Usia Galau (Berburu Seminar Pranikah)




Di usia galau, yah kira-kira di usia setelah lulus SMA di kala itu, aku sangat senang berburu untuk datang di seminar pra nikah. Maklumlah, dulu waktu SMA cuma bisa dapet ilmu lewat buku. Sekarag pas kuliah, saat dimana banyak bertebaran seminar pranikah (gratis), otomatis aku tidak mau begitu saja melewatkannya. Inilah salah satu momen dan ilmu yang aku rekam saat mengikuti seminar pranikah yang diselenggarakan di fakultasku.

“Bagaimana cara membedakan menyegera dalam menikah dengan tegesa-gesa dalam menikah…?” 
Aku memecah kesunyian auditorium psiko kala itu dengan pertanyaan pembukaan yang dahsyat (hehe, itu sih menurutku). Ya, abis bingung sih membedakan menyegera dengan tergesa-gesa. Pasalnya, akhir-akhir ini aku lagi membicarakan pernikahan dini (saat kuliah) dengan beberapa orang. Seperti biasalah, ada yang pro ada juga yang kontra.

Yang pro bilang “Kenapa mau melaksanakan kebaikan mesti ditunda?”. Hehe, aku sih sepakat bahwa yang namanya kebaikan gak boleh ditunda.

Tapi coba denger pendapat yang kontra “Realistis aja deh, mau hidup pake apa nanti, zaman lagi sulit begini…” Huff, aku juga tak menampik pendapat ini. Iya, juga ya, kalo dua-duanya sama-sama lagi kuliah ataupun si laki-laki udah kerja, tetep aja dia mesti nanggung hidup + biaya kuliah mereka berdua/ istrinya. Kan otomatis orangtua udah lepas tanggung jawab. Ah, jadi bingung…Eh, ko malah ngalor ngidul begini sih???

Lanjut ya ke pertanyaan yang aku ajuin ke Akh Salim. Taukah kawan, dia menjawab apa? Ukuran tergesa-gesa atau menyegera itu subjektif. Hehehe, yaiyalah…karena persepsi orang kan berbeda-beda ya?
Hmm, tapi Akh Salim menjelaskan bahwa perlu ada beberapa persiapan menuju pernikahan, yaitu:

1. Persiapan Ruhiyah
Meliputi kesiapan mengubah sikap mental menjadi lebih bertanggungjawab, bersedia berbagi, meluntur ego, dan berlapang dada coz kan kalo udah nikah udah hidup berdua dengan orang lain (istri/suami). Sabar dan Syukur serta menerima segala ketentuan Allah yang mengatur hidup kita seutuhnya

2. Persiapan Ilmu
Bersiap menata rumah tangga. Bagi akhwat, harus menjadi seorang manajer handal, coz dialah yang akan mengelola keuangan rumah tangga. Ilmu tentang komunikasi, ilmu tentang Ad-diin, ilmu tentang menjadi orangtua yang baik (parenting). Hehe, Akh Salim sendiri katanya mempelajari ilmu Parenting sejak SMA. (bagi kami anak Psikologi, ini mah udah jadi makanan sehari-hari, hehehe).

3. Persiapan jasadiyah
Yang punya penyakit2, harus segera diobati 

4. Persiapan Maadiyah (material)
Komitmen untuk segera mandiri

5. Persiapan Ijtima’iyyah (sosial)
Hmm, ini nih gak kalah penting, coz pasti kita juga akan terjun ke masyarakat bukan? Dan yang pasti harus memiliki visi dan misi kebaikan di lingkungan masyarakat kelak.

Nah, itu tuh persiapan-persiapan yang harus dilakukan. Tapi, yang namanya persiapan, artinya sebuah proses yang tiada henti. Maka, ukuran sampai mana harus dicapai sebelum menikah adalah juga relative. Hualah…dari tadi relative mulu? Hehehe, tapi ada satu parameter yang jelas dari Rasul, lohh…

“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa diantara kalian telah bermampu Ba’ah, maka hendaklah ia menikah, karena pernikahan lebih dapat menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan farj. Dan barangsiapa belum mampu, hendaklah ia berpuasa, sungguh puasa itu benteng baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Makna ba’ah di sini menurut sebagian besar ulama adalah kemampuan biologis. Adapun makna tambahannya,menurut Imam Asy Syaukani adalah al-mahru wan nafaqah, mahar dan nafkah. Sedang menurut ulama lainnya adalah penyediaan tempat tinggal. Tetapi, makna utamanya adalah yang pertama.

