Tergerak karena beberapa postingan di news feed (termasuk postingan saya di blog), saya jadi pengin nulis tentang yang namanya empati. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, empati berarti "keadaan mental yg membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yg sama dengan orang atau kelompok lain". Walaupun sebenernya menurut salah seorang dosen saya di psikologi, kita tidak benar-benar bisa merasakan empati, karena kita tidak pernah mengalami peristiwa persis seperti yang dihadapi oleh orang lain.
Terkadang dengan maksud ingin lebih mendekat atau melakukan basa basi, seringkali kita menanggalkan sisi keempatian kita. Misalnya dengan pertanyaan kapan nikah? kapan punya momongan? kapan kerja? dan sebagainya. Gara-gara gemesnya sama pertanyaan ini, seorang senior di UI, ka Pemi Ludi, sampai menulis status di Facebooknya seperti ini:
"pertanyaan "ko belum nikah?" itu semacam dengan "ko belum punya anak?" dan semacam juga dengan pertanyaan "ko belum mati?"
aqidah woy"
Nah kan, jawaban pertanyaan seperti ini tentunya "yang ditanya ga lebih tau daripada yang nanya". Saya merasakannya juga karena saya masuk ke dalam orang yang sering ditanya "ko belum punya anak?". Jujur bingung juga ngejawabnya. Saya kan ga harus ngejawab dengan panjang lebar kalo ternyata memang butuh usaha lebih agar saya dan suami punya anak. Sampai saat ini kita masih mengusahakan yang terbaik ko, tapi kan memang butuh waktu, biaya, dan kesabaran lebih. So, pertanyaan-pertanyaan seperti ini yang kadang bikin saya "males" dateng ke acara-acara kumpul-kumpul atau apapun.
Terlebih misalkan saat sedang curhat soal program hamil yang sedang direncanakan, tiba-tiba sang lawan bicara malah dengan semangat bilang kalo ia pengin nambah anak lagi dengan melepas alat kb yang sedang ia pakai. Entah karena karakter orangnya yang memang suka cerita atau ga paham meletakkan sisi empatinya, yang jelas respon tersebut justru membuat saya lebih "sakit" karena ia bisa dengan mudahnya menambah anak tanpa melalui "jalan" yang harus kami tempuh. Tau gitu mending gak usah cerita deh, :p.
Yang jelas, bagi saya teman yang baik justru teman yang "diam" ketika dicurhatin. Yang paham dengan kalimat I never use your shoes. Teman yang diam-diam mendoakan. Atau teman yang lebih "mendengar" ketimbang "berbicara".
Insya Allah saya yakin waktunya saya menjadi seorang ibu akan tiba. Allah sedang mempersiapkan kami untuk menjadi sebaik-baik orangtua. Ya, insya Allah waktunya akan tiba.... :)
So, mari menempatkan ke-empatian kita sebelum melayangkan pertanyaan, terlebih untuk hanya sekedar pertanyaan basa-basi :)
sumber: http://qualiaforlife.files.wordpress.com |
0 comments:
Post a Comment