Tinggal di (lingkup) Desa

Banyak teman-teman yang masih menyangka kalo saya berdomisili di sekitaran Jabodetabek, makannya masih muncul pertanyaan "eh, lo sekarang menetap di Jogja, Put?" :D

Sejak back for good dari Singapura 6 tahun yang lalu, kami (saya dan Mas Delta) memang sudah berniat untuk menetap di Jogja. Meskipun saat itu juga kita not really sure usaha Mas Delta akan mengarah kemana, tapi memang di hati yang paling dalam Jogja merupakan pilihan yang terbaik untuk saat ini. Saya sendiri ga pernah membayangkan bakal berdomisili di Jogja (meskipun sampai sekarang KTP masih belum dipindah alamatnya, hihi). Kalo bukan karena base-nya Qiscus ada di Jogja, mungkin kota ini ga akan jadi kota yang kami tinggali di 6 tahun terakhir ini.

Banyak down and up yang kami alami selama merintis tinggal di sini. Mula-mula selama 1 bulan di awal kami menumpang tinggal di rumah kakak ipar. Sebaik-baiknya kakak ipar saya, tapi tetep ga nyaman kalo harus menumpang tinggal berlama-lama ya, hehe. Sampai akhirnya kami menemukan salah satu kostan pasutri di Maguwoharjo yang (waktu itu) dekat dengan kantor Qiscus pertama.

Kost-annya dulu ada di dalam perumahan ini
Ini gambar kamarnya. Nyomot dari foto infokost.com

Namun, selang beberapa bulan berikutnya ternyata kantornya juga pindah ke daerah kota. Kira-kira 1,5 tahun tinggal di kostan (dan dengan kondisi finansial yang mulai membaik), kami dapet rezeki tinggal di kontrakan deket UGM. Kontarakan kecil dengan 2 kamar di tengah kota (lebih tepatnya tengah perkampungan kota) yang waktu itu uang sewanya sebesar 12,5 juta setahun. Meskipun kecil, tapi cukup nyaman buat kami tinggali berdua. Terlebih rumahnya dekat dengan jalan besar, dekat halte transjogja, dekat dengan tugu, pokoknya dekat kemana-mana deh. Tapi memang air bersih yang mengalir menjadi issue tersendiri di kala musim panas, hehe. Minusnya itu aja sih, yang lainnya baik-baik semua. Lingkungannya juga Alhamdulillah aman. Pernah kunci motor masih kecantol tapi aman sampai pagi, haha (jangan ditiru).

Mesjid dan jalan ke arah kontrakan. Kontrakannya persis 2 rumah di belakang masjid.

Setelah saya lulus sekolah Magister Profesi Psikologi di UGM, kami mulai kepikiran untuk nyari rumah (beli rumah). Waktu itu kepikirannya memang ingin tinggal di daerah utara karena job incaran saya (sekolah incaran maksudnya) ada di wilayah utara. Iseng-iseng nyari follow akun jual rumah di Instagram, ada beberapa yang kelihatannya cocok dan harganya sepertinya masih reasonable.

Sok-sokan aja ngehubungin marketingnya, padahal waktu itu kita juga ga tau kalo ngambil akan gimana bayar DPnya, hahaha. Visit ke tiga rumah, yang satu rumah di perumahan tapi keknya terlalu kecil dan harganya juga kok kayak overprice. Lalu ke rumah kedua, cluster di tengah sawah. Meskipun rumahnya bagus, tapi lingkungan yang cukup sepi dan ternyata harganya bikin kami gak sreg, haha. Yap, lingkungan rumah yang aman dan ramai menjadi point penting buat kami, karena mas Delta akan sering di Jakarta saat weekdays yang membuat saya akan sendirian. Lalu rumah yang ketiga, sekitar 1.5 km dari jalan utama. Dari jalan utama ke perumahan ini pemukimannya memang tidak terlalu ramai, tapi tidak terlalu sepi juga. Lingkungannya masih asri banget memang. Apalagi pas masuk ke dalam perumahan, ngebuat jatuh cinta banget.

Ini suasana dari gerbang utama. Keluar gerbang utama bisa langsung liat merapi

Banyak pohon, ada satpam 24 jam, dan ada lapangan fasilitas umumnya. Sejuk dan adem, apalagi saat musim hujan bisa sampai 16-18 derajat loh. Keluar gerbang kita juga sudah bisa melihat gagahnya Gunung Merapi.


