkomunikasi dengan bahasa Inggris.

Alhamdulillah, setelah tiga bulan rasa-rasanya waktu itu keadaan menjadi lebih baik. Udah PD pergi-pergi sendiri, berinteraksi dengan orang lewat, dan yang lebih penting saya sudah mulai mempunyai teman, hahaha. (big thanks buat Mba Diah yang sudah menjadi pembuka pertemanan saya dengan yang lainnya :D)
Singapura kemudian menjadi begitu menyenangkan setelah saya masuk ke dalam komunitas pengajian tahsin west. Yes, mba-mbanya begituuuu baik dan menyenangkan. Ngerasa banget dapet saudara di sana. Dapet ilmu dari teacher-teachernya, dapet tapau dari mba-mbanya, sekaligus tips n trick tentang kehidupan di singapur yang diobrolkan selepas acara pengajian.

Nah, yang lebih menyenangkan dan mewarnai hari-hari saya di sana adalah murid-murid kecil yang saya cintai. Dengan tingkah polah yang of course gak bisa ditebak, mereka memberi begitu banyak pelajaran kepada saya. Mulai dari pertanyaan-pertanyaan sepele sampai kadang bikin garuk-garuk kepala mikirin jawabannya. Tawa mereka, muka cemberut  kalo udah capek, dan yang  paling gak bisa dilupain ungkapan-ungkapan sayang yang mereka berikan kepada saya.

Tapi yang namanya kehidupan pasti ada sisi positif dan negatifnya ya. Di Singapur pula pertama kalinya saya mengalami tinggal sharing dengan orang lain. Yah mirip-mirip kayak waktu nge kos-lah. Di Singapur juga saya mempelajari sistem sewa-menyewa apartemen ditambah tingkah pola owner yang bisa dibilang ajaib, hahaha -> yang tingakah polah owner ini masuknya ke kategori negatif ya, :p.

Dua kali mengalami pindahan di Singapur juga mengasah kemampuan saya dalam hal packing-packingan. Oh tentu saja itu juga mengasah ke-tega-an saya dalam membuang barang-barang yang sebenernya gak penting-penting amat. Singapur juga memberi saya banyak pelajaran tentang susahnya mencari tempat tinggal yang pas di hati dan yang lebih penting pas di kantong :D. Mantengin gumtree tiap hari, nelponin agen buat viewing, malem-malem viewing rumah, dan yang gak kalah bikin stress nyari-nyari flatmates buat sharing :D.

Nah, di Singapur pula saya pertama kali ngalamin kejadian di datangin debt collector tiap malem (yang tiap malem ini terjadi selama lima hari berturut-turut). Saya yang polos ini gak menyangka bakal ngerasain “teror” debt collector dan juga “Ah Long”. Padahal bukan kami yang berhutang ya, tapi sensasi “ngeri”nya juga kian berasa. Saya pernah tuh di datengin debt collector jam SETENGAH SEBELAS MALAM. Kebetulan suami saya saat itu belum pulang dan sulit dihubungi. Tinggal-lah saya dengan segenap kekuatan yang saya miliki (lebay :D) menghadapi orang yang malam-malam menggedor pintu rumah tersebut.

Sebenernya sih ya, mereka gak serem-serem amat. Cuma secara psikologis entah kenapa saya sudah merasa kalah, hahaha. Oh ya, selain orang yang menggedor-gedor pintu untuk menagih hutang, kami juga pernah sekali mengalami teror “Ah Long”. Seperti teror Ah Long di sana pada umumnya, pintu dan tembok apartemen kami pun dilempar cat saat kami keluar rumah di hari minggu. Yes, hal tersebutlah yang juga membuat kami pertama kali berurusan dengan polisi. Karena teror tersebut merupakan suatu tindak kejahatan, jadinya pak polisi yang ditelpon sama tetangga kami pun datang ke apartemen kami dan membuat laporan kejadian perkara. Untungnya teror “Ah Long” nya cuma terjadi sekali, fyuuuuh.

