Integritas seorang Supir Taksi

Cerita ini terjadi saat bulan ramadhan kemarin. Suami dari dulu udah ngedorong agar saya membuat tulisan untuk mendokumentasikan peristiwa ini. Alhamdulillah, sekarang hatinya  jarinya udah mulai tergerak, :D.

Berawal dari riwehnya persiapan acara buka puasa bersama IMAS di An-Nahdah, saya dan suami Alhamdulillah kebagian begadang (bersama Pakde Rahman dan Mba Yantinya Pakle Ainun) untuk membuat dekorasi (lebih tepatnya spanduk HandMade :D). Alhasil di pagi hari  masih agak-agak "melayang" ketika berangkat menuju masjid An-Nahdah. 

Saya berangkat bertiga bareng suami dan ka Damarnya Mba Dew :D. Kami naik taksi TransCab yang supirnya ternyata orang melayu, namanya Abdul Malik. Abang ini sangat ramah sekali. Kami mengobrol tentang banyak hal, mulai dari kerasnya hidup di Singapur sampai kepada masalah agama. Abang Abdul Malik juga sempat bertanya tentang acara yang kami akan datangi, yaitu buka puasa bersama Indonesian Muslim Association in Singapore (IMAS).

Sebelum ke An-Nahdah, terlebih dahulu kami mampir untuk mengambil barang ke Bukit Batok, rumah Pakle Ainun. Satu komputer Imac yang super besar untuk memutar video pun sudah menunggu untuk diangkut. Selain itu ada beberapa kantong plastik yang berisi barang-barang lainnya. A' Delta dan Ka Damar pun membawa Imac tersebut dengan hati-hati.

Tepat waktu Zuhur kami sampai di An-Nahdah. Langsung saja Aa' dan Ka Damar mengangkut imac yang super besar itu. Sedangkan saya? cuma menenteng satu plastik kecil.

Setelah beres mengantarkan barang-barang tersebut ke markas (sebuah ruangan di lantai 2 masjid), kami langsung menunaikan shalat dzuhur. Setelah itu kami kembali ke markas untuk membantu persiapan dekorasi, teknis, dan membungkus hadiah untuk saung anak. Kebetulan, saat itu saya diminta untuk meng-handle acara Imas Got Talent (lomba untuk anak usia 7 tahun ke atas).

Di tengah asyik masyuknya mendandani hadiah, tiba-tiba Pak Bagus menanyakan perihal kantong plastik merah yang berisi SD Card, kabel IMAC, serta peralatan teknis lainnya yang akan digunakan untuk acara. Suami saya langsung menanyakan perihal tas itu. Saya sama sekali tidak melihat ada tas plastik berwarna merah yang dimaksud. Ka Damar juga sama sekali tidak melihat. Dan ternyata memang cuma suami saya yang melihat saat Pakle Ainun memasukkan tas plastik merah itu ke belakang mobil TransCab.

Mendengar itu saya jelas panik (suami saya juga sih, tapi kadarnya masih lebih kecil dibanding saya :D). Hmm, kalo ini sampai hilang, berarti mesti gantiin barang-barang tersebut donk, kata saya dalam hati. Saya lalu menanyakan berapa kira-kira harga barang-barang tersebut kepada suami saya. Mendengar nominalnya yang cukup lumayan (disandingkan dengan kondisi kami waktu itu), walhasil jantung saya pun semakin berdegup kencang. Hal tersebut pun dengan sukses menyita semua perhatian saya, sampai-sampai saya tak terlalu fokus lagi ke acara ImasGot Talent.

Suami saya berusaha menelpon call center TransCab. Setelah telepon yang entah keberapa kali, akhirnya suami saya berhasil menelpon operator taksi tersebut. Laporan kehilangan  katanya  langsung di broadcast saat itu juga kepada seluruh taksi transcab. Oh ya, pada saat ini suami saya bener-bener lupa siapa nama supir taksi tersebut (padahal sudah sempat kenalan).

