Yuhu, kali ini saya berniat ingin membahas masalah yang agak serius. Ya, apalagi kalo bukan peran orangtua terhadap perkembangan anaknya. Dan tema yang akan dibahas kali ini (lagi-lagi) soal ayah.
Mengapa saya memilih tema ini (lagi)? Jadi begini ceritanya saudara-saudara.... Tulisan ini terstimulus dari hasil penelitian yang dilakukan oleh sahabat saya, Erika, 2011. Jadi topik penelitian dia adalah membandingkan attachment (penjelasan singkatnya: ikatan emosi khusus yang melibatkan pertukaran kenyaman, kepedulian, dan kesenangan) dengan AYAH antara kelompok pria dan waria (dalam hal ini waria didefinisikan sebagai pria yang mengalami gender identity disorder). Dan ternyata saudara-saudara hasilnya dari sekitar masing-masing 80an partisipan dari kedua kelompok tersebut, hasilnya menunjukkan perbedaan mean yang signifikan antara kelompok laki-laki dan waria. Ditemukan bahwa ternyata mean attachment dengan ayah pada waria lebih kecil dibandingkan dengan mean attachment pada pria. *untuk lebih jelasnya mengenai penelitian ini, anda dapat menghubungi erika ya... :)
Apa yang bisa kita peroleh dari penelitian ini? Tentu saja hasil penelitian ini bukan serta merta menjadi "solusi" dalam mengatasi fenomena pria yang merasa sebagai wanita (mengalami gender identity disorder maksudnya), karena bisa jadi kemungkinan perbedaan mean tersebut disebabkan oleh "situasi" yang dihadapi oleh waria itu sendiri dengan ayahnya. Maksudnya begini, attachment dengan ayah tidak terbentuk dengan baik karena ayah menolak dengan "keadaan" waria tersebut. Atau memang justru attachment yang rendah dengan ayah menjadi salah satu faktor yang mendukung perubahan gender identity tersebut *FYI: sampai sekarang masih terjadi banyak perdebatan tentang faktor penyebab dari GID sendiri.
Dibutuhkan penelitian yang panjang dan lebih mendalam mengenai faktor yang menyebabkan perubahan gender tersebut. Akan tetapi penelitian yang dilakukan oleh sahabat saya ini mungkin bisa menjadi WARNING bagi para ayah (atau calon ayah) *khususnya yang memiliki anak laki-laki, untuk terus terlibat dan attach dengan anak mereka.
Selain karena "warning" di atas, tentunya masih banyak lagi peran penting seorang ayah dalam pembentukan diri anaknya, seperti yang pernah saya jelaskan di sini.
Maka, mari ayah dan calon ayah, persiapkan dirimu untuk mempersiapkan anakmu kelak. Karena seorang anak akan selalu belajar dari orang-orang di sekelilingnya ^^v
Pioneer, 27 Juli 2011
menarik :)
ReplyDeletedisamping fenomena transgender, satu lagi efek yang banyak disinyalir sebagai akibat kurangnya bond dengan sosok ayah adalah homosexuality,
barangkali ada hubungannya dengan anjuran mengasuh anak yatim dalam Islam kali yak, dimana tidak cukup hanya dengan menyantuni (secara finansial) saja tapi juga memberikan peran sebagaimana seorang ayah sesungguhnya dalam konteks sosial dan emosional dengan membawa anak-anak tersebut tinggal satu atap dengan keluarga kita
Allahu'alam
*Damar, follow link yang ada di email fb Dewi :)
widih ada ka damar, :D
ReplyDeletehmm, kalo masalah homoseks mungkin juga salah satunya karena kurang bond, tapi homoseks juga bisa disebabkan karena lingkungan. *pernah baca di salah satu koran mengenai anak jalanan yang jadi homoseks, karena awalnya dia di sodomi sama "bos"nya.
tapi masih banyak perdebatan juga mengenai hal ini, terutama di bidang psikologi.