Kalo sekarang inget kejadian itu bikin ketawa. Ternyata di Singapur juga bisa terjadi tipu menipu dalam menyewa apartemen, ya (kami anggap owner kami ini menipu karena ia bersembunyi dari para penagih hutang dan menyewakan apartemennya ke orang lain). So, hati-hati ya teman-teman dalam memilih tempat tinggal dan juga owner :D.

Segini dulu deh ceritanya. Insya Allah nanti disambung lagi dengan cerita lainnya.

Salam hangat,
Puti Ayu Setiani




Ingin rasanya, ketika saya balik ke Indo, tidak dikepung dengan segala pertanyaan ini?

"Masih belum isi ya?"

"Gimana progress promilnya? Udah sejauh mana?"

"Treatmentnya apa aja? Gimana hasilnya?"

Meskipun saya tahu, mungkin pertanyaan-pertanyaan ini adalah bentuk kepedulian. Tapi rasa-rasanya ada hal-hal yang tidak ingin "dikorek" terlalu dalam. Toh kalau memang saya merasa nyaman bercerita dengan-mu, saya pasti akan bercerita.

Terima kasih untuk pengertiannya. Berharap bukan pertanyaan-pertanyaan seperti itu yang terlontar, namun  doa dan pinta diam-diam untuk kami yang terhaturkan padaNya.

:")

As you know, insya Allah my husband and I will back to Indonesia on July this year. Yeah, after two years we spent our live life in Singapore, it's time for us to try other challenges. Of course it makes me a little bit worry. In here, I already  found opportunity to be a Qiraati teacher, that I very enjoy it. And also I got some fee from student's parents, hihi. I think the fee is much enough sufficient and also more than I can be earn in Indonesia, maybe :D.

But live life must go on. I must prepare from now. I want to improve my skill for teaching. The choice is I really want to became a teacher in an International school, as CIKAL. But I little bit worry about my English skill :(. I only at the intermediate level now. Can I pass the recruitment test and became a teacher in there? Perhaps I hope yes.

However, when I wrote the application letter in English, there so many mistakes that I have made, huhu (My husband already corrected it).  Of course it makes me down. I became inferior (again). Poor my husband, sorry because I have lack of self-confidence.

So now I try to learn and learn more. Learn how can I perform good in oral and also writing in English. Allah, please gives me more spirit and strength to rapidly improve my English skill. And also gives me more confidence when I try to speak English with others. Aamiin.

Biasanya kalo baru pertama kali kenalan, ada beberapa hal yang akan ditanyakan

Namanya siapa?
Umurnya berapa?
Oh, udah nikah berapa tahun?

nah nanti kalo terus saya jawab, oh sudah dua tahun mba...

Oh, sudah punya anak?

dan saya tentunya cuma bisa senyum dan menggeleng

Lantas biasanya pertanyaan akan dilanjutkan, Loh ko belum punya?

Nah untuk menjawab pertanyaan ini, sungguh saya gak mampu menjawabnya. Saya cuma manusia lemah yang bergantung sama takdir Allah (meskipun tentunya harus sudah berusaha dahulu, bukan?). Tapi yaitu, jodoh dan keturunan itu termasuk rezeki, dan semuanya pasti sudah digariskan, kapan dan dimana, tinggal bagaimana kita meraihnya.

Pada awalnya saya cukup 'gerah' sih sama pertanyaan macam ini. Kami bukannya mau menunda untuk memiliki anak, toh memang belum dikasih saja. Hehe, tapi seiring berjalannya waktu dan bertambahnya kedewasaan, ceileeeh, Alhamdulillah lama-lama sudah mulai kebal telinga ini *senyum lebaar

Ditambah suami saya juga 'gak terlalu ngoyo' buat cepet-cepet punya anak. Dia malah nyuruh saya buat mengasah kemampuan dan memperdalam ilmu lagi (baca: les english dan lanjutin sekolah tapi ngejar lewat erasmus mundus :p).