Sejam berlalu, saya meminta suami untuk menanyakan perkembangan laporan kehilangan tersebut. Dan ternyata belum ada tanda-tanda ditemukannya tas plastik merah itu. Sampai acara Imas Got talent selesai pun belum ada perkembangan gembira mengenai tas plastik merah tersebut. Terlebih saya mendengar kata seseorang yang baru saja datang naik TransCab, tidak ada pengumuman di taksi yang ia naiki.

Saya menatap suami saya dengan tatapan khawatir, dan ia cuma bilang "Pasrah aja sayang, nanti kalo masih rezeki pasti ketemu".

Setelah berbuka puasa tiba-tiba kabar bahagia itu datang. Seorang supir taksi menelpon Pak Lailus, Bendahara  Imas. Ia memberi tahu bahwa ada barang dari anggota Imas yang tertinggal di taksinya. Seketika itu juga pak Lailus langsung memforward nomor Abang Abdul Malik untuk dihubungi. Suami saya pun langsung menghubungi Abang tersebut.Alhamdulillah, Abang ini bersedia mengantar plastik tersebut ke An-Nahdah jam 10 malam nanti. 

Saya mengucapkan syukur tiada terkira kala itu. Alhamdulillah Allah masih mengizinkan barang umat tersebut kembali. Saya lalu menanyakan perihal bagaimana akhirnya Abang Abdul Malik dapat menelpon pak Lailus.

Ternyata informasi tentang kehilangan barang tersebut diperoleh si Abang bukan dari pengumuman broadcast. Abang tersebut menyadari sendiri bahwa ada barang yang tertinggal di belakang taksinya. Melihat ini si Abang langsung mengamankan barang tersebut ke rumahnya karena khawatir tercampur dengan barang-barang milik penumpang lain yang menaiki taksinya.

Ia lalu ingat bahwa plastik merah ini ada setelah mengantar kami, penumpangnya ke masjid An-Nahdah. Langsung saja si Abang ini meng-Googling tentang Imas, mencari nomer kontak yang bisa dihubungi, dan akhirnya menghubungi Pak Lailus (kebetulan nomer HP bendahara tertera di blog Imas).

Mendengar ini saya takjub. Sungguh, sebenarnya bukanlah kewajibannya untuk "mengembalikan" barang tersebut, karena ini terjadi akibat kelailaian kami. Tapi karena integritasnya sebagai seorang penyedia jasa, dan integritasnya sebagai seorang muslim tentunya, ia pun mau bersusah payah untuk mengembalikan barang tersebut kepada pemiliknya.

Akhirnya pada jam 10 malam itu....jadilah si Abang datang ke An-Nahdah untuk mengantarkan barang ini. Kedatangannya langsung disambut hangat oleh rekan-rekan yang kebetulan juga sedang menunggu taksi (dan menunggu kami) di halte bus. Dengan penuh rasa terima kasih, Aa', suami saya, langsung menyalami si Abang ini. Beberapa ikhwan di sana juga turut menyalami dan menerima kartu nama si Abang ini.

Betul-betul pengalaman yang sangaaaat berkesan. Dalam perjalanan menuju MRT, saya dan suami berdiskusi. "Sepertinya Allah menegur sekaligus memberi barokahNya. menegur akibat kelalaian ibadah kita dengan peristiwa ini (sempat kehilangan amanah yang dititipkan), memberi barokahNya karena rezeki yang dikembalikan dengan hal yang tidak disangka-sangka sekaligus mempertemukan dengan seorang saudara seiman lainnya", kata suami saya menyimpulkan seluruh kejadian yang dialami hari ini. 

Saya cuma bisa tersenyum mendengat perkataan suami saya. Aih... Allah betapa zalim nya kami terhadap diri kami sendiri, namun betapa rahmatMu selalu menanungi diri kami yang lemah ini. :)



ga ada foto Abang taksinya,jadinya foto taksinya aja yang dipasang ^^


Singapura, 19 September 2011
*Mengingat kejadian sebulan yang lalu ^^
NewerStories OlderStories Home

0 comments:

Post a Comment