Jelas kan yang diperintah adalah bagi mereka yang mampu, kalo belum mampu… ya Puasa aja. Tapi, bagi mereka yang mampu, maka janganlah menunda-nunda! 

Huaa…udah ah. Sebenernya masih banyak lagi yang mau di share, tapi nanti2 aja ya…! Oh, iya, gara-gara pertanyaan ini, aku dapet buku gratis dari panitia loh! (Si Tami juga, karena kita berdua emang udah niat banget nanya biar dapet bukunya, hihihi. Alhamdulillah, Allah mendengar keinginan kami….). Hadiah Bukunya merupakan bukunya Salim A Fillah tentunya, yang judulnya “Bahagianya Merayakan Cinta”. Hehehe. Lumayan, jadinya tak usah merogoh kocek buat melengkapi koleksi buku-bukuku J

Itulah sebagian peristiwa dan hikmah yang kurekam saat berburu ilmu di semiar pranikah. Nampak sekali betapa sangat menggebu-gebunya keinginanku menikah di usia dini kala itu. Akan tetapi, tak semua teman-teman seusiaku saat itu, menggalau di usia ini. Ada beberapa teman yang selalu mengingatkan bahwa antusias di topik yang seperti ini bisa jadi menurunkan semangat kerja di urusan-urusan yang lain. Ada juga yang sepakat bahwa topik seperti ini memang harus dikaji sedini mungkin karena untuk sebuah kehidupan pernikahan yang akan kita habiskan hampir diseparuh umur kita kelak. Prokastinasi dalam hal ini bukan menjadi suatu pilihan untuk mempersiapkan sebaik-baik bekal. Ilmu tentang pernikahan bukan melulu yang Nampak indah dimata, tapi juga mencakup ilmu sebagai orangtua. Di tengah argumen dua kubu tersebut, ada satu sahabatku, Tery Marlita, yang dengan bijak menuliskan tentang antusiasme menikah di usia galau ini,

Pernikahan...
sebuah kata yang begitu sarat mengikat segalanya, menyatukan dan mendinamiskan...

Beruntunglah kita yang terlahir dan hidup dalam berislam, karena Alloh begitu ramah mempersilahkan kita untuk dapat mengenggamnya tanpa merasa bersalah,  bahkan segalanya menjadi ibadah...

Benar, pernikahan tak hanya sekedar berijab qabul...
ada banyak hal yang kita harus perhitungkan belajar... dan terus belajar...

Tak perlu merasa malu...
meski
tak perlu pula mengungkapnya lebih jauh saat kita baru mampu hanya sebatas shaum...


Poin penting yang bisa aku ambil dari kegalauan tentang menikah di usia itu adalah manfaatkan waktu dan kesempatan mendapatkan ilmu untuk mempersiapkan sebaik-baik bekal. Akan tetapi jangan sampai kita terlalu berlebihan mengumbar keinginan kita untuk menikah dini. Meskipun mungkin salah satu maksud “memperlihatkan” keinginan menikah muda di jejaring sosial, misalnya adalah untuk menjaring peng-aminan sebanyak-banyaknya dari teman, namun sepertinya akan lebih baik jika kita meminta secara sembunyi-sembunyi kepada sang Maha Cinta untuk mengabulkan doa-doa itu. Semoga dengan pinta yang melangit di tengah malam, Allah menyegera mengabulkan doa tersebut sesuai dengan apa yang kita mau. Dan ketika masa (menikah) itu tiba, tentunya mengabari saudara/i kita tentang hari indah itu akan terasa lebih membahagiakan dibanding menambah pikiran mereka tentang status-status galau kita di jejaring sosial.

wallahua'lam



NewerStories OlderStories Home

2 comments:

  1. assalamualaikum.. saya sendiri belum pernah ikut seminar pranikah,sampai udah nikah begini^^. setuju utk hiding galau2an. nice post anyway. see u around :)

    ReplyDelete
  2. 'alaikumussalam, salam kenal mba.
    terima kasih telah membaca tulisan saya ^^

    ReplyDelete