Bilingualism


Ini ceritanya saya lagi “kerajinan” baca buku Educational Psychology yang baru aja dianter sama tukang ekspedisi. Pertama-tama tertarik soal topik speech and communication disorder, karena beberapa minggu yang lalu sempet ditanya mengenai hal ini, dan saya cuma bisa menjawab sekedarnya saja (karena lupa apa yang sebenarnya sudah saya pelajari). Semakin membolak-balik halaman buku tersebut, saya tiba-tiba tertarik mengetahui lebih dalam soal Bilingualism.

Awalnya mungkin saya termasuk pada pandangan bahwa “mengajarkan bahasa kedua itu lebih baik ketika anak sudah menguasai bahasa pertama”. Tidak salah memang, toh karena banyak pakar yang berbeda pendapat mengenai hal ini. Akan tetapi setelah saya membaca kalimat demi kalimat, kemudian saya bersepakat dengan apa yang dibilang Ormrod, “Although children who grow up in bilingual environments may initially have more limited vocabularies in each languages, research reveals clear long term advantages of Bilingualism”. 

Dalam perkembangannya, anak bilingual akan memiliki kesadaran dalam metalinguistik. Sebagai contohnya anak-anak bilingual mempunyai phonological awareness - kemampuan untuk mengenali perbedaan bunyi dalam satu kata- yang lebih baik. Contohnya di dalam bahasa Inggris mereka mampu mengenali perbedaan bunyi to, too, dan two. Awareness ini secara khusus penting dimiliki oleh anak-anak (preschooler dan kindergartener), karena langkah awal dalam belajar membaca adalah bagaimana kita mampu mendengar dan memecah kata ke dalam bunyi yang berbeda.

Beberapa keuntungan yang saya garis bawahi dari mengajaran bilingual kepada anak:
  • Kecenderungan menampilkan performa yang baik dalam tugas yang membutuhkan fokus perhatian dan flexible serta berpikir kreatif (Adesope et al., 2010 dalam Ormrod, 2013)
  • Superior performance tersebut kemungkinan diakibatkan karena perkembangan otak ketika mempelajari dua bahasa.
  • Bilingual bukan hanya sekedar mempelajari kata, tetapi bagaimana berpikir mengenai satu kata dengan beberapa cara. Contohnya frase “give birth” dalam English dan “dar luz” dalam Spanish. Kata “give birth” dalam English memiliki makna “sebatas” aktivitas fisik, namun kata “dar luz” dalam makna literally-nya memiliki arti “gives light”, yang bermakna memberikan cahaya dalam pengertian jiwa yang terlahir ke dunia bukan hanya berkat aksi fisik, namun juga terjadi perubahan spiritual dalam posisi menjadi seorang ibu.
  • Dalam komunitas, seorang anak bilingual akan bangga dengan bahasa warisan-nya. Dia juga akan menjadi jembatan antar generasi dan antara budaya satu dengan yang lain.
  • Dalam dunia global, seorang anak bilingual akan memiliki pandangan luas terhadap dunia. Kemudahan interaksi dengan berbagai budaya, dan tentunya juga sukses dalam kehidupan sosial di dua budaya yang berbeda.


Ternyata memang banyak ya keuntungan menjadi Bilingual. Bagaimana dengan efek buruk seperti speech delay yang banyak dihubungkan dengan mempelajari bilingual sejak dini? Menurut Steiner (2009), Lima sampai sepuluh persen dari anak-anak mengalami yang namanya speech delay. Jadi bisa jadi bukan karena bilingual-nya yang menyebabkan mereka mengalami hal tersebut.

Oh ya, satu hal lagi yang penting digaris bawahi, bahwa mempelajari bahasa kedua bukan serta merta menghilangkan kemampuan (yang mendalam) di bahasa pertama. Karena bagaimanapun mempelajari bahasa pertama memperlihatkan penghormatan kepada generasi sebelumnya. Jadi misalnya ketika mempelajari bahasa Inggris lantas tidak serta merta membuat mereka tidak bisa berkomunikasi (menggunakan bahasa Indonesia) dengan kakek nenek, atau keluarga besarnya.

Setelah membaca terkait hal bilingual ini setidaknya pandangan saya menjadi semakin luas. Yup, pandangan yang semula hanya bersumber dari “katanya”, kini sudah saya cari sendiri. Entah bagaimana keputusannya nanti terhadap cara membesarkan anak-anak kami (insya Allah), yang jelas hal-hal seperti ini (membaca dari sumbernya langsung) akan membuat saya menjadi lebih yakin pada saatnya nanti ketika mengambil keputusan (terkait pendidikan pada anak kami).

Oke, segini dulu kira-kira sharing mengenai bilingual. Di lain kesempatan saya akan coba meneruskan dengan menuliskan “How to raise a bilingual child”.
Semoga bermanfaat J.



Sumber:
Ormrod, J. E., (2013). Educational Psychology: Developing Learners 8th International ed. North America: Pearson.

Steiner, Naomi., Hayes, S. L,. (2008). 7 Steps to Raising A Bilingual Child. New York: AMACOM.   
NewerStories OlderStories Home

0 comments:

Post a Comment