Iri gak sih sama temen-temen yang sudah nimang anak atau bahkan sedang menanti kelahirannya? Ya kalo itu sih jawabannya sunggguh iriiiiiii, hihi. Tapi itu semua sudah merupakan hak preogratifnya Allah deh. Sama mungkin usaha kami lagi yang harus fokus dan maksimal, hehe.

Jadi, sekarang mau dilakoni aja. Sambil balik ke Indonesia buat back for good, sambil A' Delta ngembangin bisnisnya (siap-siap buat akrobat nih kite di Jakarte :D), sambil saya mengembangkan kemampuan dalam mengajar, sambil saya ikutan les english or english club tiap weekend, sambil saya ikut-ikutan di setiap program bined nanti, sambil saya mau bantu-bantu di SBMatahari, sambil saya mau belajar jahit sama ibu plus eksperimen di baju-baju saya nanti, sambil saya mau menimba ilmu per-tajwidan dan per-tahsinan lagi di Indo, sambil kami mencoba aktivitas-aktivitas baru lagi yang menantang dan unik, dan sambil kami sesekali akan LDR-an karena mobilenya suami saya yang kemungkinan akan bolak-balik Indo-LN.

Semoga hal itu semua yang dapat menekan ke'iri'an saya sama teman-teman yang sudah dikarunia anak. Hitung-hitung sambil kami mempersiapkan diri buat jadi "mentor" terbaik buat anak-anak kami kelak, aamiin.


Senyum Semangat, Insya Allah :)



Ya, Allah tau saya bukan tipe orang yang jago multitasking, pun dengan suami saya. Maka dari itu mungkin inilah jalan terbaik yang Allah beri untuk kami.

Ya, Allah memberikan takdirNya ini untuk kami, bukan apa-apa, tapi memang Ia yang sangat tau apa yang terbaik untuk kami. Ia yang sangat tau tentang kapasitas kami.

Ya, Allah memberikan kami keleluasaan dalam menyelesaikan urusan-urusan kami, dalam segala rencana-rencana hidup kami.

Ya, Insya Allah ini yang terbaik untuk kami. Sabar ya, Nak, insya Allah kami yakin perjumpaan denganmu akan ada waktunya, di waktu yang tepat dan telah ditentukan olehNya. Ah ya, bukan engkau yang harus bersabar tentunya ya Nak, tapi justru kami yang harus menyabarkan hati kami akan takdir terbaik yang telah Ia rencanakan untuk kita.

Insya Allah mungkin dalam empat sampai lima tahun ke depan, jalan ikhtiar akan coba kami tempuh dengan sungguh-sungguh. Ya, sungguh-sungguh dalam artian mengusahakan yang terbaik dari jalur medis. Ikhtiar doa selalu kami lantunkan untukmu sedari awal, Nak. Maka jika Allah memang berkehendak pengusahaan tersebut melalui tangan "cerdas" manusia-Nya, insya Allah mulai dari sekarang kami akan mempersiapkan diri dengan sebaik-baik persiapan.

Doakan kami :)

Siapa yang tidak iri melihat hampir kesuluruhan teman-teman saya yang sudah menikah sudah memiliki penyejuk hati atau sedang menanti kelahiran sang penyejuk hati tersebut. Manusiawi kan kalo saya iri? Toh fitrahnya memang salah satu kesenangan di dunia ini adalah kehadiran sang buah hati. Terlebih sekarang banyaknya sosial media membuat hal tersebut semakin nyata menyayat-nyayat hati ini karena yang dirindukan masih "dipending" kehadirannya olehNya.

Sungguh Allah, bukan berarti hamba "menyalahkanMu" atas semua ini, hanya saja hamba khawatir akankah kami mampu melewati semua ini dengan sebaik-baik kesabaran dan sebaik-baik penantian?

Makannya terkadang saya membiarkan diri saya "melow" selama beberapa saat, tapi sehabis itu saya tetap optimis bahwa Allah akan menitipkan anak-anak yang lucu lagi shalihah di rahim saya, dalam pengasuhan kami tentunya.

