sumber: kolombatasa.co.id |
Ceritanya saya lagi kesambet pengin nulis hasil refleksi
dari ikutan kelas di coursera, kelas
tentang “The Clinical Psychology of Children and Young People”. Nah, kebetulan
udah masuk minggu ke-empat, minggu yang ngebahas seputar remaja dan seabreg permasalahan yang dihadapinya.
Lecture dimulai
dengan menanyakan pendapat beberapa orang, sebenarnya umur berapa sih bisa
dikategorikan remaja? Jawabannya bervariasi, ada yang bilang umur 12 ke atas,
13-17, dsb. Lalu pertanyaan dilanjutkan, mau gak ngulang masa remaja? Dan,
jeng..jeng.... semua orang yang ditanyakan kompak menjawab ENGGAK MAU. Well, kenapa gitu pada gak mau ngulang masa remaja?
Beberapa bilang masa remaja itu adalah masa yang penuh tekanan, akademik,
hubungan dengan teman, tertekan sama guru, sama orangtua, bahkan masa rawan
mengalami yang namanya bullying,
stress sama penampilan, stress sama pendapat orang lain, dan sebagainya, dan
sebagainya.
Iya juga sih, kalo saya ditanya kek gitu juga jawaban saya BIG NO, hahaha. Pasalnya saya juga pernah ngalamin rasanya tersingkir atau diremehkan sama teman waktu SMP, diremehkan karena saya berasal dari keluarga menengah ke bawah (nyahaha, sakit hati banget waktu itu ampe nangis). Makannya saya gak mau ngulangin masa-masa itu, huhu.
Oke, itu tadi sekedar curcol, mari kita lanjutkeun. Jadi
sebenernya umur berapa sih yang dikategorikan remaja? Setelah buka buku Child Development karangan Laure E.Berk,
ketemu deh tuh kalau katanya masa remaja itu berada di rentang umur 11-18 tahun
(Ginian aja masa lupa sih lo, put? Hahaha). Masa remaja ini ternyata emang bener
masa rawan, kenapa? Karena masa remaja adalah masa transisi dari kanak-kanak
menuju dewasa. Ada tiga hal yang diperhitungkan pada masa ini, yaitu perubahan
fisik, perkembangan otak, dan juga hubungan antarpribadi. Yuk mari kita bahas
satu-satu.
Perubahan fisik, pastinya udah tau donk apa-apa yang terjadi
di masa ini, yup perubahan fisik meliputi bentuk tubuh dan juga besarnya, hehe.
Nah ternyata para peneliti masih berdebat apakah perubahan fisik ini akan
berakibat pada self esteem dan body image remaja. Namun kalo kata para
peneliti lagi, para remaja yang merasa bahwa pubernya (yang dia alami) lebih
cepat atau telat, dan membandingkannya dengan peer groupnya maka para remaja inilah yang ditemukan mengalami
kesulitan dalam penyesuaian diri (atuhlah makannya gak usah
dibanding-bandingin, nyak).
Untuk perkembangan otak, ternyata memang di masa remaja otak juga mengalami perkembangan loh. Mungkin kita pernah melihat (atau mengalami, hihi) para remaja yang bertindak impulsif, berani mengambil risiko, serta emosinya yang meledak-ledak. Nah, ternyata menurut penelitian neuroscience¸ prefrontal cortex-nya remaja memang belum berkembang sempurna dan memang belum terkoneksi dengan baik (prefrontal cortex pada otak orang dewasa adalah bagian yang membantu menjaga perilaku yang mengarahkan pada tujuan, orientasi masa depan, menenangkan emosi yang meluap, dan juga mempertimbangkan perilaku berisiko yang kita lakukan). So, karena memang belum berkembang dan berkoneksi sempurna, makannya para remaja ini menemui kesulitan untuk mengatur hal-hal ini.
