Saya ingin buka artikel ini dengan gambar ini:
Tau tas ini ga? Ya ini adalah salah satu jenis tas tote bag dari
brand Longchamp (Paris). Tas ini katanya merupakan tas sejuta umat di Paris sana. Terlihat sederhana ya modelnya? Tapi jangan salah, tas ini harganya bisa mencapai S$100-S$150 loh, hihihi.
Nah ternyata tas Longchamp model ini juga bak kacang goreng di Indonesia. (Wah orang Indo makmur donk bisa beli tas ini? ) Eit tunggu dulu, tas "kembaran" Longchamp ini di Indonesia dibandrol dengan kisaran harga 80.000 - 125.000 rupiah saja, beuh murah kan.... Ya jelas tas ini merupakan hasil karya cipta tiruan dari Longchamp. Tapi bener-bener tas ini seperti asli loh. (Ko, kamu tau sih Put?)
Kenapa saya bisa bilang begitu? karena kebetulan Alhamdulillah, rezeki deh saya punya satu tas original Longchamp model ini (weeits kaya bener lo, Put). Yeee, ini tas gak dibeli pake uang sendiri ko. Alhamdulillah rezeki HADIAH perpisahan saat balik ke Indo dari salah seorang orang tua murid yang anaknya saya ajarin ngaji di Singapore *senyum lebar, Makasih banyak ya Mba :")
Nah, ternyata beda tas original dan tiruan ini cuma terletak di dalam si tas itu. Saya juga taunya dari pembahasan di blog
sini sih. Pokoknya tidak terlihat nampak bedanya kalo dari luar, hihi.
Oke cukup soal intro tas aspal tadi, sekarang kita masuk ke pembahasan utama. Sebenernya yang mau saya bahas adalah maraknya citra-citra negatif yang sedang dibuat oleh media terhadap seseorang yang saya kenal. Tau kan kasus insiden bantuan kampanye-nya bu Wiwi (Wirianingsih)? (ayok coba di googling). Saya yang emang pernah seperjalanan sama beliau jelas aja gak percaya gitu sama berita tersebut. Apa iya bu Wiwi setega itu ya memanfaatkan korban banjir untuk kampanye?
Sampai akhirnya muncullah konfirmasi yang diposting oleh anak menantunya, yang kebetulan temen seangkatan saya di UI (bisa dilihat di senjaya.net, bagian keluarga, judulnya
ibu kalo ga salah). Huuff, lega melihat penjelasan seperti itu.
Yaiyalah, sepersaksian saya ketika menemani saat beliau selama tiga hari berada di Singapur (waktu itu diundang sama Ikatan Muslim Indonesia di Singapura buat ceramah di KBRI), sikap dan perilaku beliau selalu membuat saya malu saat membersamainya (maksudnya pribadi bu Wiwi yang Masya Allah keren banget jadi ngebuat saya malu gak bisa berperilaku seperti itu padahal saya masih muda, hiks).
Bu Wiwi juga yang sepengetahuan saya merupakan satu-satunya pembicara yang tidak-segan-segan menyambangi shelter para TKI bermasalah yang ditampung di KBRI. Ya, jadi di minggu sore usai acara ceramah, saat saya dan aa' mau mengajak bu Wiwi dan rombongan jalan-jalan, bu Wiwi cerita kalau beliau baru saja mampir ke shelter TKI. Di sana mba-mba PLRT (kami di Singapur menyebutnya seperti itu, Penata Laksana Rumah Tangga) seneng banget dikunjungin, dan tentu saja cerita berbagai permasalahan yang sedang mereka hadapi (rata-rata mereka sedang menghadapi kasus, entah dengan majikan karena kabur, entah dengan polisi karena dituduh mencuri sama majikannya :( , sediih).
Nah pas balik ke wisma tempat menginap (salah satu rumah di KBRI), bu Wiwi dibawakan beberapa kantong lontong sayur. Saya dan aa' yang saat itu sudah makan disuruh mencicipi masakan mba-mba tersebut. Kata bu Wiwi "Ayo dimakan, Insya Allah banyak berkahnya." Ngedengernya langsung nyessss. Hebat banget nih ibu, baru pertama kali ke KBRI tapi udah langsung bertindak menyejukkan seperti itu. Tau sendiri lah kadang-kadang mba-mba PLRT itu suka dipandang sebelah mata. Makannya mereka seneng banget tau-tau ada ustadzah pengisi acara yang mau main ke shelter dan mau ngedengerin curhatan mereka. Nah saat keesokan harinya, bu Wiwi lalu "memaksa" bertemu salah satu staf KBRI (err kepala apa gitu ya), dan tebak apa? Ya beliau ingin mengetahui tentang detail proses penanganan kasus mba-mba ini, huhu, peduli pisan kan?
Maka jelas saya amat sangat sangsi (tuh ampe nulisnya lebay) ketika pemberitaan-pemberitaan negatif sedang menerpa beliau di media akhir-akhir ini. Saya menjadi saksi tentang kepedulian beliau terhadap orang-orang yang membutuhkan. Dan saya yakin betul ke-
original-an sikap beliau inilah yang insya Allah akan selalu terpancar dan menjadi penyelamat baginya dari segala macam pencitraan buruk media.
Seperti tas Longchamp yang hanya bisa dibedakan asli dan palsu ketika melihat ke dalamnya, sikap dan teladan seseorang juga hanya bisa dilihat ketika melihat lebih dalam tentang keseharian dan perilaku orang tersebut terhadap sekitarnya. Dan saya menjadi saksi betapa sungguh seorang Ustadzah Wirianingsih adalah sosok keibuan, penyayang, dan peduli terhadap permasalahan orang-orang di sekitarnya.
Semoga Allah selalu menguatkan langkahmu, Ibu di jalan kebaikan ini :")