Berbahagialah dan bersyukurlah kalian yang dengan "mudah" dan "cepat" mendapat titipan anugerahNya tersebut. Jika kalian sewaktu-waktu merasa tidak sabar dengan kehadiran titipanNya tersebut, ingatlah bahwa ada berjuta orang yang justru sedang berjuang sekuat tenaga untuk mendapatkan anugerah yang sudah kalian dapati.

Semoga Allah selalu merahmati orang-orang yang tengah berjuang untuk mendapatkan salah satu keindahan di dunia tersebut. Sabarkan kami Rabb, dan sampaikanlah keinginan kami. Engkaulah yang Maha Mengetahui dan Engkaulah sebaik-baik pengabul doa.




Manusia, kadang susah ditebak maunya apa. Dikasih satu kondisi, mengeluh, dikasih yang berlawanannya bisa-bisa tambah mengeluh. Manusiawi? jelas, namanya juga manusia. Kondisi mengeluh-mengeluh itulah yang bisa dinamakan menjadi kurang bersyukur.

Apakah saya termasuk salah satunya? Ya, tentu pasti ada satu keadaan dimana kemudian saya menjadi kurang bersyukur. Sunatullah hidup itu seperti roda, kadang di atas, kadang di bawah. Kadang saat di atas kita menjadi kurang bersyukur, pun saat di bawah pun bisa jadi lebih-lebih tidak bersyukur.

Apa-apa yang terjadi dengan hidup kita pastilah merupakan takdir yang telah digariskannya. Akan tetapi tentunya hal ini juga berkaitan dengan perilaku yang kita lakukan sehari-hari. Saya percaya hukum sebab-akibat, meskipun tetap Allah lah yang selalu memberi keputusan akhir dalam setiap perkara.

Berusaha itu memang sebuah keharusan, tapi tetap Allah jualah Sang Pemegang Keputusan. Kita tentu bisa mengiba-ngiba kepada Allah tentang segala keinginan kita, namun bukan lantas "memerintah" Allah untuk memenuhi keinginan kita lewat doa.

Berdoa tentu ada adabnya, merengek tapi tidak memaksa. Saya semakin menyadari akan hal ini setelah membaca sebuah status yang membahas tulisan Ibnu 'Athailah:

* ETIKA BERDOA' - ALHIKAM *

Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary:

“Janganlah pencarianmu (doa- doamu) sebagai sebab untuk diberi sesuatu dari Allah Swt, maka pemahamanmu kepadaNya menjadi sempit. Hendaknya pencarianmu (doa-doamu) semata untuk menampakkan wujud kehambaan dan menegakkan Hak-hak KetuhananNya.”