Perubahan fisik dan perkembangan otak ini juga mengarahkan hubungan antarpribadi remaja, baik pada keluarga maupun peer. Perkembangan hubungan antarpribadi ini emang menjadi tahap kunci pada perkembangan di masa remaja. Remaja menjadi lebih berorientasi pada peer-nya, individuate dan memisahkan diri, merasa lebih mandiri dari keluarga mereka, dan membentuk identitas diri. Hubungan antarpribadi ini juga menjadi titik kritis karena beberapa kerentanan dan resiliensi psikologis juga terlahir dari sini. Jadi, memang masa remaja merupakan masa menantang terhadap hubungan interpersonal, baik terhadap keluarga, institusi seperti sekolah, dan berbagai konteks yang dihadapinya. Juga masa remaja merupakan masa perjuangan terhadap identitas, konformitas, dan juga keberbedaan (dari yang lain) –dan juga kekhawatiran tentang bagaimana pandangan orang lain terhadap dirinya dalam situasi sosial. Dari semua tantangan yang dihadapi remaja tersebut, bagi yang mampu melewatinya maka ia akan memiliki kesehatan mental yang baik. Namun, bagi yang tidak maka permasalahan kesulitan kesehatan mental akan menghampiri remaja, beberapa yang umum di antaranya adalah depresi, cemas, gangguan makan, dan juga psikosis. Hal ini akan dibahas lebih lanjut kalau saya tiba-tiba kesambet pengin nulis lagi, hahaha (padahal emang belum dipelajarin :p).
Untuk perkembangan otak, ternyata memang di masa remaja otak juga mengalami perkembangan loh. Mungkin kita pernah melihat (atau mengalami, hihi) para remaja yang bertindak impulsif, berani mengambil risiko, serta emosinya yang meledak-ledak. Nah, ternyata menurut penelitian neuroscience¸ prefrontal cortex-nya remaja memang belum berkembang sempurna dan memang belum terkoneksi dengan baik (prefrontal cortex pada otak orang dewasa adalah bagian yang membantu menjaga perilaku yang mengarahkan pada tujuan, orientasi masa depan, menenangkan emosi yang meluap, dan juga mempertimbangkan perilaku berisiko yang kita lakukan). So, karena memang belum berkembang dan berkoneksi sempurna, makannya para remaja ini menemui kesulitan untuk mengatur hal-hal ini.
Perubahan fisik dan perkembangan otak ini juga mengarahkan hubungan antarpribadi remaja, baik pada keluarga maupun peer. Perkembangan hubungan antarpribadi ini emang menjadi tahap kunci pada perkembangan di masa remaja. Remaja menjadi lebih berorientasi pada peer-nya, individuate dan memisahkan diri, merasa lebih mandiri dari keluarga mereka, dan membentuk identitas diri. Hubungan antarpribadi ini juga menjadi titik kritis karena beberapa kerentanan dan resiliensi psikologis juga terlahir dari sini. Jadi, memang masa remaja merupakan masa menantang terhadap hubungan interpersonal, baik terhadap keluarga, institusi seperti sekolah, dan berbagai konteks yang dihadapinya. Juga masa remaja merupakan masa perjuangan terhadap identitas, konformitas, dan juga keberbedaan (dari yang lain) –dan juga kekhawatiran tentang bagaimana pandangan orang lain terhadap dirinya dalam situasi sosial. Dari semua tantangan yang dihadapi remaja tersebut, bagi yang mampu melewatinya maka ia akan memiliki kesehatan mental yang baik. Namun, bagi yang tidak maka permasalahan kesulitan kesehatan mental akan menghampiri remaja, beberapa yang umum di antaranya adalah depresi, cemas, gangguan makan, dan juga psikosis. Hal ini akan dibahas lebih lanjut kalau saya tiba-tiba kesambet pengin nulis lagi, hahaha (padahal emang belum dipelajarin :p).
Oke, sekedar penutup dari tulisan ini. Jadi ceritanya saya
juga menanyakan ke pak suami pertanyaan “Mau gak ngulang masa remaja?”. Jawaban
dia juga sama, “enggak”. Terus saya tanya lebih lanjut, emang dulu masalah apa
gitu yang dihadapin? Doi jawab “Apa ya? Enggak ada deh keknya, hmm, sering
pindah sekolah aja sih, sempet culture
shock, tapi ya enggak gimana-gimana, sebentar aja terus baik-baik lagi”.
Terus saya komen “Et dah, lempeng amat a’, hahaha”. Eh ternyata doi lanjut, “Oh
ya, salah satu alasan gak mau balik lagi, soalnya kalo sekarang udah ditemenin
adek”. (Saya: pasang emot -_-“).
Semoga bermanfaat, paragraf terakhir diabaikan saja ya... :D
0 comments:
Post a Comment