Ini pemandangan dari depan gerbang perumahan

Pokoknya memang langsung kepincut sama rumah ini. Setelah melihat ketiga rumah itu, kamipun menimbang apakah bisa ya ngambil rumah ini (dengan KPR). Setelah menimbang-nimbang dan cari strategi akhirnya besoknya Bismillah langsung diputuskan ngambil rumah ini. Sungguh kami memang impulsif padahal uang buat DP juga cuma seberapa belum lagi ditambah biaya-biaya KPR lainnya, 😄. Tapi yang namanya rezeki ya, Alhamdulillah waktu itu kami dapet best deal banget dari Bank Syariah yang emang lagi promo. Dengan cicilan yang reasonable dan dalam jangka waktu 10 tahun saja Alhamdulillllaaaah. Bener-bener rezeki banget saat itu. Kapan-kapan saya ceritain proses nyari KPR di Bank Syariah ya.

Sekarang Alhamdulillah, sudah hampir setahun kami tinggal di sini. Ngerasain banget perbedaan yang signifikan dari kualitas hidup dan kualitas udaranya sejak tinggal di sini. Kalo dulu pas tinggal di daerah pemukiman kota yang pada penduduk, saya dan mas Delta hampir sering sakit flu. Bahkan mas Delta pernah sampai 2 bulan bolak-balik ke dokter karena batuk yang ta kunjung sembuh. Semenjak tinggal di sini, karena banyak suplai oksigen mungkin ya, Alhamdulillah flu jaraaaang banget mampir. Biasanya kalo udah agak-agak ga enak tenggorokan, dihantam sama jus buah dan makan sayur langsung cepet pulih lagi.

Hal ini juga dialami oleh Ibu saya. Jadi ceritanya bulan April lalu ibu saya sempet kena insomnia parah. Ga bisa tidur blas sama sekali. Selain itu kadang suka kena sesak napas seperti serangan panik. Sampai di bawa ke dokter penyakit dalam dan ketergantungan obat penenang. Kami waktu itu inisiatif ibu dan bapak diboyong ke sini dulu. Sehari tinggal di sini, bener-bener kebesaran Allah, serangan panik dan sesaknya gak muncul lagi. Ibu juga mulai ngurangin konsumsi obat penenangnya dan Alhamdulillah 2 bulan tinggal di sini ibu bisa pulih kembali.

See, emang ya kualitas udara dan asupan oksigen emang ngaruh banget di kondisi kesehatan seseorang. Alhamdulillah, bisa ngerasain tinggal di (lingkup) desa. Buat yang memang rezekinya tinggal di perkotaan, mungkin bisa mempertimbangkan untuk memperbanyak tanaman yang ditanam di rumah demi asupan oksigen yang lebih baik, ya.

Oh iya, tapi ga melulu enak ko tinggal di daerah lingkup desa. Di sini karena dekat merapi (saya ada di perbatasan antara zona 3 dan 4), kami tetep mesti sigap seumpama erupsi merapi besar. Saat merapi meletus 2010 lalu, yang tinggal di daerah sini harus ikut mengungsi karena hujan abu yang pekat. Sejak tinggal di rumah ini, saya juga dua kali rumahnya di singgahi ular sawah, hahaha. Sempet shock tetep. Kali pertama pagi-pagi saat halaman belakang dibikin sumur resapan dan dipasang conblock, kali kedua ditemukan saat bersih-bersih sehabis pulang dari libur lebaran. Alhamdulillah waktu itu langsung manggil pak satpam dan dengan sigap ditangkap dan dilepas di sawah. Oh jangan salah, tidak hanya ular sawah, waktu itu pas naik gojek, saya juga pernah lihat ular hijau lagi nyebrang antara ladang satu dengan ladang lain. Kali lain ular sanca sepanjang 3 m juga ditemukan sama penduduk kampung sebelah lagi merayap di dekat kuburan seberang perumahan saya, haha. Risiko tinggal di desa, ya akrab sama macam-macam hewan yes....

Segini dulu ceritanya, sampai ketemu di postingan selanjutnya.

-puti-





OlderStories Home

0 comments:

Post a Comment