Pencarian merupakan arah yang menjadi sebab terwujudnya kehendak yang harus ada. Pencarian, usaha, doa, ikhtiar merupakan rangkaian sebab- sebab menuju apa yang ingin di raih. Termasuk disini adalah BERDOA. Umumnya orang berdoa agar terwujud apa yang diinginkan. Berikhtiar agar tercapai apa yang dicita-citakan. Padahal dimaksud Allah Swt memerintahkan kita berdoa dan berupaya, semata-mata agar eksistensi kehambaan kita yang serta fakir, serba hina, serba tak berdaya dan lemah muncul terus menerus di hadapanNya. Bukan, agar kita bisa mewujudkan apa yang kita kehendaki, karena hal demikian bisa memaksa Allah Swt menuruti kehendak kita.
Pemahaman yang sempit tentang Allah Swt, akan terus menerus berkutat pada sikap seakan-akan Allah-lah yang mengikuti selera kita, bukan kehendak kita ini akibat kehendakNya, perwujudan yang ada karena kehendakNya, bukan disebabkan oleh kemauan kita. Ketika manusia berdoa seluruh kehinaan dirinya, kebutuhan dirinya dan kelemahannya serta ketakberdayaannya muncul. Itulah hikmah utama dibalik berdoa. Ketika kita berikhtiar, pada saat yang sama kita menyadari betapa tak berdayanya kita. Sebab kalau kita berdaya, pasti tidak perlu lagi ikhtiar dan berjuang. 
Di sisi lain, kita dituntut untuk terus menerus menegakkan Hak- hak KetuhananNya, bahwa Allah berhak disembah, berhak dimohoni pertolongan, berhak dijadikan andalan dan gantungan, tempat penyerahan diri, berhak dipuji dan dipatuhi, berhak dengan segala sifat Rububiyahnya yang Maha Mencukupi, Maha Mulia, Maha Kuasa dan Maha Kuat. Semua harus terus tegak di hadapan kita. Dan itu semua bisa terjadi manakala kehambaan kita hadir.
Ironi-ironi dalam ikhtiar dan doa kita sering terjadi. Kita lebih memposisikan sebagai “tuhan”, dengan banyak memerintah Tuhan agar menuruti kehendak kita, kemauan kita, proyeksi-proyeksi kita. Diam-diam kita menciptakan tuhan dan berhala dalam jiwa kita, agar dipatuhi oleh Allah Sang Pencipta. Inilah piciknya iman kita kepadaNya, yang sering memaksaNya sesuai dengan pilihan-pilihan kita, bukan pilihanNya. Karena itu hakikatnya, menjalankan perintah doa itu lebih utama dibanding terwujudnya doa kita (ijabah).

Ikhtiar kita hakikatnya lebih utama daripada hasil yang kita inginkan. Perjuangan kita hakikatnya lebih utama dibanding kemangan dan kesuksesannya. Ibadah lebih utama dibading balasan- balasanNya. Karena taat, doa, ikhtiar itu menjalankan perintahNya. Sedangkan balasan, ijabah, sukses, kemenangan, bukan urusan manusia dan tidak diperintah olehNya. Banyak orang berdoa, beribadah, berikhtiar, tetapi bertambah stress dan gelisah. Itu semua disebabkan oleh niat dan cara pandangnya kepada Allah Swt yang sempit. Sehingga, bukan qalbunya yang menghadap Allah Swt, tetapi nafsunya.

Syeikh Abul Hasan asy-Syadzily, ra berkata:
“Janganlah bagian yang membuatmu senang ketika berdoa, adalah hajat-hajatmu terpenuhi, bukan kesenangan bermunajat kepada Tuhanmu. Hal demikian bisa menyebabkan anda termasuk orang yang terhijab.”

Bahwa kita ditakdirkan bisa bermunajat kepadaNya, seharusnya menjadi puncak kebahagiaan kita. Bukan pada tercapainya hajat kebutuhan kita. Kenapa kita bisa terhijab? Karena kita kehilangan Allah Swt, ketika berdoa, karena yang tampak adalah kebutuhan dan hajat kita, bukan Allah Tempat bermunajat kita.


Karena itu mulai sekarang saya akan mencoba merubah cara pandang saya terhadap doa. Saya tentu tak akan pernah berhenti meminta, tapi saya juga tidak mau berada dalam posisi seakan-akan memaksa Allah menuruti segala keinginan saya. Saya jelas manusia hina yang akan selalu bergantung padaNya. Saya akan terus dan terus meminta, khususnya tentang rezeki untuk mempunyai anak. Semoga Allah berkenan mempertemukan sel telur dan sperma di rahim saya. Meskipun sang sperma harus berusaha keras dalam keadaannya yang lemah, toh jikalau Allah berkenan maka pastilah sang sperma akan memiliki kekuatan menembus sel telur dengan izinNya. Tentu dengan tidak melupakan berbagai ikhtiar dengan memperkuat sang sperma dan tentunya dengan lantunan doa dari kami dan juga dari teman-teman semua.

Ya, jikalau Allah berkehendak, tiada yang tidak mungkin di dunia ini. Tugas insan tentunya hanya berikhtiar dan berdoa, biarlah selebihnya Allah saja yang bekerja menentukan semuanya.



OlderStories Home